[caption id="attachment_129895" align="aligncenter" width="400" caption="Pak, Kami Rakyat Miskin di Jawa --- masih bisa mengguris tumpahan angkutan beras, mengumpulkan sisa panen belum tersabit, masih masih mengais Nasi Aking --- di Tanah Gersang, umbi Singkong pun tidak benas. Bagaimana kami untuk melanjutkan Hidup?"][/caption]
Membaca Kompas, 6 September 2011, berita Ancaman Kelaparan terhadap 720 transmigran di unit pemukiman transmigrasi Desa Uluwae --- tampaknyaa ini proyek transmigrasi lokal (?).
Mereka itu di-proyek-kan untuk menghasilkan apa ? Apa potensi desa dan kawasan itu ? Dalam Network Planning tentunya selain kedua pertanyaan mendasar itu --- tentunya ada time-frame yang menjamin mereka memperoleh “kemajuan” --- janganlah melakukan transmigrasi atau relokasi tanpa jaminan kelangsungan kehidupan.. Mereka itu Rakyatmu.
Jangan Amanat Penderitaan Rakyat disepelekan --- tanpa pertanggungjawaban.
Jangan memindahkan tempat untuk menjalani penderitaan --- kasihanilah Rakyat. Apa potensi mereka --- petanikah, pengalaman bertani apa ? Nelayan, atau petani garamkah, atau profesi apa sebelumnya ?
Desa para transmigrasi itu di Uluwae, Kecamatan Bajawa Utara, Kabupaten Ngada, Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sebenarnya proyek transmigrasi itu sudah sejak kapan ? Digambarkan di sana menanam ubi kayu (Singkong) selama 2 tahun --- tidak menghasilkan umbi apa pun.
He, kejam amat kamu !
Desa Trans mereka itu terpencil 45 kilometer utara Bajawa, infra struktur hancur-hancuran --- secara ekonomis pastilah mereka harus ditolong untuk berproduksi --- dan distribusi kebutuhan mereka. Untuk mencari makanan kaum wanita di sana mencari umbi-umbian di hutan --- itu pun tidak pasti dapat; sementara yang lelaki mencari pekerjaan proyek atau bangunan.
Pihak Kabupaten akan melakukan program Padat Karya, bagus. Dan program semacam itu harus menjadi satu paket dalam APBD seharusnya --- sampai mereka dapat berproduksi.
Pada informasi lebih lanjutnya --- rupanya mereka mengalami gagal panen : jagung (ditanam Oktober) dan kacang hijau (Februari). Tanah gersang dan kekeringan telah mematikan pohon singkong dan pisang --- tanah gersang itu kini retak-retak, sukar untuk ditanami dalam musim basah beriktut ini. Lantas ?
Badan Ketahanan Pangan NTT akan mengajari mereka memproduksi “pangan lokal” --- apa gaplek (mana singkongnya),? Adakah Rumbia atau Aren untuk menghasilkan Sagu ?
Teringat beberapa tahun yang lalu --- seorang sahabat, Paul Usfinit, Pemuda Timor Timur, yang kuliah (bea siswa) di Jawa, tammat , lantas membangun usaha di Jawa, karena isterinya Orang Solo, dengan beberapa anak. Ia mengabarkan pulang ke NTT untuk menanam ‘Jarak’ --- proyek menanam jarak untuk bahan “bio fuel” antara lain --- belakangan ia menelpon, mengabarkan bahwa proyek itu gagal --- tidak ada kelanjutan penampungan hasil produksi jarak tersebut (?).
Bagaimana nasib proyek itu ? Tanaman jarak memang mungkin cocok dengan alam NTT, tetapi Pemerintah harus serius menangani, membina dan menjamin feasablity proyek. Jangan “main ngabur tanpa juntrungannya” --- proyek semacam itu harus ada jaminan linkage (outward) , syukur inward-nya pun memadai --- sehingga penduduk yang turut proyek itu atau terkait pula dengan proyek transmigrasi. Benar-benar mempunyai “Hari Depan yang Cerah”.
Mereka itu Rakyat-mu ! Hari Depan mereka harus secerah Nasib-mu.
…………………………………………..
Anak sepulang kerja, membawakan “berkat lebaran”, semacam ketupat ketan --- menjadi hambar, karena terkenang demikian sengsara ancaman kelaparan di Proyek Transmigrasi di daerah gersang itu. Batang leher terasa tercekik.
Pemerintah --- Insyaflah, bekerjalah dengan jujur dan bertanggungjawab. Jadilah Negarawan yang Visioner. Cukup Sandang Pangan dan Jaminan pekerjaan dan penghasilan bagi Rakyat-mu.
“Princeps non dignus huic ad imitandum, pecunia reipublicae abusus confessus in custodiam datus est. Estne fur ? (Khazanah Proverbia Latina) --- He Pembesar, yang tidak pantas ditiru itu, mengaku telah menyalahgunakan uang negara dan dijebloskan ke dalam tahanan. Apa itu maling ?
Ya, mereka Maling ![MWA]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H