Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tunting Belajar Politik; Rudolfo Belajar Etnografis Nusantara (DKNM-03/07)

18 Desember 2011   01:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:07 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Tunting Orang Majapahit, Orang Blambangan, Orang Kertasuro, Orang-orang Mataram adalah --- Orang-orang Jawa yang mudah diperdaya “demikian mBok Atun mengulas Kakawin Nagarakrtagama dan Babad Tanah Jawa, pada bait-bait penting bagaimana kekuatan asing mengintervensi para Bangsawan. Petang itu ditutup dengan tembang dolanan yang sangat digemari Tunting.


Sluku sluku batok --- Batoke ela-elo --- Si rama menyang Sala --- Leh olehe payung motho --- Luk jentit luk luk luk bah, Wong Cina mati ora obah --- Yen obah medeni bocah --- Nek urip golek duit.


Lagu ini selalu menjadi penutup yang sangat menggembirakan hati Tunting --- terkadang ia tertawa, terkadang ia hanya tersenyum --- gadis 16 tahun itu harus mempunyai tabiat yang baik menjelang malam tiba. Tunting harus mempunyai kebiasaan yang bergairah menyambut malam tiba.


“Nok, perempuan harus menyambut rembang petang dengan hati bungah, berbunga-bunga --- Tunting kamu adalah perawan yang tampaknya segera akan dibawa tidur oleh Sang Adipati --- datanglah kepadanya dengan senyum, selalulah engkau menyatakan terimakasihmu, walaupun hatimu kecewa. Tunting pantang cicit Buyut Arum Purnami tampak mengantuk walau belum tidur sampai ayam jantan berkokok ………….. tunggulah saatnya engkau harus merogoh rempelonya --- itu pesan buyutmu nok. ”


Sebenarnya mBok Tun dan Tunting salah menduga bahwa, Sang Pangeran akan segera memperawani Tunting --- Sang Adipati akan mengirim Tunting ke Kadipaten Gebang daerah vazal Kesultanan Cirebon, untuk mendapatkan hak pemungutan pajak dan cukai.Adipati cemas dengan kekayaannya setelah Cultuur stelsel dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda ……….


(2)


Tak disangka Rudolfo Moravia bahwa, kereta joli akan tiba di perkebunan Kandy ketika matahari masih bersinar --- memang matahari hampir menyentuh cakrawala di bukit T.87 di barat sana.Di bulan Agustus memang matahari akan tenggelam di horizon perbukitan itu.


Segera sesak nafas Rudolfo ketika saling memandang dengan pelayannya, yang baru tiba dari perkebunan Ratnapura di Selatan Pulau Ceylon.


Terbersit di hati Rudolfo betapa Mr. Brant menghargainya --- mengirim seorang pelayan dengan penghargaan begitu tinggi.


“Kamu Karsiyem ?”

“Iya tuan”perempuan itu telah mengesot di tanah, tidak berani memandang wajah tampan Rudolfo berlama-lama.


Karsiyem memang perempuan cantik, wajahnya bulat dengan kulit yang halus --- bahunya gempal berisi, garis teteknya juga bulat penuh. Ia membiarkan kebayanya tidak dipeniti.


Rudolfo mengangkat bahu Karsiyem --- mata mereka beradu.Tampak sekali Rudolfo, duda yang kesepian itu sudah sangat membutuhkan perempuan. Ia membenarkan cerita-cerita menarik tentang Karsiyem.Selintas ia mengenang perempuan Sinhala di perkebunan teh, yang kemarin dipandanginya .


Ia masih memagut kedua lengan Karsiyem.“ Kamu pintar membuat kopi dan memanggang roti ?”

Mata mereka beradu kembali --- tampak bahwa Karsiyem adalah wanita yang panas. “ Iya tuan “


“Kamu pintar membuat roti ?”

Karsiyem hanya mengangguk.“Saya telah diajari memasak roti dan membuat salad cara orang Eropa, tuan”


Rudolfo memandikan Karsiyem --- lantas membimbingnyamenaiki tangga ke rumah panggung.Jelas Rudolfo menyadari bahwa bukan hanya pahanya yang cantik dengan ukuran yang proporsional --- tetapi kini ia baru menyadari betis perempuan Jawa itu memang sangat mengagumkan. (sayangnya Rudolfo belum pernah mendengarkan kisah Ndaru paha Ken Dedes --- ruang paha yang memancarkan berahi dan keberuntungan)


Malam itu Rudolfo mengajarkan beberapa kebiasaan dan kegemarannya --- memilih dan mengoleskan jam pada roti. Menakar gula, mengiris keju atau memarutnya, membuat coklat susu atau cara mengaduk teh.


“Tuan, saya telah dilatih cara menyuguhkan teh dengan gaya Orang Inggris dan ……….. saya juga telah pintar menyampur dan menyeduh teh caraOrang Tse Chuan “


“Kalau tuan capai malam ini, saya akan menyiapkannya --- tuan Brant telah mengirimkan berbagai jenis teh hasil Perkebunan Ratnapura, Kandy dan tempat-tempat lain di tanah Ceylon ……….. ada juga tehGolpara dari perkebunan di Siantar, Tanah Deli, tuan”


Dengan bersimpuh Karsiyem menceritakan pengalaman pahitnya --- sejak dari desanya di daerah Bagelen, berlayar sebagai koeli kontrak yang akan menuju Suriname.Dirompak di Laut Arab --- menjadi hamba sahaya di Oman, sampailah dibeli oleh seorang Inggris, dan dibawa ke Ceylon.


“Dari susunan tubuh dan tulangmu --- kamu baru berumur delapan belas tahun Karsiyem --- kamu senang menjadi pelayan saya ?”


“Saya bukanlah orang merdeka tuan --- di Jawa kami adalah kawula para Ningrat,hamba sahayapara ponggawa begundal kaum Bangsawan.Sejak saya lahir kami adalah para hamba yang tidak merdeka --- kami tidak mempunyai kebebasan memilih.Kami bekerja tanpa dibayar di negeri kami, kami digiring menjadi koeli menuju Suriname seperti sekawanan bebek, yang hanya diam atau berkwek-kwek …………. Tuan saya adalah hamba tuan……………saya mengabdi pada tuan.Saya akan membuat tuan senang dan bungah selalu”.


“Tuan saya adalah orang miskin papa di perantauan hidup saya, tuan --- saya hanya ingin menumpang hidup di rumah tuan.”


Rudolfo segera tahu, bahwa Karsiyem adalah wanita yang cerdas dan menggairahkan.Ia bertekad tidak lama di Pulau Ceylon, tetapi ia ingin belajar banyak tentang Pulau Jawa dan masyarakat kolonial dan feodalisme di Pulau Jawa ……………..


Malam di perkebunan Kandy memang sejuk --- di sana ada 3 lampu Aladin yang terpasang.Kamar Rudolfo dilengkapi tempat tidur yang berkelambu.Di seberangnya kamar tidur Karsiyem, juga dengan dipan yang berkelambu.Walaupun rumah itu berlantai kayu --- terasa kokoh dilangkahi pijakan, ya, memang terkadangada bunyi denyitan yang puitis ditingkah suara jangkrik dan suara burung hantu di kejauhan.


Rudolfo sudah yakin, bahwa jangankan penyakit kulit --- bekas koreng pun tidak terdapat di sela-sela ketiak dan paha Karsiyem.Perempuan itu sudah mengerti apa yang akan dilakukannya buat tuannya, yang memelihara hidupnya, perut dan batang lehernya.


Ia harus mengabdi dan menikmati arti hidup dirinya, di seputar perut dan pori-pori kulitnya --- kulit lebih baik dirambati nafsu dari pada didera cemeti para ponggawa Tanah Bagelen.


Terkadang ia masih mendengar rintihan para koeli yang dipukuli di kebun tebu atau di palka kapal menuju Suriname --- lebihlah baik mendengarkan desah nafas tuan dan nafasnya beradu dalam deburan ombak di dada dan di tepi-tepi syaraf pahanya………


[MWA) ( Damar Kurung Nyai Moravia – Novel bersambung 03/08)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun