Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bak Luna dan Arsil, Kisah Cinta Termakan Sumpah [Mini Cerpen – 48]

12 September 2010   03:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:17 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_255639" align="aligncenter" width="300" caption="cinta remaja seperti tumbuhan, wajah di permukaan --- akar tergantung menghunjam"][/caption]

Kota Pakan Baru baru diguyur hujan --- Rosita cemas sekali, ia tahu Arsil akan pulang ke Medan --- ia tahu pula Arsil baru diperkenalkan dengan gadis cantik, anak orang kaya Bagindo Sati.  Ia cemas sekali.

     

 

 

 

Arsil pamit pada Rosita, mereka duduk berdampingan di bangku beton di depan warung emak Rosita --- mereka berbincang-bincang sambil saling memandang mendalam, karena selama Arsil libur di rumah mamak-nya --- yang persis  saling berhadapan  dengan warung Rosita.  memungkinkan mereka memang saling jatuh cinta, menyusul  dalamnya ke-akraban pertemanan selama Arsil libur di Pakan Baru.

 

Berdebar hati Rosita melihat mobil Dodge warna hijau muda --- apple green, memang mobil keluarga  Bagindo Sati yang akan menjemput Arsil, untuk mengantarkan rombongan yang akan terbang, dari Pelabuhan Udara Simpang Tiga menuju Polonia Medan --- dari balik gordyn --- Rosita mengintip Luna anak gadis Sutan Bagindo turun menyongsong Arsil --- “Aduh, emak”, Rosida menangis sesenggukan, hati-nya segera menjadi pedih menyaksikan pujaan-nya memasuki cabin kursi belakang bertiga. Luna diapit Arsil dan Nazli, kakak si Luna.

 

Pelabuhan Udara Simpang Tiga Pakan Baru sangat sederhana, hanya bangunan memanjang tiga ruang --- Arsil, Luna dan Nazli , bertiga mereka duduk di kantin saling bercerita dan bercengkrama --- remaja yang sedang bergelora hatinya.

Arsil lulus SMA, Nazli lulus Sekolah Hakim dan Jaksa (SHD-Medan).  Luna gadis yang sangat cantik paras wajahnya, lagi pula ia beken sebagai gadis yang berprestasi --- ia masih duduk di SMA Negeri kelas 2 di Pakan Baru.

 

Rosita masih menangis dan menelungkup di tilam tempat tidurnya --- semula ia ingin sekali mengantarkan kepulangan Arsil ke Medan --- apa daya malam tadi ia putuskan membatalkan niatnya itu --- ia minder untuk bersama tampil di tengah-tengah keluarga kaya itu………….ia menangisi nasibnya, banyak hal yang ia tangisi kekurangan pada dirinya dibanding Luna.  Biarlah pahit hari ini, dari pada harus patah hati bila cinta telah bersemi lebih dalam lagi.

 

Arsil dan Luna saling bertatap, ia mencium  salaman tangan Luna yang kuning langsat --- mata mereka saling bertatapan --- memang Luna sangat cantik, pantas ia menjadi adik si Nazli yang ganteng.

 

Ayah dan Ibu si Luna , mengusap kepala Arsil saat ia bersalaman pamit.  Pesawat Convair Garuda membubung ke angkasa Riau --- dua mobil  Bagindo Sati meluncur kembali ke Tampan Pakan Baru.  Kenangan habis sampai di situ.

 

 

 

 

 

 

Nazli SH kini menjadi Jaksa di Kepulauan Riau --- setelah menammatkan SHD ia berkesempatan kuliah di Medan --- kariernya melaju dari bawah yang  menghantarkan ke puncak jabatannya.  Ia juga menjadi orang kaya dan terpandang --- bukan saja kepintaran-nya yang membawakan nasib menjadi orang kaya dan terpandang, tetapi kini harus dibayar mahal, budaya birokrasi koruptif merongrong dirinya --- dalam kegelisahan dan kekuatiran --- ia takkan mampu membuktikan kekayaan-nya, bersih. Biar pun ada alibi ia anak Bagindo Sati, si tukang mas.

 

Ia merenungi nasibnya --- karena setiap saat dirinya, jiwanya dan nuraninya digedor, diganggu dan direcoki. “kamu koruptor !” --- penerima suap, pengatur pasal-pasal yang didakwakan --- Ia takut melihat wajah-wajah layu dan kuyu di belakang trali besi --- ia membayangkan betapa banyak anak-anak, orang tua, isteri atau suami --- yang menderita karena, didakwakan sesuka hatinya.  Ia akan menyerah --- ia akan mencari lubang untuk menyerahkan bagian hartanya yang tidak bersih.

 

Ia kuatir, ia takut pada hartanya --- harta yang kini mengejar-ngejar dirinya, di darah anak-isterinya --- ia tidak bangga lagi terhadap harta itu.  Ia hormat dan bersyukur mempunyai ayah yang telah uzur --- tetapi hati dan nurani-nya tentram.  Dengan toko emasnya yang berkat.

 

Gedoran denyut jantungnya makin keras, huraninya menjerit-jerit memekak-kan telinga --- nafasnya sesak. Ia ingin mati husnul khatimaah.  Ke mana ia harus membuang harta gila ini ---  terbayang pengakuan seorang lelaki yang menembak isterinya sampai mati, dengan mudahnya  ia mengatur alibi dan bukti, pembunuh itu terbebas, malah bandit pasar yang terdakwa sebagai pembunuh…………

 

Seorang pegawai Jawatan Ekspor di NTT yang sederhana, dengan di antar dua anaknya yang masih mahasiswa --- berpelukkan mereka berempat.  Arsil membawa isteri sambungan-nya dari Pakan Baru.  Isteri-nya itu adalah Rosita, yang mengambil pensiun dini dari Bank tempat ia bekerja.  Ia seorang wanita yang sederhana, dengan pakaian gamis islami --- ia tampak berjalan wajar saja, walaupun suaminya --- anak-anak tirinya menyadari bahwa, ada cacat bawaan sejak lahir di dirinya --- ia mempunyai sepasang kaki yang berbentuk “O”.  Kegagalan cinta remajanya membuat ia tersisih dan selalu saja rendah diri untuk menyintai --- bertahun-tahun ia hanya membayangkan kehidupan yang romantis dengan Arsil, lelaki yang tidak diketahui lagi di mana keberadaan-nya. Ia menyerah menjadi perawan tua --- dengan bersahaja ia menapaki kariernya dari bawah --- tanpa terasa umurnya sudah 52 tahun.

 

Tanpa dinyana jejaring sosial facebook mempertemukan lagi ia dengan Arsil yang telah menduda 13 tahun, isterinya tewas oleh keganasan kanker rahim --- kanker sangat mencekam dirinya --- bahkan ia lalai mencari isteri sambungan. Ia ingin mengawal dua puterinya sampai menjadi sarjana.

Kedua puteri itu kini memeluk ibu tiri mereka, Rosita --- ayah dan ibu mereka akan berbulan madu ke Bali sebelum mereka kembali ke pos dinas Arsil di NTT.

 

Dua gadis mahasiswa itu terus saja melambai-lambaikan tangan mereka --- ayah ibunya bergandengan tangan menuju meja konfirmasi.

 

Kedua gadis itu tidak memperdulikan para calo menawarkan karcis dan supir taksi liar mencolek-solek lengan mereka………. Bandara Internasional Soetta dihembus angin kering bermega, dalam musim yang anomali.

 

Luna membicarakan pelaksanaan surat wasiat Nazli SH, yang menyerahkan hartanya 64 milyar rupiah kepada beberapa yayasan amal --- isterinya Titin Sumartinah Al Amin dan enam anak-anaknya telah membubuhkan tanda tangan fatwa waris --- mereka ikhlas dan lega, hanya --- menerima harta yang menurut Nazli jumlahnya pantas untuk mereka .

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun