Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Demokrasi Ekonomi (03) Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, Judul Tulisan Bung Hatta 10 Januari 1934

17 Juni 2010   10:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:28 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bung, ini hari tanggal 17 Juni 2010, apakah Ekonomi Rakyat masih dalam bahaya ? "Ekonomi Rakyat tetap ada karena rakyat tetap ada, tetapi ekonominya melarat. Ono sing mlarat nanging ora ono sing dinamis dan menghasilkan surplus." Itu kalimat yang dituliskan oleh Profesor Dr Sritua Arief dalam bukunya Ekonomi Kerakyatan Indonesia : Mengenang Bung Hatta, Bapak Ekonomi Kerakyatan Indonesia, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002. Lho, jadi diperlukan "sing dinamis dan menghasilkan surplus" ?

Memang iya, ekonomi rakyat tetap dalam bahaya --- kalau ia tidak tumbuh berkembang secara dinamis dan memperoleh surplus. Ini hari ekonomi rakyat masih dalam bahaya --- kehilangan lapangan pekerjaan, lapangan usaha yang terancam persaingan produk impor dan barang penyeludupan. Pendapatan rendah, tetapi  biaya hidup yang tinggi --- untuk pangan, sandang dan papan. Kok masih terancam sih, 'kan sudah merdeka 65 tahun ?

Bung Hatta sewaktu mengarang tulisan di tahun 1934 itu, beliau dalam penghayatan suatu persepsi yang kukuh bahwa ekonomi rakyat Indonesia, yaitu unit-unit ekonomi serba kecil termasuk pemberi jasa dalam proses produksi, yaitu kaum buruh, terus berada dalam posisi antara hidup dengan mati. Itulah yang ditulis Bung Hatta. Penghayatan Bung Hatta (dan para penyusun Undang-undang Dasar 1945) mereka cantumkan dengan nyata, penuh visi yang ideologis --- tercermin dan dinukilkan  dalam Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Pasal 33 terdiri 5 Ayat, dan Pasal 34 dengan 4  Ayat.

Yang menjadi ukuran pelaksanaan Konstitusi bukan saja, membuat Undang-undang dan Ketentuan Pelaksanaan-nya saja --- tetapi yang terpenting Hasilnya, piye ?

Bertentangan enggak dengan konstitusi. Kalau melenceng --- segera koreksi dong.  Kalau memakai istilah management, harus ada sistem yang mengumpan balik secara cybernatik.  Fungsi Ekskutif dan Legislatif harus bertindak --- jangan sibuk-sibuk pada tugas-tugas rutin dan kompensasional saja.  Evaluasi dan Kontrol hasil perundang-undangan, bagaimana hasil pelaksanaan-nya, apakah ada tumpang tindih atau peluang yang membahayakan manajerial tujuannya. Eh.

Ini lanjutan tulisan Sritua Arief. "...........Dalam menelaah upaya perberdayaan ekonomi rakyat, adalah mutlak perlu memahami secara mendasar apa yang disebut dialektik hubungan ekonomi antar aktor-aktor ekonomi di dalam masyarakat..........."

Jadi harus ada penelaahan secara dialektika hubungan ekonomi antar aktor-aktor --- ' kan tenaga buruh Indonesia jangan semata-mata di anggap faktor produksi --- tenaga buruh Indonesia  adalah subyek dalam konstitusi yang berhak atas kesejahteraan, pelaksanaan nilai Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia --- dan mempunya Hak Asasi Manusia (Bab XA) yang menyangkut hidup dan kehidupannya --- serta Pasal 33 ayat (1) dan (4) yang mengatur Perekonomian. Begitu pula Rakyat yang menggantungkan hidupnya dengan berusaha, konon sekarang namanya UKM.  Lindungi, bina dan lihat hasilnya --- dimakan ludes oleh Forum Internasional yang diikuti Indonesia tidak ?  Tolok ukurnya dibuat lho --- jadi kalau bapak pergi ke forum Internasional, bisa ngomong seperti Utusan Cina atau India --- membela kepentingan rakyat binaan.  Aja kelalen sira !

Seperti juga Bung Hatta, Sritua Arief adalah seorang ekonom yang melakukan pendekatan strukturalis. ".............yaitu pendekatan yang menyangkut dimensi-dimensi yang lebih luas dalam konstelasi kemasyarakatan kita sebagai suatu konstelasi peninggalan feodalisme dan kolonialisme.....", demikian ditulis Sritua

Apakah masih ada ciri L'exploitation l'homme par l'homme dan L'exploitation le nation par le nation ? Ada ! Kalau undang-undang dan ketentuan tidak dikontrol pelaksanaannya --- atau Indonesia maju ke Forum dan Kesepakatan Internasional tidak membawa konsep konstitusional --- bisa terjadi ciri penghisapan itu dialami rakyat Indonesia maupun negara Indonesia.  Masa sih ?!

Apa lagi, bahaya yang masih mengancam ekonomi rakyat Indonesia sampai siang ini ? Terutama mereka yang tidak tergolong dalam struktur yang menguasai modal, tidak dekat dengan sumbu kekuasaan, tidak seimbang menghadapi aktor ekonomi kuat --- rakyat Indonesia jenis itu, pasti terseok-seok dalam arus ekonomi biaya tinggi, dilindas persaingan produk eks impor yang lebih murah, terpaksa memakai bahan impor, yang hasilnya juga bersaing dengan produk yang dihasilkan negara pembuat bahan dasar.

Lho, jadi segmen pasarnya sangat sempit --- di mana akan mendapat surplus ? Karena ekonomi biaya tinggi yang berlaku di Indonesia (bunga diatur tinggi, pungutan liar, korupsi dan jeleknya pelayanan publik), maka kaum buruh tidak akan mempunyai kesempatan mendapat upah yang berkeadilan sosial.  Posisi buruh Indonesia lemah --- mereka cukup mendapat UMR dengan Kebutuhan Fisik Minimum sebagai ukuran. Yah, enggak apa-apalah namanya juga, Negara Miskin (menurut ukuran ukuran PBB --- dalam Forum Internasional diberi kategori "Negara Berkembang", biar  nampak sebagai anggota yang terhormat). Kalau daya saing produk Indonesia kalah --- ya sampai kini ekonomi rakyat Indonesia pun tetap dalam bahaya.  Tidak bisa dinamis maju dan tidak akan mendapat surplus usahanya.  Rejekinya hanya "hand-to-mouth" saja, kata delegasi negara kapitalis sambil mesem (seperti Gubenur Jenderal Van den Bosch, dulu --- waktu kanjeng Sultan menghadap)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun