Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dialog: Indonesia Kini dan Esok * (1980) [Hello Hari Ini – 08]

15 Agustus 2011   07:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:46 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 

Tahun 1980 semasa Indonesia baru menikmati kemerdekaan 35 tahun --- keberhasil 2 kali Pelita (Repelita I –II) menimbulkan isu yang paradoksal : Untuk siapa sebenarnya Hasil Pembangunan itu ? Apakah teori “ bahwa hasil pembangunan akan menetes pada lapisan Rakyat Kebanyakan cukup adil  ?

 

Adalah H. Adam Malik, pejuang kemerdekaan sejak usia remajanya sampai peranannya dalam mempengaruhi proses Proklamasi 17 Agustus 1945 --- Sejarah telah mencatat hal itu.  Inilah beberapa petikan kegelisahannya dalam isu Indonesia saat itu (1980) “

 

“………..selama 35 tahun merdeka ini, sepertinya orang cenderung berlomba-lomba menyelamatkan kehidupannya sendiri, memperkaya diri sendiri, dan enggan mengabdi pada satu idealisme yang luas, serta kesediaan berkorban untuk kepentingan yang lebih besar semakin menipis…………”

 

“………..Bila hidup kita dilingkari  oleh berjuta-juta rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan, apakah kita tega senang sendiri dan bisa merasa tentram ?  Renungkanlah hal tersebut. Dan bila dalam renungan kita menyadari akan kelalaian selama ini dalam memperjuangkan keperntingan rakyat miskin, marilah kita perbaiki sebelum terlambat…………….”

 

Yang istimewa dalam Dialog tersebut Bung Adam melakukan kritik terhadap kelemahan Repelita : yang dibaginya dalam sub judul Dasar pemikiran --- ia mengkritik perlunya menciptakan pemerataan hasil pembangunan ekonomi.  Dengan commitment mengangkat derajat kehidupan seluruh rakyat.  Faktor Tanah untuk Rakyat melalui proyek transmigrasi. Kritik berikutnya dalam sub judul Faktor Manusia,  dan Perencanaan.

 

“………..Saat ini tidak banyak politisi atau intelektual yang berwawasan ke depan. Soalnya, cita-cita mereka umumnya sempit, yaitu bagaimana mendapat kesenangan semaksimal mungkin untuk dirinya. Itulah yang mereka kejar dengan segala upaya. Hal itu terjadi, mungkin karena mereka lihat kiri kanan, kok semua orang hanya memikirkan bagaimana hidup yang lebih enak untuk dirinya, sehingga mereka terhanyut. Mereka tidak melihat pemandangan lain di depan matanya, di mana berjuta-juta rakyat miskin memerlukan uluran tangan dari mereka yang lebih mampu. Kalaupun sekarang ada di antara mereka yang melihat, itu pun sambil lalu saja. Karena tidak banyak yang mau  mengorbankan diri atas pemandangan yang dilihatnya. ………………….Kalau pemikiran dan sikap tersebut tidak segera diubah, maka kekuatan sosial-politik kita selamanya akan lemah ……………………………”

 

Adalah Prof. DR Sutan Takdir Alisjahbana, mengatakan : “Langit Indonesia makin rendah”.

 

“………………Kebudayaan sekarang ini dikuasai oleh Ilmu, Ekonomi,  dan Teknologi. Sedangkan sebelumnya dikuasai oleh agama yang sering sejalan dengan seni. Kebudayaan yang modern ini saya namakan kebudayaan progresif, sedangkan kebudayaan yang dikuasai  oleh agama dan seni, saya namakan kebudayaan ekspresif………………”

 

“…………..Jelas sekali. Sumpah Pemuda misalnya, dilahirkan oleh anak-anak yang telah mengenyam pendidikan Belanda. Bukankah itu revolusi besar ? Sumpah Pemuda bukanlah sumpah yang dicetuskan oleh pemuda-pemuda tradisional, tapi oleh pemuda-pemuda yang telah mengasah otak dan mengecap ilmu.

 

“…………..Yah, itu hanya mengkonsumsi saja, tapi tidak bisa membuat sendiri. Kita beli dari orang lain yang membuatnya. Ini namanya keterbelakangan. Artinya, tidak bisa membuat………….”

 

“……………….benar, sangat mendesak. Indonesia ini : negerinya kaya, orangnya yang celaka. Negeri kita jauh lebih kaya dibandingkan Jepang, tapi orangnya hampir tidak bisa membuat apa-apa, tidak dalam menciptakan kapital, tehnik, scientific knowhow…………………..”

 

“………………Yang penting sekali lagi : bekerja keras dan disiplin ! Mereka yang di pemerintahan seharusnya bekerja keras, disiplin dan jujur. Sekarang ini , disiplin dapat dikatakan tidak ada, demikian pula kejujuran. Mau minta tandatangan, sekian ribu atau sekian juta rupiah. Masuk kantor, jam  berapa saja. Sedang rakyat, juga banyak yang membuang waktu…………………”

 

Langit Indonesia Makin Rendah dimaksudkan beliau  --- demikian besar kesenjangan yang dialami Indonesia didalam Pendidikan, penguasaan teknologi dan alat-alat kebudayaan yang progresif ---- begitu pula rendahnya karakter sebagai bangsa yang mampu mengejar ketinggalan Budaya Modern di dunia.

 

Berikut (hanya judul tulisan) , Franz Magnis Suseno : “Demokratisasi syarat untuk mencapai kemajuan…………………”

 

“………….Seperti dikatakan dalam bahasa Latin : ‘Primus vivere deinde philosophare, yang berarti orang harus hidup dulu, baru bisa berfilsafat’,  maka saya menganggap usaha pembangunan dalam arti kebutuhan material seluruh rakyat, sangat perlu. Memang demikian, tujuan kegiatan politik atau tujuan adanya Negara…………..”

 

Ini kutipan dari wawancara dengan Emil Salim : “……………Fresh nation is coming up !   Nah, di  dalam bangsa yang segar ini, mereka yang sekarang (1980) berada di bawah usia 25 tahun akan manjadi para pemimpin pada abad 21, seluruh orientasinya lain.  Karena itu, kalau Bung tanya : apakah  saya optimis atau pesimis ? Maka, saya optimis………………….

 

Saat ini kita sedang menyambut 66 tahun Kemerdekaan, ini resolusi kita dari perspektif yang dikemukakan para Tokoh di atas :

 

  1. Semangat Perjuangan Kemerdekaan dan Revolusi 1945  harus menjadi karakter Bangsa ;  WNI yang bersedia berkorban untuk Bangsanya --- mendahulukan kepentingan Rakyat dari pada kepentingan lainnya.
  2. Cita-cita Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan semua Cita-cita Proklamasi  Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang termaktub pada Preambule Undang-undang Dasar  1945 Amendemen adalah target semua Potensi Bangsa Indonesia.
  3. Kebudayaan Indonesia Modern harus dirumuskan  dalam Pendidikan Nasional --- agar Indonesia menjadi Bangsa yang setara dengan bangsa maju lainnya.
  4. Sejak 1980 sampai hari ini 2011 --- karakter Bangsa Indonesia  makin jelas bersifat Retrogresif.  Budaya Korupsi berkembang dengan pesat ber- “Kesadaran Penuh” pada anak-anak muda, terutama yang tergolong elite yang berkuasa, Birokrat dan Aparat.  Korupsi bukan disadari sebagai Nilai yang harus diberantas tetapi malah  menjadi Metode kerja.

 

Metode Kerja yang diterapkan dalam efektifitas Kerja, Disiplin ataupun Nilai Kejujuran. --- menghancurkan Etika dan Penegakkan Hukum.

 

Quo Vadis ? [MWA]. *) Dialog : Indonesia  Kini dan Esok , Leppenas ( Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional), 1980.

 

[caption id="attachment_125528" align="aligncenter" width="300" caption="MERDEKA MERDEKA MERDEKA ......Krisis Pemimpin dan Kepemimpinan Nasional ...............Krisis Identitas......Krisis Karakter Nasional .......Krisis Idealisme ...........Masa Bodo ?"][/caption]   **)Foto/Grafis ex Internet      

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun