Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Goncangan Gempa Aceh --- Melumerkan Cinta (SCUL #06/02)

8 Juni 2012   14:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:14 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13391666441049722816

(1)

Terdengar berita dari mulut ke mulut di majelis pesta perkawinan itu : “Medan dilanda gempa hebat, belum ada berita lebih lanjut mengenai musibah itu”.

Tuan rumah dari mana berita itu berasal tampak panik memikirkan sanak saudaranya di Medan.

Berita susulan : Gempa tersebut ternyata episentrumnya di Lautan Hindia, di barat pantai Aceh, kekuatan gempa 9,2 SR”

Upy yang duduk bersama kelompoknya di pojok tenda dekat dengan kolam gurami, mulai gelisah ia terkenang teman dekatnya Julia di Banda Aceh--- mereka mulai ramai membicarakan gempa hebat yang melanda Aceh itu,

Sementara itu seorang pemuda exTimor Timur yang baru menyelesaikan studinya di Universitas Andalas --- kumpul-kumpul dengan sekelompok temannya. Membicarakan Kesempatan Kerja di tepian pantai di Ulak Karang, di kota PadangMereka geger merasakan gempa hebat itu.

Mereka segera buyar.

Bagi Leonardus Kayetanus Solapung tidak ada sisi optimis yang bisa dipegang sebagai pedoman sampai hari itu --- yang nyata adalah ia tetap berada di kancah pengangguran yang membenamkan harapan dan cita-citanya. Merdeka di dalam kemerdekaan yang hampa.

(2)

Upy memandang sosok Gunung Salak dari sela-sela pepohonan perdu di Perhelatan Pesta Perkawinan itu, di Desa Cipicung di kaki gunung perkasa itu.

Sementara Leo memandang Pulau Angsa Dua sebelum melangkahkan kaki entah ke mana. Ia ingin mendengar berita gempa itu lebih rinci lagi.

(3)

Dari berita TV disaksikan video berasal dari seorang amatir --- bencana Gempa Aceh ini sungguh mengerikan. Manusia digulung tsunami bak sampah, bergelimang bersama lumpur, kotoran, bangkai pohon dan hewan, material perumahan, dan segalanya. Sungguh musibah mengerikan.

Berhari-hari tayangan TV seperti menggambarkan keputusasaan manusia menanggulangi mayat jenazah dan sampah ………………., kerusakan yang massif.

Upy bersyukur, karena sahabatnya Julia ternyata sedang berada di Lho Seumawe ………… selamat dari musibah yangsangat mencekam kemanusiaan itu.

Tergambar ribuan orang kehilangan manusia tercintanya …………. Ayah atau ibu menangisi anak-anaknya yang hilang ………….. anak-anak menatap kosong hari depan mereka sebagai yatim piyatu.

Upy menggeletar ketakutan menyaksikan tayangan gambar di saentero Lautan Hindia yang mengalami tsunami.

Sementara itu Leo dan kawan-kawan telah berada dalam Jeep Land Rover tahun 1972 yang menuju Aceh……………………. Mereka berangkat dengan bekal seadanya --- bahkan dengan pengetahuan rescue yang minim.

(4)

Upy telah berada di Bandara Sukarno Hatta, ia menuju Polonia Medan --- ia tersenyum, di cermin toilet ia melihat ada gurat sebaris di tepi sudut matanya. Ia tidak mengkuatirkannya.

Ia ingin sekali bertemu dengan Julia sahabatnya, yang umurnya lebih tua dua tahun darinya --- “Julia juga belum bersuami”, bisik hatinya.

Di Bandara Polonia luar biasa sibuknya manusia --- di otak mereka pada umumnya dirundung kepedihan musibah yang menimpa Aceh. Ya Allah.

Upy dan Julia berpelukan erat --- Julia kehilangan Kakek dan Neneknya, dan seisi rumahnya yang ditelan tsunami. (Bahkan mungkin mereka pun termasuk sebagian jenazah yang dimakamkan secara massal di Pantai Ule Lhe).

Pertemuan yang pedih --- Upy teringat pada kedua kakek dan nenek yang baik hati itu. Upy pernah selama 2 pekan menginap di rumah mereka --- konon tapak rumah pun telah tidak berbekas lagi……………. Di sana.Allahu Akbar !

(5)

Ketika Upy selesai menuliskan kesan emosionalnya di buku harian --- ia memejamkan mata, terpandang gelap gulita, lidah tsunami setinggi 9 meter menerjang apa saja. Ditulis Upy :gempa terjadi di pertemuan lempeng Eurasia dan Indo-Australia”.

Tiba-tiba saja menjelang tidur ia menganalisa arti cinta dan percintaan --- cinta yang selama ini ia kenal, berbalut nafsu seks, dan kini …………………… ia harus mengartikan cinta yang menggigit hati nuraninya ………. Cinta yang dirangkai dari rasa prikemanusiaan ……………. Pedih merasakan hati nurani tersentuh dengan bara dukacita ……………. Kehilangan orang terkasih dan harapan yang hanyut dan …………… lenyap, tak mampu tangan menggapainya.

[MWA] (Surat-surat Cinta Upy dan Leo; novel berlanjut ke #06/03)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun