Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Persekongkolan di Kerajaan Bilah --- Nakhoda Kobat Dilibatkan (Cersil #08/01)

7 Oktober 2012   21:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:06 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_210257" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA---Nakhoda Kobat 08/1"][/caption]

(1)

“Uang, uang, uang kubilang !”, dengan garang Datuk Blangkas menyudahi penjelasannya menyangkut kelemahan Majapahit, peranan Armada Cina yang berkeliaran seperti taktik menyerang Daha tempo dulu, dan keadaan Pasai setelah ditinggalkan Bala tentara Majapahit --- pulang ke Jawa, memperkuat pertahanan.

Nakhoda Kobat sebenarnya tidak ingin terlibat dalam percaturan kekuasaan --- ia lebih tertarik pada kekuatan armada perdagangan Melayu di Selat Malaka.

“Datuk, aku tertarik pada uang, kekuatan uang --- peniaga Minangkabau menguasai pengertian uang, pedagang garam Orang Mandailing Nasution sudah mau menerima Uang Kepeng Cina apatah Dirham, pedagang Batak tak mau ……………..mereka maunya menahan dagangan kudanya sampai dapat tukaran garam ataupun lada --- memanglah uang kulit kerang janganlah diterima, tak sulit mencari kerang di pantai Tidore dibanding menanam dan memanen segantang lada !. Aku ………….” , tampak Nakhoda Kobat meneguk kopi Acehnya

“Aku tak percaya kemampuan Syahbandar Jampuk Tualang ………… janganlah ia itu, kupikir ada kaitan dengan petualang Portugis apakah Spanyol ………….. jangan percaya pada Orang Putih !”

(2)

“Mengapa tiada uang orang Melayu di perniagaan ?“. Tanya si Puli menyela kembali ke pokok persoalan uang.

“Kau tahu mengapa uang kepeng Raja Jawa tak laku ?Samalah uang Raja Melayu, tak mantap karena kekuasaannya pun tak mantap ……… tiada lestari, kebanyakan pengkhianat, rajanya lalim, ningratnya culas, mudah diumbang-umbang Orang Asing, entah Keling, entah Arab entah Cina !’ “

“Aouuk Nakhoda !” , beberapa orang menyahut serentak dan terangguk-angguk.

“Aku datang ke Bilah ni akan dilibatkan untuk menggulingkan Raja yang telah diperkenan rakyat, apatah pula Tuk Syahbandar akanmenggulingkan ? Aku menentang ………..tak akan ada kekuatan Bilah mengangkat muka di Selat Malaka ni !” .

Tampaklah balai kerapatan minum-minum kopi terbelah dua-tiga --- yang sepakat menggulingkan raja dengan yang berkehendak mempertahankan apa yang ada , dan yang ragu-ragu.

“Sebelum kita bergocoh sesama kita --- dengar cakapku yang terakhir ini …………. Jangan percaya pada Orang Putih Nicolo de Conti, ia pembual di Samudera Pasai, ia mata-mata Orang Asing --- biarlah raja lemah tunduk ke Minangkabau, setelah Kerajaan Melayu Sriwijaya sirna. Baiklah kita memperkuat armada dagang Melayu” . Begitu berakhir perkataan Nakhoda Kobat --- sekelebat terjangan bak halilintar menghunjam dadanya, Nakhoda pendekar itu pun rebah.

Segera hiruk pikuk perkelahian yang semula tak jelas mana lawan mana kawan.

Bak buk, bak buk, ketepak ktipuk, blak, drap, drap, blak.

(3)

Akhirnya jelas bahwa ada 3 golongan yang sedang berkelahi itu --- makin seru terjang menendang, tonjok menonjok, ketika telah memasuki babak bersenjata, tinggallah 2 golongan

“Belah ketupat menjadi dua --- banteng mengamuk di Sungai Mati, mengapa pula awak beradu tenaga --- amuk mengamuk sampai mati ?”.Begitu Cik Imam yang baru diislamkan coba menengahi perkelahian itu.

Bak – buk bak buk, drap, slap, nyok – dap drap plak !

Seketika Pendekar Kobat telah menjambadagu dan kepala Datuk Buluh Betung, akan mematahkan lehernya --- “Ampun pendekar ……….. ampun”

“Padi mas padi kuku balam, bedil tersandar disisikan --- Mari kita menghapus dendam, panggil Encik Syahbandar ke sinikan --- sebelum darah bersimbah dan api baik dipadamkan ! “

Mendengar ada keributan di pelabuhan, Raja Bilah langsung memanggil Encik Bendahara dan Panglima Laga. “Beta serukan, berdamailah Ningrat berdamailah Rakyat --- takkanlah mungkin Kerajaan Bilah akan berdiri sendiri --- sudah dari Nenek Moyang kita tunduk pada Maharaja Melayu, pabila Maharaja Melayu tidak ada menggantikan Sriwijaya …………. Baiklah kita menantikan Raja di Sungai Siak, atau dari Sungai Batanghari Kerajaan Jambi ……… bukan puak kita bisa berdiri sendiri-sendiri --- adat Melayu seperti Sapu Lidi, terikat teguh dalam ikatan …………….. kuputuskan Syahbandar dibuang ke seberang negeri.”

Walaupun Kerajaan Bilah adalah negeri yang kecil, tetapi semua rakyat bersyukur karena Raja berani mengambil keputusan yang tepat pada saat yang tepat.

Rakyat pun tahu karena Nakhoda Kobat tidak sepakat menggulingkan raja, untuk menobatkan Syahbandar yang terkenal tamak dan pencuri pajak maupun cukai.

“Raja Adil Raja disembah --- Raja Lalim Raja disanggah !” Seru sekalian rakyat mengelu-elukan Raja dan Nakhoda Kobat, ysng telah disongsong dengan payung kuning kebesaran Melayu.

“HormatPendekar, hormat Nakhoda dari Glugur --- beta mengganti Syahbandar , berkat Nakhoda memilih Pejabat yang jujur”.Raja Bilah menutup titahnya kepada rakyatnya yang masih mengelu-elukan dia.

[MWA] (Nakhoda Kobat Pendekar Selat Malaka ; cerita silat bersambung ke #08/2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun