Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bohong dan Kebohongan (Karikatur)

18 Februari 2012   08:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:30 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Data dan Informasi bisa menjadi instrument pencitraan dan pembentukan opini --- apabila karakter Oknum, Tokoh, atau Lembaga itu mempunyai track –record yang bisa dilacak atau, kepentingannya mempunyai corak dan sasaran yang telah diketahui publik. Karena Genre dan jenis vested-interestnya telah terpetakan.

Search ”bohong publik” --- hasilnya berderet-deret, kalau dikaji isinya tentu kembali me-refresh ingatan kita --- sementara dipilihkan dari Kompasiana.com:

Pemerintahan “Bohong”

OPINI | 12 January 2011 | 14:041045 14 Nihil

Tajuk Kompas, Rabu, 12 Januari 2011, dengan judul “Kritik atas Kebohongan Publik”, sungguh mengelitik nalar kita. “Begitu liat-rakusnya kekuasaan sampai kebenaran data pun dinafikan. Kebohongan demi kebohongan dilakukan (pemerintah) tanpa sadar sebagai bagian dari praksis kekuasaan tidak prorakyat”, demikian tulis tajuk ini.

Sejalan dengan Kompas, Editorial Media Indonesia (MI), di tanggal yang sama, juga hadir dengan judul pedas “Kritik Keras Tokoh Agama.” MI menulis, “Sudah terlalu banyak kebohongan yang dilakukan pemerintah atas nama rakyat.”

Lantas berikut kasus mutakhir :

………………. Angie “Sukses” dengan Aksi “Bohong”nya, ini artikel Kompasiana. Com (16/2) --- kutipan-kutipan  di atas memgambarkan trend Bohong dan Kebohongan yang melanda Bangsa Indonesia.

Gejala itu secara Ipoleksosbud Hankam , menggambarkan status quo dan trend --- bangsa ini sub-normal, dalam ke adaan krisis.Adakah kekuatan atau periode yang diperlukan membuatnya normal?

Adakah risiko yang akan dialami Bangsa dan Negara ini, apabila gejala ini tidak diselesaikan secara Budaya dan Kelembagaan yang tersedia ?

Jadi harus diselesaikan dengan “Tindakan Reformasi”--- segera tentukan dalam Strategi Budaya yang visioner --- dengan Restorasi Indonesia, Revitalisasi Pelaksanaan Konstitusi --- Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.

Resiko yang telah melanda Bangsa ini terus berlangsung --- menghambur-hamburkan, menyia-nyiakan Sumber Daya Waktu dan Kekayaannya --- resikonya menjadi Bangsa Yang Tertinggal ……………….. menuju Bangsa dan Negara yang Gagal.

Pada hal, Penyebab Utamanya telah diketahui sejak Gerakan Reformasi tahun 1998 :

Budaya Korupsi di dalam Negara, yang harus dibrantas dengan Penegakkan Hukum yang Tegas.

[MWA] (Karikatur Sospol -34)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun