Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mahriza dan Cut Zuraida, Valentine-ku

11 Februari 2012   13:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:46 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13289670471148018287

Seorang Kompasianer menuliskan Kisah Cinta pertamanya --- dua kata dalam tulisan itu menggodaku. Ia membalas pula tanggapanku. Jadi nostalgia.

 

Kuhayati sikap yang diperankannya puluhan tahun yang lalu --- aku pun memasuki ruang waktu puluhan tahun yang lalu pula.

 

Aku juga terlambat jadwal masuk ke SMA bagian C (Sosial-ekonomi) --- aku datang dari kampung di pulau kecil di Riau Lautan, pulau kecil itu dekat dengan Pulau Temasek --- Republik Singapura sekarang.

 

Sekolah itu di Jaman Belanda bernama Ivorno --- Gedung sekolah itu 2 lantai dengan arsitektur gaya Eropa --- aku diantar ke kelas di lantai bawah paling ujung. Kikuk memilih tempat duduk.

 

Dua gadis cantik yang paling depan --- mengatur tempat di mana aku harus duduk. Tetapi mereka yang masih duduk sendirian tidak menerimaku. Akhirnya Mahriza tampil berdiri menetapkan aku duduk dengan siswa dari Aceh --- namanya Nurdin Peukan.

Sungguh terkesan dengan kepemimpinan Mahriza --- ia cantik, wajahnya selalu tersenyum manis, ia anak diplomat Indonesia di Italia.

 

Kelas kami tidak sampai 40 orang --- 6 di antaranya adalah gadis-gadis cantik.

 

Mahriza seperti kukatakan, sangat kukagumi --- dari segala aspek aku kagum padanya. Dialah yang membantu proses asimilasiku. Gadis kedua tentu Cut Zuraida, gadis Aceh yang kemudian sangat akrab denganku.Kedua gadis itu adalah sosok yang membuatku percaya diri --- wajah keduanya selalu menjadi impian remajaku.

 

Kemudian dua gadis yang sangat elitis --- Suarni dan Roswita.O, dari kawasan di mana mereka tinggal sudah menunjukkan kelasnya.

 

Satu gadis bernama Tengku Yohani --- dia sangat terpandang, karena dia Keturunan Ningrat. Dia menunjukkan drajatnya yang unggul.Dialah pemimpin efektif di kelas kami.

 

Satu gadis lagi --- kemudian menjadi teman semejaku. Namanya Sri Alam, gadis lugu dengan dandanan sangat ndeso saat itu. Ia berasal dari Tapanuli Tengah. Potongan pakaiannya, kalau kukenang (karena di kemudian hari akubergerak di bidang tekstil dan produk tekstil}…………… menampilkan gadis tahun-tahun 40-an.Dialah satu-satunya gadis yang rambutnya ditocang !

 

Kukenang gadis itu rambutnya disisir rapat, licin, ketat, lantas ditocang. Wajahnya bulat lugu dan kampungan. Ditocang artinya dikepang.

 

Dengan cepat aku popular, karena siswa lelaki lainnya di bawah standar --- apalagi kalau yang berasal dari kampung. Hanya dua orang yang berpengaruh seorang bernama, Rusman --- anak orang kaya raya, ayahnya Bea-Cukai --- seorang lagi Jimmy, anak orang Minang kaya. Kedua mereka adalah Leader yang menentukan trend.

Di masyarakat itu para pelajar melakukan persaingan ketat --- biar aku anak kampung, kelompok-ku bermain satu gang adalah Mahriza dan Cut Zuraida. Sepertinya kami kelompok yang menonjolkan intelektualitas.

 

Dalam penampilan Drama Hang Tuah --- kami tidak terpilih menjadi pemain. Pemeran wanita sebagai Tun Teja adalah Tengku Yohani, Rusman Walad sebagai Hang Jebat (tampaknya sosoknya memang tepat sebagai Hang Jebat), dan Jimmy yang memerankan Hang Tuah.

Kami yang tidak terpilih menjadi petugas teknis di belakang panggung.

 

Di kelas I aku menonjol karena satu-satu siswa yang lulus SMP persamaan (karena sekolah yang dikunjungi sebelumnya memakai kurikulum Malayan Settlement) --- aku memasuki babak penyisihan ---- memilih gadis pujaan. Mahriza menjadi “barangku --- dan aku barangnya”. Waktu itu ‘barang’ berarti pacar --- yang bisa meningkat menjadi tunangan.

Di masyarakat situ --- kami termasuk ‘anak-anak terpandang’. Terpandang karena menjadi “selebriti” yang sudah mempunyai ‘barang’. Kami tetap menjadi inti masyarakat --- aku dengan Mahriza dan Cut Zuraida.

 

Sekonyong-konyong terjadi kegalauan --- Mahriza pamit mengikuti Orang tuanya bertugas di Mesir --- ‘bersahabat pena’ dengan gelembung cinta tidak bertahan lama. Memasuki episode ‘cinta pelarian’.

Dengan Cut Zuraida yang juga mempunyai kecantikan yang khas menawan.

 

Memasuki kelas III --- mengalami‘patah hati’ , Cut Zuraida dinikahkan dan diboyong ke Semenanjung Melayu, ke Kedah.Hilang dan kehilangan.

Indah benar episode di jaman remaja --- masyarakat SMA yang dinamis penuh tantangan dan persaingan ………………. Memasuki episode mahasiswa dilanjutkan dengan masa meniti karier.Terus terang episode SMA hampir-hampir tidak pernah terkenang sama sekali.

 

Empat puluh tahun kemudian --- sebagai pensiunan dan ‘seorang duren’.Aku dipekerjakan oleh seorang wanita sahabat lama di Fakultas Tehnik untuk menjadi konsultan proyek di Kotabharu di Malaysia. Proyek itu bekerja sama dengan “Ex Services” --- Veteran di Malaysia disebut ex services.

Suatu saat dalam pertemuan di Seremban, Negeri Sembilan --- seorang Kolonel Pensiunan menjamu kami makan siang --- pasti, aku kenal betul perawakan wanita itu, Sang isteri kolonel itu adalah Cut Zuraida. Ahoy !

Cut Zuraida langsung melakukan koordinasi --- telepon sana-sini, dia bertindak cepat !

 

Di suatu Sabtu pagi kami berangkat ke Ipoh, kami akan mengunjungi seorang wanita Pengusaha Garment yang banyak memperkerjakan TKI/TKW. Sejak itu setiap akhir pekan aku menyempatkan diri melakukan perjalanan wisata Kuala Lumpur – Ipoh.

Mungkin Cut Zuraida yang meng-katalisator --- aku dengan pengusaha wanita Malaysia itu ‘di-pacok-pacoke’.Sehingga pada saat Imlek di Klenteng Guha Dewi Kwan Im di Ipoh, di suatu pojok guha yang

terlindung --- kami berciuman seperti dua siswa SMAtahun 1959 --- di belakang stage pertunjukan drama Hang Tuah.

Pengusaha Wanita Malaysia itu adalah Mahriza.

[MWA] (Cermin Haiku -13)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun