[caption id="attachment_195205" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA-PKcirsil#05"][/caption]
(1)
Asyik juga mengikuti perjalanan Pendekar Kobat, yang dikawal ketat oleh 3 Janda Lucu --- ini tidak lain karena diplomasi dagang Baba Swei Lung --- baba itu tahu Pendekar Kobat bukan sembarang pendekar --- ia juga seorang Nakhoda Selat Malakayang handal.
Nakhoda yang dapat menembus blokade cukai Kerajaan Banten di pelintasan Selat Sunda dengan Laut Jawa --- Baba Swei Lung juga sudah mendengar bagaimana Nakhoda Kobat melumpuhkan Lanun Cina --- sisa Armada Mongol di Muara dan Sepanjang Sungai Musi sampai di Palembang.
Ternyata perjalanan dari Jepara ke Ampeldenta cukup mengasyikan bagi Pendekar Kobat --- maupun ke-3 Janda Lucu --- berkali-kali mereka mengalami pertarungan dengan Garong dan Gerombolan di hutan-hutan Wingit atau hutan jati.
Sepanjang jalan itu mereka selalu bermalam di mana ada keramaian maupun pesta adat --- ternyata ke-3 Janda itu mempunyai kegemaran turut berebut Apem, di berbagai tempat sepanjang perjalanan --- kegaduhan selalu berbuntut pertarungan.
Pendekar Kobat biasanya membiarkan saja ke-3 wanita itu bertarung, kata mereka latihan dan mengembangkan jurus-jurus baru. Boleh juga.
Yang penting setiap malam, Pendekar Kobat mendapat pengawalan pribadi yang berganti-ganti. Asyik !
(2)
Minta ampun --- di Tambakboyo, karena bermalam di suatu pedukuhan sepi, eh, menjelang subuh segerombolan Bajingan mengepung perkemahan Pendekar Kobat dan kawan-kawan. Semula katanya mereka di utus Adipati Mancanegara Bang Wetan --- agar menyerahkan ke-3 Janda itu, dengan tuduhan menipu di Blambangan.
Bertarung di remang-remang subuh --- gedebak, gedebuk, gedebak, blok, gedebuk, bab, bib, bub --- jrek jrek, jrek gitek giteg.Heran Pendekar Kobat.
Setelah para gerombolan kabur dengan meninggalkan beberapa temannya, patah tulang atau muntah-muntah --- bahkan ada yang muntah darah.
*
“He, Pucuk Klumpangjurus apa pula yang cik pragakan tadi jreg-jreg-mbut.mbut, jreg jreg gitek gitek ? Tanya Sang Pendekar.
“Oh, tuanku itu pengembangan Jurus Aki Baguer menjadi Jurus Giteg Ngambang --- begitu ia menendang dengan tenaganya sendiri awak lambungkan --- lantas kejar tendang selangkangannya. . Pasti jengkang ia, Encik Nakhoda !”
“Mengapa bisa berbunyi mbut mbut, bagaimana pula itu”
“Ah, itu hanya bunyi celana pangsi ditarik dalam posisi kuda-kuda Encik”
**
“Kulihat Cik Mayang Terurai juga bukan main hebatnya --- hanya berdiri menanti serangan, cuba apa pula jurus yang tak begitu jelas kusaksikan tadi”
“O itu pengembangan Tari Ketuk Tilu Encik Guru --- Ta’ juluki Jurus Merak Mengibas Debu --- para gerombolan lanang atau pendekar jantan, banyak bukan memukul Encik, mereka kadang-kadang coba meramas, meraba, memeluk atau merogoh Cik Gu !”
Pendekar Kobat terangguk-angguk coba mengerti.
“Mereka berapa pun menyerang, kita diam saja sambil bersikap giteg --- seperti burung merak.Lha mereka mencoba meremas dari belakang ta’ plentir jarinya sampai patah --- ia nyrobot dari samping tak patahkan tangan sampai bahunya --- di merangkul dari belakang ta’banting ke depan ta’ tutug tengkuk, bisa-bisa mati dia.”
“Kalau ia mencoba kesempatan meraba, tangkap lehernya hentakkan jidatnya, bisa puyeng dia …………………….. nah, memang ada juga sempat merogoh pangkal pahaku --- ta’ piting lehernya, adukan mulutnya dengan dengkul, pasti rontok gigi depannya ……… paling tidak 3 dibawah tiga di atas. Pendekar Kobat ter-o-oh-o-oh saja, sambil mengompres dengkul Mayang Terurai, lantas Pendekar Kobat mencilakkan celana pangsi si Mayang untuk mengebat luka di lutut. “Eh Cik jangan begitu, seperti tidak pernah melihat paha putih saja” Protes Pendekar Mayang sambil membetulkan celana untuk menutup pahanya.
***
“He putri bahenol, Cik Ulung --- jurus apa pula yang dikau pragakan dengan merebahkan diri saja seperti buaya lapar tu ?”
“Itu mah Jurus Bukit Klenti Tumbang cik --- aku menunggu serangan, pasti ku tendang buah pelirnya kalau berani menjangkau mendekat !”
(3)
Sahibul hikayat sebelum sampai ke Ampeldenta ada berita, bahwa Adipati Tuban mengadakan keramaian memperebutkan “Tongkat Nagasari” --- uniknya sayembara itu main keroyokan atau beregu (mirip tawuran massal jaman kiwari) --- bertempur mati-matian, tidak jelas mana kawan mana lawan --- debu beterbangan membubung di angkasa.
Ke-3 Pendekar Janda Lucu dengan dibantu si Jampuk Agam turut hantam-hantaman --- si Jampuk Agam bersikap seperti Raja Singa, sedang ke-3 Janda bersikap seperti tiga singa betina memainkan mangsa.
Entah dari mana saja pendekar yang turut bertanding --- menjelang matahari terbenam, tinggal 4 pendekar saja yang masih utuh, siap melanjutkan pertandingan sayembara.
Tampak ke-3 Janda berbisik-bisik setelah menerima “Tongkat Nagasari”.
“Encik kami tak mau menyimpan tongkat saru ini --- terserah encik untuk siapa tongkat ni pantasnya”
“Biarkan untuk si Jampuk Agam !”. Tampak Pendekar Janda Lucu Cik Ulung menyerahkan tongkat yang hulunya seperti Jamur Phallus, atau Menhir itu kepada Pendekar Jampuk Agam.
“Hayo kite bertolak semule ke Ampeldenta --- beta nak mengaji barang sepekan !”
[MWA] (Pendekar Kobat Nakhoda Selat Malaka; cerita silat bersambung ke #06)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H