Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Nature

Peng-“Alam”-an dengan Pohon & Tetumbuhan [Features – 35]

13 Juni 2011   03:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:34 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_113996" align="alignleft" width="300" caption="Di Amerika ada tumbuh Sequoia Sempervirens, pohon tertinggi di Dunia --- di sekitar kita banyak tetumbuhan mini --- perhatikkan dan amati keindahan-nya."][/caption] Belakangan ini banyak artikel dan buku-buku yang memberikan informasi tentang kemampuan "Flora", ternyata melebihi apa yang pernah kita ketahui. Ada yang mengatakan mereka bukan saja mempunyai arti penting dalam ekosistem di mana kita hidup --- tetapi malah para peneliti telah menemukan berupa kemampuan, emosi, sensing, dan berhubungan secara radio jarak jauh.  Dengan Siapa ? Rumah kami berbentuk panggung --- pintu belakang terbagi dua, bagian atas bisa dibuka menjadi berfungsi menjadi jendela.  Bagi anak-anak ber-umur 4-5 tahun --- di rumah yang sepi, bingkai jendela itu memberikan sensasi yang luar biasa. Kalau pintu terbuka, memberikan pemandangn luas, semak belukar sampai sejauh mata memandang ............ada pohon-pohon Tualang yang tinggi-tinggi.  Kalau hanya bagian pintu yang atas  dibuka --- hanya satu pucuk batang pohon Tualang  yang nampak. Ia gagah dan mengagumkan bagi bocah kecil yang kesepian. Kesepian --- berfikir dan konon pengalaman itu membekas di dalam Kesadaran dan Bawah Sadar.   Aku dan pohon (Manusia dan Flora) Bingkai pemandangan pohon Tualang adanya di Timur, di Selatan Rumah adalah barisan Hutan pohon dan tumbuhan perdu semak belukar, meliuk-liuk mengikuti kelokan sungai kecil yang berair jernih, yang penuh dengan berjenis ikan air tawar.   Di barat adalah lautan ilalang (waktu itu) jaman revolusi --- orang tidak sempat mengerjakan ladang, semua ikut bertempur bergerilya melawan Belanda dan NICA.  Dari hutan ilalang itu --- setiap kali ayam betina kami pulang membawa kawanan anak (kuthuk) Di halaman ada sebatang pohon Jambu-bol dengan buah yang lebat --- ketika masih berbunga --- tempat bermain di bawahnya ..............memerah dengan guguran kelopak bunga berwarna merah. Merah, indah, dan sangat mengesankan. Rumah itu kami tempati sejak tahun 1945, setelah Proklamasi --- disadari dalam Kesadaran, bahwa Perang adalah ancaman, ketika para pemuda mulai merebut senjata dari Jepang ............dan pertempuran -pertempuran di tahun 1947........................ Pengungsian melewati jembatan batang kelapa bulat --- ada kesan ngeri bagi bocah-bocah. Menyeberangi sungai setinggi dada --- bocah-bocah dalam pelukan gendongan ibu --- ibu merambat di ranting pohon perdu dan akar-akar pohon. Pohon sangat berguna ! Menjaga sawah, mengusir burung dengan menarik-narik tali yang menggoyang-goyangkan "orang-orangan" dan bunyi kaleng berglontangan. Timbul Kesadaran panen padi adalah Anti Kelaparan --- panen dan penghargaan pada palawija..............anti lapar lagi. Hidup di perkebunan Karet --- lantai rumah buruh, disebut Barak Buruh Pekebunan berlantaikan lembaran karet !  Belum ada lembaran lantai plastik.   Barang-barang dari plastik, dulu disebut "atom" --- barang kali karena baru saja Negeri Jepun dibumi-hanguskan dengan teknologi baru : Bom Atom untuk Hiroshima dan Nagasaki. Barak dan Kebun Karet yang melaut tidak pernah di bom Belanda. Kami pengungsi terasa aman --- tetapi banyak keluarga gerilyawan mengungsi di sana. Hidup di hutan karet (dan jenis lainnya) --- nyaman, mandi di sungai-sungai kecil yang jernih, banyak berjenis ikan dan udang yang berwarna-warni. Pakis-pakisan, rumput, bunga-bunga liar dengan kembangnya................sangat menentramkan hati. Suara tembakan jauh terdengar, suara bom serangan udara pun jarang terdengar dibanding hidup di dekat front. Melihat arah kemiringan batang pohon karet selalu searah --- seperti barisan anak-anak berbaju putih bermain-main Naga-naga-an. Cantik mengesankan. Pohon-pohon itu saling berpegangan searah angin dulunya dominan.  Cantik sekali. Dari sekolah kita mengerti Ilmu Tumbuhan --- maka di musim liburan begini, kami berlibur ke Perkebunan, dengan cara berpikir anak kota --- kami datang di sana dengan nama-samaran masing-masing. Berkesan dengan nama samaran Lanthana.   Lanthana  adalah pohon merambat dengan batang lunak berduri, bunganya merah-jingga (jenis jaman sekarang pendek-pendek dengan bunga berbagai jenis) --- Lanthana tumbuh menyemak dengan tumbuhan lain, saling mendukung, seperti Sisal, Sentani  dan pohon perdu lainnya --- di bawah Sisal adem dan tempat persembunyian --- buah lanthana adalah peluru untuk tulup --- senjata untuk bermain perang-perangan. Dor. Dor rododor ! Di halaman Sekolah SMA kami,  ada dua jenis pohon yang sangat mengesankan, telah berumur puluhan tahun, Angsana dan Pulai --- bila musim berbunga adalah pohon Pulai, dari jauh rombongan Anak Sekolah yang berjalan kaki atau berspeda, pasti mengenal bau harum bunga pohon itu --- sungguh bahagia pergi ke Sekolah mengikuti harumnya bau bunga.  Pohon Pulai di sekolah hanya satu, ia tumbuh dekat dengan shelter tempat penyimpanan speda. Pohon Angsana kini, di Jakarta kesannya, ringkih dan mengancam --- menjelang musim hujan, di tebangi dan dipangkas semena-mena --- takut tumbang dan patah menimpa manusia dan hartanya. Ada 3 pohon   Angsana  di Boulevard depan rumah berumur  antara 27 tahun --- merindang tempat hinggap dan berteduh para burung --- ada pula sarangnya di situ. Tinggi menjulang, teduh, indah dan menentramkan. Kombinasi dengan pohon-pohon di halaman --- Nangka, 2 batang pohon Nona, Palm, Inai, Kemuning, Flamboyan, Bambu Jepang, pohon Sende yang berbunga kuning --- ditambah Sekolah di Seberang rumah dengan bunga Bougenville yang tinggi, Pohon Duwet, Pohon Pinang Raja, Bunga Tanjung;  tetangga dengan pohon Kelapa Gading dan Mangga --- lengkaplah kawasan kami menjadi Hutan Mikro di dalam kota. Suatu saat. Pohon-pohon Angsana  di komplek di tebangi atau dipangkas --- kini pohon-pohon itu menjadi ancaman, karena batangnya muda dan rapuh. Tiga pohon di depan rumah tetap berdiri tegak kokoh dan liat cabang dan rantingnya. Jam 03.30 pagi ratusan burung mulai berkicau seolah-olah hidup tinggal di desa.................. Pohon Angsana di SMA itu dulu mungkin ditanam awal tahun 1900 --- karena sewaktu sekolah itu ia telah berumur lebih  50 tahun, kokoh dan liat. Begitu pula Angsana di dekat komplek paman --- sepanjang jalan Pohon Angsana berjajar, kokoh dan liat --- tingginya antara  30 meter, sama seperti di halaman sekolah. Ada pohon yang tinggi lainnya di dalam kota ?   Ada , 4 pohon Cemara setinggi lebih 50 meter di dekat Markas Mobrig (Mobile Brigade ) --- sekarang Brimob !.  Ke-empat pohon itu tempat bersarang Burung Elang ! Suatu saat akan kuliah di UNH --- begitu membaca di Encyclopedia bahwa itu terletak di Negara Bagian yang mengandalkan Hutan dalam Kehidupan Ekonomi dan Budayanya --- hati bersorak gembira. Memang kampus UNH berada di kota kecil Durham, di tengah hutan Pinus dan semak belukar yang sangat mempesona.  Selalu terkenang setiap menuju Bogor , di sepanjang Tol Jagorawi dan Kebun Raya Bogor (buatan Belanda itu). Pohon dan Tetumbuhan yang membahagiakan Kesadaran dan Bawah Sadar. Suatu saat bertugas mengelola kampus lebih  3 Ha --- ada bangunan dua tingkat dengan sejumlah properti, hanya ada beberapa pohon --- Terutama Pinang Raja. Segera ditanami dengan Pohon Ceprotan --- nantinya menjadi pohon besar dengan bunga berbentuk angsa --- dulu di kota kelahiran, di kantor-kantor perkebunan   dan komplek rumah dinas BPM -perminyakan --- pasti banyak pohon besar itu. Indah sekali melihatnya berbunga.  Sekarang lihatlah, mulai depan pintu masuk Tol Cikampek-Jakarta. Di Kopo, indah sekali --- mulai ! Di Kampus, setiap pagi mengamati tetumbuhan kecil-kecil, yang rumpunnya tidak lebih selebar jempol --- berpuluh jenisnya,  berbagai bentuk, berbagai bunga, berbagai warna, berbagai manfaat dan gunanya.  Mengapa Allah menciptakan tetumbuhan mini ini ? Kembali ke bingkai Jendela di rumah panggung --- tidak mengerti mengapa anak 4-5 tahun  itu bisa bersedih menyaksikan pohon Tualang yang tinggi itu tumbang ditebang Manusia .................peristiwa itu mengendap di dalam Sanubari. Manusia dicekam bencana dan bahaya --- dari Tsunami 2004 sampai angin Puting Beliung --- Orang Jakarta takut dan kuatir --- gempa mengancam, permukaan tanah menurun, intrusi air laut, dan macam-macam lagi hal yang menakutkan jiwa. Macet yang memacetkan jiwa. Pohon Angsana di Boulevard depan rumah, oleh pak Camat minta agar ditebang dipangkas --- kini cabangnya trubus dengan dahan yang lebih muda, pasti tidak lebih kokoh dan liat...............................rasa sedih kehilangan mirip sekali dengan suasana bathin kehilangan pohon Tualang 63 tahun yang lalu.......................(MWA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun