Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nama Panglima Perang Salib Dipersiapkan Kolonel Rudolfo Moravia --- Untuk Bayi Karsiyem (DKNM #03/19)

26 Mei 2012   02:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:47 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(1)

Karsiyem menangis berlinang air mata, mengenang dan menantikan berita serta kedatangan kekasihnya --- Kolonel Rudolfo Moravia. Ia selalu kuatir tuannya akan tergoda dengan pelayan wanita lainnya --- atau pun akan kawin dengan perempuan Eropa atau Hindustan, Cina atau Arab yang lebih cantik.

Apakah Rudolfo mungkin terpikat pula dengan perempuan Aceh, tempat ia akan melakukan operasi militer, ia dirundung rasa cemburu setelah bilangan bulan terpisah dengan Rudolfo.

“Tuan datanglah tuan, pelayanmu menantikan kelahiran anak kita --- berilah ia nama yang membawa berkat !”

(2)

Tunting Wulandari mendapat kabar bahwa ia akan segera diberangkatkan kembali ke Jepara --- ia menantikan berita kepastian apakah ia akan berlayar dari pelabuhan Semarang atau jalan darat dengan konvoi kereta berkuda.

Ia telah mengemas barang-barangnya --- terutama buku-buku hadiah dari Pastor De Goyer, pastor-pastor lain dan para suster juga menghadiahkannya dengan berbagai buku. Novel, sastra Belanda dan Jerman, buku-buku Kristen dan filsafat. Tunting sangat menyayangi harta barunya itu.

Dari tafsiran Damar Kurung, mBok Atun meramalkan nasib baik makin mendekat --- Tunting Wulandari, anak asuhnya akan segera menemukan jodoh yang akan membawa hari depan yang gemilang baginya……………………

Tunting tidak menyangka bahwa Jenderal Elberg juga akan menghadiahkannya dengan setumpuk buku, yang baru dibelinya dari Batavia.

(3)

Rudolfo mencium bau khas lumpur muara Sungai Deli --- ia telah pindah ke Mess Militer Hindia Belanda di Titi Papan, yang lebih dekat dengan Pelabuhan Belawan Deli. Ia senang menghirup udara pagi yang bercampur bau lumpur itu.

Ia ingin menggunakan sampan untuk menghilir sampai ke muara --- ia ingin melihat ikan glodok yang berlarian dan kemudian berenang menjauh. Hatinya sedikit terhibur.

Rudolfo tidak mengerti mengapa hatinya ceria, setelah gundah karena Gubernur Jenderal dan Pimpinan Militer di Batavia akan merubah strategi dan taktik menghadapi pemberontak Aceh. Ia kini lebih mengenang kembali masa kanak-kanaknya di Jerman Selatan, di desa kecilnya di Bavaria.

Rudolfo melihat anak-anak Orang Melayu melambai-lambaikan tangan mereka melihat ada serdadu Belanda berkayuh melintasi mereka.

Rudolfo membalas dengan lambaian tangan --- anak-anak itu berlarian mengikuti dari jalan kecil sepanjang bantaran Sungai Deli.

Adios ……….. adios …………….. adios”, sorak anak-anak yang lelaki-perempuan berlarian mengejar laju sampan Rudolfo.

Adios …………….. adios !”. Ia teringat perangai anak-anak Melayu di Deli mirip sekali dengan anak-anak Melayu di Pulau Penang. Ia terkenang pertemuannya dengan anak-anak suku Karo sepanjang perjalanannya ke Takengon baru-baru ini, lain pula perangai anak-anak itu --- di Takengon ia menyaksikan anak-anak suku Gayo dan Aceh di Selatan Aceh itu, tampak diam tetapi agresif, mereka sepertinya sangat benci pada Orang Kape.

Rudolfo tertegun mendengarkan Adzan berkumandang dari Mesjid di kanan tepian sungai, kampung Orang Melayu yang masuk dalam lingkungan Labuhan Deli . Sejak di Pulau Penang ia menjadi meresapi suara adzan yang merdu itu --- Karsiyem selalu menjawab setiap kalimat adzan itu …………….

Rudolfo terharu mengenang kekasihnya itu, perempuan Jawa yang tabah --- ia jadi terkenang pada kehamilan Karsiyem, ia mengharapkan akan lahir bayi lelaki --- ia akan memberinama militer untuk bayi itu.

Ia akan memberi nama Jenderal Muslim yang gagah berani dalam Perang Salib --- ia kagum pada Panglima Pasukan Muslim itu, ia menyiapkan nama anak itu agar menjadi manusia yang dekat dengan lingkungannya. Masyarakat Muslim Jawa.

(4)

Kolonel Rudolfo Moravia telah berada di kabin kapal Citadel van Antwerpen, ia membuka kembali catatan terbarunya mengenai rencana peranan Legiun Afrika untuk tetap digunakan sebagai ujung tombak menyerang Aceh. Ia menyaksikan kontingen Legiun Afrika yang telah berada di Labuhan Deli, manusia-manusia tegap, hitam dengan kepala besar dan berambut kriting kecil-kecil, otot mereka tebal-tebal --- mereka itu hamba sahaya dari Ghana.

Mereka “teken-mati”, kemenangan Legiun Afrika berarti mereka mendapatkan kemerdekaannya --- Rudolfo tersenyum, Legiun Afrika adalah pasukan andalan untuk menghadapi Pasukan Syuhada Aceh. Kemenangan Militer Hindia Belanda berarti Tunjangan dan Pesangon ketika mengakhiri kontraknya, akan cukup besar untuk ia tanamkan dalam saham di Perkebunan Bavaria di Bandar Sinembah ……………….

Ia teringat kembali pada kekasihnya Karsiyem --- untuk Karsiyem membiayai kehidupanannya dengan anak, dari tabungannya akan dibelikannya sebidang kebun kopi --- konon hasil panen kopi baik sekali di daerah Temanggung atau pun di Ambarawa.

Terasa pukulan ombak dan alun di dinding perut kapal perang Belanda itu. Rudolfo tersadar dari lamunannya ……………………..

Ia membaca suatu laporan bahwa, Orang Portugis menemukan rute baru ke Maluku --- mereka menyusuri pantai Borneo Utara untuk mencapai Maluku.Mereka juga menghadapi keganasan Orang-orang Muslim Moro, Sulu dan Mindanao.Orang-orang Muslim memang sukar ditundukkan, tanpa siasat yang jitu.

Basis Pelaut Muslim dan Melayu telah diporak-porandakan oleh Portugis dan Inggris sejak awal Abad XVI, Malaka telah dijajah --- sebenarnya bagi Hindia Belanda tidaklah susah-susah amat --- hanya Aceh yang bengal !

Pemerintah Hindia Belanda ingin mencampur adukkan cara “penyusupan agama” dengan cara militer --- untuk Aceh tidak ada cara lain, karakter Orang Aceh berbeda dengan Orang Jawa --- Aceh harus digempur dengan cara militer sampai tuntas.

Itu inti konsep Kolonel Rudolfo Moravia, yang akan dikemukakan di Batavia nanti.

Seperti cerita Karsiyem, falsafah Orang Jawa adalah Honocoroko --- “Orang Jawa akan mati menyerah bila dipangku !”. Rudolfo tersenyum.

Kapal Perang Citadel van Antwerpen mengangkat sauh untuk melayari Belawan Deli – Selat Malaka – Pulau Penang – Selat Malaka -Tumasek – Laut Jawa - Sunda Kalapa – Laut Jawa - Semarang ………………………….

[MWA] (Damar Kurung Nyai Moravia; novel bersambung ke # 03/20)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun