Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya di Indonesia Lebih Mementingkan Kekuasaan Daripada Risiko Bencana [Hello Indonesia-ku – 18]

8 November 2010   01:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:47 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_317659" align="aligncenter" width="219" caption="Orang Indonesia sangat menyintai Alam-nya, maka mereka selalu melagukanya dalam keindahan --- tiada pernah mencercanya. Hanya kini secara praxis Kebudayaan Economic of Corruption, merubah prilaku sebagian masyarakatnya serakah menggarap Alam Indonesia. Ia terbangun memperingatkan"][/caption]

Uniknya nenek moyang Orang Nusantara --- mereka tidak takut gelombang, gempa dan tsunami.Berabad-abad mereka mendiami pantai dan mengalami terpaan angin dan kelana, rumah, desa dan jermal mereka roboh diterjang ombak besar dan topan . Di darat pun mereka tidak takut kepada gempa dan gelegar gempa gunung berapi --- berbilang kali desa , huma, dusun, sawah, tegalan dan karang disapu awan panas dan wedhus gembel.  Mereka tidak menyanyikan kejadian itu --- mereka tetap setia bekerja dan mat..........-matan

Mengapa mereka tidak lari ke pulau lain atau kembali merantau ke daratan nenek moyang mereka di Benua Asia ?

Bukan saja  desa di pantai disapu badai --- bukan saja suami dan anak, bahkan suku mereka lenyap disapu ombak besar (kini cucunya ikut menamakan “kengerian” tsunami) --- kerajaan dan berpuluh candi pemujaan mereka ditenggelamkan abu berapi, awan panas, lahar mendidih atau pun lahar dingin --- ditenggelamkan ke dalam bumi. Mereka lupakan saja.

Uniknya tidak kita temukan ada didalam budaya tulisan dan lisan mereka --- peringatan tentang bencana alam itu.Paling-paling mereka mengungsi, pindah mengikuti perpindahan pusat kekuasaan. Memang di Pulau Simeuleu ada kearifan lokal yang dinamakan "Semong" --- itu Mitigasi, sistem mengurangi ancaman risiko, mereka tetap menantang ombak !  Hebat.

Nenek moyang Orang Nusantara sangat memerlukan “kekuasaan” --- yang agraris di darat akan cukup tentram, pindah mengikuti pusat kekuasaan --- segera melupakan kampung halaman dan infra struktur yang telah ditelan bencanaalam.

Sebagaimana yang hidup di tepi pantai --- beratus kali disapu badai dan ombak besar (mereka tidak mengenal kata-kata tsunami) --- mereka malah menciptakan lagu (Melayu) …………..”Kalau takut disapu ombak jangan berumah di tepi pantai” ………………Nenek moyang-ku tetap tidak takut Ombak Besar dan Wedhus Gembel.

Itu gambaran Budaya tentang Keberanian dan Kalis Sambi Kala-nya Orang Nusantara --- mereka membandel dan resisten terhadap alam di mana mereka hidup.

Kini --- anak cucunya yang Merdeka dalam bingkai NKRI --- anak cucu mereka yang lebih berpengetahuan, cerdas dan mempunyaivisi pada “Keadilan dan Kemakmuran” , tentu harus mempunyai Management Mitigasi.

Nenek Moyang bisa survive (kalis), tentunya Cucu-Cicit Bangsa Indonesia pun bisa menciptakan Sistem Mitigasi yang berlapis.

Orang Nusantara boleh melupakan candi-candinya, kota dan desa-nya yang ditelan lahar atau dimusnahkan gempa dan ombak besar --- tetapi orang Indonesia modern, yang telah menyerap Budaya Ilmu Pengetahuan Modern --- tentunya tidak boleh hanya terkaget-kaget menemukan artefak candidan desa kuno di dalam tanah, tetapi ................... segera jabarkan : Mitigasi, karena kini Indonesia masih hidupdi alam yang sama.

Membuat kekeliruan itu manusiawi……..tetapi kalau penghapusnya lebih cepat habis daripada pensilnya, Anda terlalu banyak membuat kekeliruan. “( Jerry Jenkins )

Gunung Karakatau 1883 meletus menggelapkan Bumi berbulan-bulan, mengacaukan peralihan empat musim di bumi belahan utara dan selatan, menggagalkan panen di bumi, merusakkan pertanian di seluruh dunia karena matahari terhalang debu Karakatau --- toh orang Banten dan Lampung tetap menyintai kampung halamannya --- biar tetangga dan sanak saudaranya lenyap seketika dalam arus ombak badai , biar ada kapal dan tambatan pelabuhan dilambungkan ombak besar ratusan kilometer dari Banten atau Lampung.Mereka tidak mencatat itu sebagai warisan untuk peringatan anak cucu --- mereka menuturkannya, kejadian itu sebagai legenda saja (?).

Tahun 1956 sekolah penulis setingkat Sekolah Lanjutan Pertama, mementaskan drama berjudul “Aku Kembali Meletus” --- judul itu masih terekam di benak --- tetapi kisah drama itu tidak membekas sebagai kisah yang mengerikan, siapa penulisnya terlupakan, tetapi ………temanya itu …………pasti tentang meletusnya gunung berapi.

Masih kanak-kanak juga,ibu penulis mengkisahkan dengan syair dan melagukannya …………..”Bila Gunung Sibayak meletus, tenggelamlah Kota Medan”, ………….sebagai kanak-kanak penulis ngeri sekali, tetapi segera melupakan ……………karena sepanjang masa pendidikan sekolah tidak pernah ada latihan dan sistem mitigasi terhadap bencana alam yang mungkin dialami.

Baru tersentak dalam ingatan saat ada berita Gunung Agung meletus, Galunggung meletus ………….selebihnya segera melupakan penderitaan bencana.Badai pasti berlalu !

Kita pernah ngeri membayangkan Gunung Visuvius menenggelam kota --- gunung Raung atau Rinjani melenyapkan kerajaan, berpuluh-puluh desa dan daerah pertanian ………….tetapi Indonesia melupakan Sistem Mitigasi yang diperlukan.

Bencana Bank Century apalah segera terlupakan………..diam-diam disusul Bencana Saham Krakatau Steel (?) ………….jalan di Jakarta Utara amblas tenggelam,   sepertinya konon akan ada bencana Kota Jakarta pun akan tenggelam amblas dalam beberapa puluh tahun lagi……….segera pula lupa, karena dialami pula susulan bencana Banjir dan Kemacetan Jakarta.

Indonesia-nya, diramalkan tenggelam dalam beberapa Bencana, baca di http://hiburan.kompasiana.com/group/gosip/2010/02/11/wayang-kontemporer-05-sabda-batara-kala-kepada-dhalang-tukidjan/

Ada warisan pepatah Nenek Moyang Orang Indonesia yang menyangkut kata-kata “Ombak” :

“Ber-ombak-ombak seperti laut ditiup topan “

Ajaib --- tamsil itu bukan mewariskan waspada yang mitigasional alamiah --- tetapi artinya “ Dikiaskan kepada percintaan terhadap uang yang sangat amat rakus “

(Baca Pribahasa, K. St Pamuntjak – N. St Iskandar – A. Dt. Madjoindo, Balai Pustaka, Jakarta – 1983 )

Jadi nenek Moyang Orang Indonesia mewariskan, cintailah Nusantara --- jangan gentar terhadap keganasan Alam Nusantara --- tetapi hati-hatilah Bangsa-mu Indonesia terancam oleh Budaya Korupsi, manajemen koruptif di dalam penyelenggaraan Pemerintahan dan ber-Negara.

Orang Sunda diwarisi, ini (ideal-nya) : Hurip gusti waras abdi “, jaman feodal, raja senang sama mulya, rakyat cageur.“Basa jaman Sultan Ageng Tirtayasa, Kasultanan Banten teh, gemah ripah loh jinawi, hurip gusti waras abdi “.

Pepatah Orang Jawa yang menggunakan kata, Gunung, giri, gempa, lindu, ombak, atau wedhus gembel belum diketemukan ---ini saja yang agak sesuai dengan orientasi kita dalam menghadapi bencana Gunung Merapi.

“Kebo bule mati setra “ , Orang yang mempunyai keistimewaan (suatu kepandaian, kekuasaan), tetapi tidakmemanfaatkannya sampai pada saat terakhir dan optimal.(Kamus Peribahasa Jawa, F.S. Darmasoetjipta,Penerbit Kanisius – 1990 ).

Terakhir untukmu Indonesia-ku(dari Proverbia Latina, Pepatah-pepatah Bahasa Latin, B.J. Marwoto – H. Witdarmono, Kompas – 2004 )

“Calamitas virtutis occasio,bencana merupakan sebuah kesempatan untuk munculnya sebuah kebajikan.( Seneca, De providentia )

Indikasi bencana ekonomi silahkan membaca:

http://www.kompasiana.com/dashboard/write?edit&pid=181575

http://www.kompasiana.com/dashboard/write?edit&pid=181575

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun