Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gaya Missionary Nyonya Ratri, plus Inovasi Colibrita [Mini Cerpen – 87 Novelet 02/13]

4 September 2011   02:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:15 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jeng, Ramina --- kabare ?”

“Mene Ram --- aku kangen”Memang telah lama juga mereka tidak berjumpa, sejak berpisah dari perjalanan panjang ke Blora, Cepu, Purwodadi sampai ke Sukoharjo.Mereka dua sahabat yang hidup malang melintang di jaman SMA di Semarang --- kemudian puluhan tahun tidak berjumpa. Ketemu lagi sudah Lansia.Tetapi Ramina banyak menimba ilmu dari Ratri yang masih fit dan proper dalam pertemuan terakhir itu.

“Eh, kamu enak masih diuber sama brondong --- kasi tahu ilmunya dong”sebetulnya Ramina juga wanita yang masih bergairah --- apalagi pengalaman hidupnya --- kawin berkali-kali, gonta-ganti pacar dan suami, banyak mepet-mepet pada kehidupan Café dan Mucikari --- gara-gara kawin denganPak Umar, si Pengacara pemilik Jaringan Mafia Kasus, pengusaha Café dan Night-club.

“Ratri, aku ingat dulu kamu cerita inovasi Colibrita --- itu piye ?”

“Kamu mau kawin lagi ?”

“Iya dong, tapi baru cari pacar dulu --- anak muda yang aku besarkan itu, ‘kan kini telah punya isteri. Aku tidak mau mengganggu, pasangan itu tenaga vital untuk usaha bengkel dan restoranku”Mereka cerita dan cekikikan, rupanya wanita lansia kalau sehat dan kaya --- gairah hidup mereka normal-normal saja.

“Ke Jakartalah, tapi beri kabar ya --- aku banyak pergi-pergi, ‘kan proyek piramid akan segera dibangun, bertahaplah. Jadi aku bolak-balik Jakarta – Bogor – Sukabumi, Cicurug dan Pelabuhan Ratu.Datanglah nanti aku jamu secara Mongol, asyik lho menginap di kemah gaya nomaden”. Pembicaraan telepon berakhir.

Anak-anak Nyonya Ratri telah datang dari Lampung, Radityo; dari Pelabuhan Ratu Ramses, dan dari Jakarta si Bungsu, Romy --- masing-masing dengan istri dan anak-anak mereka. Kemarin tanggal 3 --- Ratri menjamu anak-cucunya di Rumah Kebayoran. Acara anak-cucu sungkem padanya di Museum Pak Mulyoto.Sedikit mengharukan, mereka terkenang tahun ini, papa mereka tidak berada ditengah-tengah mereka lagi --- walaupun sebenarnya sudah bertahun-tahun pak Mul --- sakit Alzheimer, Demensia sampai gagal jantung, dari diam tanpa reaksi sampai seperti koma itu.

Mereka ber-tujuh duduk mengelilingi meja besar itu --- meja kayu jati utuh tanpa sambungan,Cuma ia duduk agak jauh, seperti seorang Ratu yang duduk di singgasananya.Anak dan menantunya menghadap posisinya

“Begini anak-anak-ku …………… hidup akan berlangsung terus.Kalian semua sudah mentas. Mama bersyukur dan bangga.Papa dan mama bersyukur Allah memberi kita rejeki yang berkat.Semoga sampai cucu-cicit kita berbahagia. Mama menikah dengan papa dengan selisih umur yang sangat jauh --- mama gadis dia bujangan yang telah berumur.Bujang lapuk kata Orang Melayu………………………. Kalian menyaksikan perkawinan mama-papa tata tentrem --- bertahun-tahun terakhir mama mengurus papa yang sakit tua. Dengan setia mama lakukan.Ikhlas. …………………… hidup mama selalu berbahagia, dalam keadaan apa pun, selalu optimis, positive-thinking ……………….”

Anak-anak dan menantu mendengarkan dengan takzim.Nyonya Ratri mengalihkan pandangannya memandang dua lukisan --- satu gambaran dia, dan satunya lagi gambaran pak Mul.Ia menarik nafas dalam-dalam. Dan memandang satu per satu anak-anaknya.

“Mama merasa sehat-sehat saja --- umur kita tidak tahu sampai kapan.Kalian sudah tahu impian dan cita-cita mama, ingin mempunyai piramid dan taman budaya --- ya, tanah mama di Cicurug segera diolah untuk pembangunan. Mama masih sehat, tenaga mama masih prima, hidup mama masih ceria --- mama tidak mau lumpuh dan loyo, apalagi jadi pengangguran yang putus harapanTidak mau !”

Mereka kembali saling pandang.Anak-anak sebenarnya sudah saling mengetahui dan menduga apa yang akan disampaikan Sang Mama.

“Telah delapan bulan mama pacaran dengan seorang pemuda, mahasiswa arsitektur --- yang kuliahnya mogul.Latarbelakang psikologisnya mama sudah kaji --- kiranya cocok sesuai untuk mendampingi mama.Ibunya mengalami sakit parah menahun, sewaktu ia masih kanak sampai ia menjelang remaja, Sang Ibu meninggal dunia.Ia hidup dan tinggal bersama mbok kesayangan ibunya, yang mengurus ibunya bertahun-tahun --- ia ibu rasa mengalami sindrom menyintai wanita tua yang menyintainya, kompensasi kehilangan kehangatan kasih sayang seorang ibu --- ia akan sangat menyintai wanita itu sebagai balasan cinta dan perhatian wanita tua itu. Itu latar=belakang psikologis yang mama simpulkan. Ia tidak mempunyai motif apa-apa selain membalas cinta mama”

Nyonya Ratrimenjelaskan kisah cintanya yang hangat dan serasi itu dengan alunan suara yang lembut dan berirama --- suara seorang ibu yang sangat dikenal oleh anak-anaknya.Mereka mengerti ibu mereka adalah wanita yang hangat, bersemangat dan sehat --- normal-normal saja.

“Orangnya mungkin anak-anak masih ingat ya --- ia hadir dan membantu pemakaman papa.Kini ia sedang mempelajari Islam di Mesjid Sunda Kelapa --- mengaji Islam-lah.Mama rencanakan setelah ia Sunat Rasul, Syahadat di depan KUA,kami akan menikah --- kira-kira6 atau 7 bulan lagi.Kini mama dorong ia menyelesaikan studinya, membantu proyek mama, dan …………………kami tetap pacaran. Mengenal lebih dalam “

Nyonya Ratri melepas lega nafasnya, memandangi anak-menantunya satu per satu.

“Itu saja, mama akan menikah lagi “Merekabergiliran memeluk Sang Mama dan Sang Mertua, yang sangat dicintai dan dihormati itu.

Hanya Raditya yang berbicara, mewakili mereka semua : “ Kami mengerti ma, kami semua berdoa agar mama tetap sehat dan berbahagia “

Rombongan itu makan siang di Restoran Timur Tengah --- di sana Ori Sang Sekretaris Pribadi Nyonya Ratri telah mengatur rapi perjamuan.

Markus satu mobil dengan Nyonya Ratri --- di Restoran mereka saling mengucapkan Selamat Hari Raya pada Markus.Setelah selesai perjamuan, anak-anak membawa para cucu ke obyek wisata entah kemana……………….

Ori pulang ke Apartemen Nyonya Ratri --- di mobil City-car Nyonya Ratri kembali menjelaskan hasil pertemuan dengan anak-anaknya, rencana pernikahan mereka.Kuliner Timur Tengah menggelegak memanaskan hormon-hormon kebutuhan tubuh yang sehat.

Markus puas dengan sikap anak-anak Ratri.Di Lift mereka berciuman ---- mereka pulang ke Tower ApartemenMarkus.

“Terima kasih ma”itu bisikan Markus ke telinga Ratri --- mereka mengalamimulti-orgasme.Ratri meremas-remasrambut Markus ketika mereka berciuman lama sekali.Ya, untuk pertama sekaliNyonya Ratri mempraktekkan kembali --- jurus Missionary tetapi plus sikap Burung Colibrita.

Inovasi aktivitas seksual yang diperkembangkannya dari Gaya Missionary --- dua tumitnya yang mengambang seperti sepasang burung Colibrita dalam monuvernya menghisap madu di bebungaan. [MWA].

Dari Literatur, dari Buku, dari Internet, bahkan dari Praktek --- Kembangkan Inovasi dan Imajinasi untuk Kesehatan dan Kebahagiaan-mu.*)Foto ex Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun