Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nyonya Ratri dengan Sahabat Lama, Raminah [Mini Cerpen 80 – Novelet 02/8}

29 Juni 2011   05:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:05 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_116881" align="alignleft" width="300" caption="Hari boleh mengalami Senja --- tetapi Kegairahan Hidup Manusia ternyata ditentukan oleh Rasa Bahagia dan Kesehatannya. Bersenang-senanglah, Nikmatilah Hidup !"][/caption]

Nyonya Ratri memang ditakdirkan orang yang selalu mencapai puas diri --- menemukan comfort-zone yang menyemai positive-thinkingnya.Pertemuan dengan ketiga anaknya bersama pasangan masing-masing.Sangat memuaskan hatinya. Ia optimis bahwa bisnis anak-anaknya telah berada pada bakat dan track masing-masing. Ia mengenang almarhum suaminya. Ia berjalan ke arah ruang tamu.

Ia memandangi foto besar Pak Mul --- Pak Mulyoto berdiri dengan topi lakken mahagony, latarbelakangnya Piramid Giza di Mesir. Segera terlintas rasa syukurnya --- kelimpahan rejeki dan berkat yang langgeng sampai ke anak cucu.Ia memandang foto cucu pertamanya, Lula ketika berumur 5 tahun. Ia merasa memerlukan tempat yang nyaman untuk merangkai kenangan dan rasa syukurnya.

Ia kembali merebahkan tubuhnya di sofa Bali yang empuk. Nyaman dan inspiratif --- ada alunan musik Sonetto 104 del Petrarca. Segera sontak ada kerinduan mendengarkan lagu-lagu jaman kini.. Ia naikkan satu paha kirinya ke sandaran sofa. Matanya terpejam.Membiarkan segala kenangan indah merebak. Wah.

Segera ia menghayati suara yang dikenalnya. Suara Ahmad Dhani. Diaturnya nafasnya dalam alunan yang seirama dengan lagu “Kasidah Cinta”. Aagh.Irama dan lagu yang disuarakan Ahmad Dhani ini, memang selalu membangkitkan gairah hidupnya. Ia merasa sehat dan normal-normal saja. Ia bersyukur.

Kasidah Cinta.Ia menelpon Markus ---- sementara itu dilihatnya ada message di inbox.“Max, apa yang telah dikerjakan ?”

“Imajinasi bukit piramid bu ---- kalau ruang museum sebaiknya saya saksikan luas dan lay-out saat ini bu “

“Datanglah ke sini “Di sini kehebatan Nyonya Ratri, ia bisa menundukkan semua orang seperti bawahannya saja

Sementara ada SMS ; “ Don’t look back. Someone might be gaining on you “ (Satchel Paige) . Tidak mengesankan. Kata-kata mutiara yang kedua ; “ Measure results and output,nottasks and input “ . Sekilas ia menerawang ke langit-langit.“Ini yang dikerjakan Orang Indonesia --- untuk kedua anak kalimat itu tidak menjadi perhatian mereka. Bahkan urusan Pemerintahan dan Negara pun demikian “ Bisik hatinya. Biasa kata-kata mutiara dari Martin

Sementara menanti Markus , Ratri ingin mendengarkan musik dengan rentak yang berbeda ---- ia mendapatkanLagu-lagu dengan alat-alat perkusi --- pilihannya dimulai denganlagu El Manicero oleh kelompok Marimba Chiapas.Hati Ratri merontak-rontak gembira.Ia menaburkan makanan ikan, dan mulai mengelapi sosok lemari gaya arab dari Cirebon. Perabot kesayangannya.

“Mam, aku berangkat”,suaraMarkus. Kemudian ada beberapa hubungan telepon lainnya. Ratri kembali merebahkan diri ke sofa --- diraihnya majalah Traveler,National Geographic --- mengerti ataukah tidak, menanggapi apakah tidak, selalu ada acara membacakan majalah bagi Pak Mul, oleh Iroh. Majalah di balik-balik, hanya melihat-lihat foto, ada artikel berjudul 5.155 kilo meter Mencumbu Sumatra --- pemilihan kata-kata yang asosiatif. Ia beralih pula pada majalah Clara, hanya melihat-lihat foto, dan iklan mode --- pakaian anak-anak muda. Menggairahkan sekali.

Panggilan telepon ---- “ Siapa ya “ Ternyata pemanggil itu Raminah, teman SMA dulu --- ia mendapatkan nomor telepon setelah teman mereka yang lain mampir di rumah Raminah di Purwakarta, beberapa waktu yang lalu

“You ingat ya Bastari, yang dulu pacaran dengan si Fiona --- dia menuju Bandung, menjelang belok Tol ke Bandung ada gangguan di mobilnya, ia belokan ke Purwakarta --- ia mampir di bengkel kami. Cerita punya cerita , sampai ke Nama you --- ia mempunyai nomor telepon you…………”

Raminah dan Ratri memang satu SMA dulu di Semarang --- kawan akrab karena juga mempunyai kegiatan luar sekolah yang sama, tari menari tradisional dan dansa-dansi.“Okaylah mari kita ketemu di mana ?”

“Supaya adil di rest area Tol Cikampek bagaimana ?”

“Ratri, sudah, aku mengalah --- kita berjumpa di Jakarta, rumah you ? Okay”.Mereka sepakat akan bertemu di rumah Kebayoran tentatif dalam pekan depan.Sementara mobil Markus memasuki halaman.

“Mama akan bertemu dengan teman SMA --- barangkali ada hampir limapuluh tahun tidak berjumpa. Katanya ia masih sehat dan bugar. Dari Purwakarta ia akan bertamu ke mari pekan depan --- ia empat kali berganti suami, yang terakhir telah pula meninggal”.

Kemudian Ratri dan Markus berunding membahas perubahan dan renovasi Rumah samping untuk dijadikan museum “suami tercinta”.

“Apa barang bapak yang sangat ibu kagumi atau cintai ?” Memang Markus masih selalu terpeleset antara kata-kata mama dan ibu.

“Ada sembilan pipanya --- satu diantaranya hadiah dari mama ”

“Barang lain, yang sangat mengikat kenangan mama”Ratri pergi ke lemari kaca --- dan menarik laci rahasianya.

“Ini !”Ratri membuka kotak benda tersebut --- Markus terkesima melihat dildo dan vibrator berbentuk penis itu.

“Ini oleh-oleh bapak dari Denmark”

“Ibu senang memakainya ?”

“Ya sekali-kali, sebagai variasi kami memakainya --- dan belakangan bapak menggunakan itu untuk menyenangkan dan memuaskan kebutuhan mama --- karena bapak sudah tidak mampu penetrasi “. Markus tersipu-sipu saja, dan kemudian memeluk leher Ratri.Kemudian Markus memasang gambaran kasar proyek piramid di Cicurug --- tetapi Ratri tidak menyetujui gambaranitu, tidak sesuai dengan idenya.

“Nanti kita ke Candi Sukuh dulu, agar kamu dapat menyerap ide mama !”

Ternyata Raminah dan Ratri bernasib sama --- mereka berdua memang tidak sempat mengenyam pendidikan tinggi.Ceritanya Raminah nikah pertama sekali setelah tamat SMA --- dengan seorang lelaki putera pengusaha batik di Pemalang. Suami keduanya Orang Minang juragan toko di Bandung. Tidak mempunyai anak mereka bercerai. Lama Ratri menjanda, ia menjadi pengusaha meubel di Sragen --- kemudian ia kawin lagi dengan pengusaha meubel di Klender. Cerai tanpa anak. Suami keempatnya Orang Semarang, memang mereka sudah kenal lama sejak di Semarang dulu.

Suami keempatnya itu mengaku berprofesi pengacara, tetapi menurut Raminah : “ barangkali dia itu sebetulnya seorang markus, seorang makelar kasus.” Sewaktu menyebut markus, Ratri menutup bibirnya dengan telunjuk : “ hati-hati menyebut kata-kata markus, itu nama pacar gue !”Mereka berdua tertawa-tawa.

“Dengan laki gua yang keempat, hanya dengan kawin siri’ --- ketika ia untung besar menyelesaikan sengketa rumah Arab Aden di Surabaya --- kamimembuka usaha Café dan Karaoke di Purwakarta --- jadilah aku orang Purwakarta sejak itu.”

“Biasalah perusahaan café demikian mempunyai usaha sampingan sebagai mucikari --- ya aku pernah menjadi mucikari, yah, usaha prostitusilah ---- kerjaan itu betul-betul merepotkan, banyak militer dan polisi, aparat yang hidup berdampingan --- memorot dan memeras --- buat kerusuhan dan itu yang aku tidak suka, takut terlibat --- peredaran narkotika. Pak Oemar, suamiku itu meninggal --- usaha itu aku tutup, dan beralih menjadi rumah makan dan bengkel. Sampai sekarang …………….empat lelaki itu tidak memberi anak padaku, kini aku tinggal dengan anak angkat. Si Dadan yang mengurus bengkel…………yah hidup memang sungguh menakjubkan. Naik turun, tetapi aku bersyukur sampai kini yah cukup makan, hati pun senang-senang saja.”

“Kamu kawin empat kali --- aku satu kali saja. Tidak habis-habis, kini ia telah meninggalkan aku…………yah, memang betul katamu hidup adalah sangat menakjubkan --- kata-kata yang tepat.Hidup yang sangat menakjubkan”

“Itulah mengapa aku selalu bersyukur………………Cuma aku belum bertobat”

“Aku juga Ram, belum bertobat --- hidupku masih berlangsung”. Mereka berdua masing-masing mematut diri, memang mereka adalah wanita lanjut usia, tetapi mereka sehat, bugar dan konon masih normal.Mereka berdua tertawa, ketika Ratri mengantarkan Raminah ke kamar tamu di rumah Kebayoran, kemudian Ratri kembali ke rumah Samping --- untuk tidur di kamarnya.

“Max, pagi-pagi besok jeput mama dan tamu di rumah --- kita makan di dim sum Glodok ya”

“Mama kapan tidur di apartemen ? “Ratri hanya tersenyum, dia senang dengan anak manja ini --- ia benar-benar lelaki pelayan. Sebelum tidur Ratri mendengarkan lagu “Kasidah Cinta” --- memang ia juga merindukan belaian Markus.

(bersambung Novelet 02/9)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun