Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Money

Gunakan Instrument Pajak, jangan SBPU Pertamina [Tajuk Ide -37]

23 Maret 2011   02:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:32 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13008474861914470867

He Pemimpin --- gunakan wewenangmu dengan Instrument Pajak. Dikatakan Subsidi BBM salah sasaran --- memang iya ! Anggaran Belanja subsidi BBM puluhan triliun rupiah dikuras habis oleh Pemborosan, dipakai Orang Kaya, dimanipulir untuk diselundupkan ke luar negeri, dan berbagai tindakan manipulatif yang tidak bisa dikendalikan Pemerintah. Baik pelaksanaannya saat ini, mau pun Wacana-wacana yang pernah digulirkan kepada masyarakat. Yang rugi adalah "Kesempatan Rakyat menikmati kemajuan di bidang Kesejahteraan Sosial". Inilah yang menjadi Hakekatnya. Pemerintah dan DPR menunda penyelesaian Subsidi BBM, sementara harga minyak Internasional pasti bergejolak terus --- tanpa Indonesia mampu mengontrolnya.  Uncontrolable Factors ! APBN pasti akan jebol --- dan Inflasi juga tidak dapat dikendalikan dengan wacana demikian. Tidak Praktis ! Ide dan Wacana aneh-aneh sejak 2008 dikembangkan oleh Pemerintah --- naifnya pelaksanaannya oleh Petugas SBPU atau Pertamina, entah itu memilah kendaraan dengan Smart Card, Tahun Pembuatan, atau itu --- CC kapasitas mobil, wilayah pelaksanaan yang naif ; cara-cara yang tidak cerdas, secara teknis mengundang manipulasi pasar gelap --- karena disparitas harga ! Tidak Feasible ! Tidak Adil. Teori ekonomi memang meng-isyaratkan, bahwa suatu barang dengan dua harga --- pasti rawan manipulasi dan pasar gelap.  Sukar untuk diawasi atau dikendalikan. Atau memang selalu membuat Kebijakan yang memungkinkan Manipulasi ya ? Tetapkan satu harga Premium untuk semua Kendaraan dan Alat Produksi-Industri  --- lantas Pemerintah menggunakan Instrumen Pajak untuk memilah berbagai jenis kendaraan dan peruntukan, umpamanya :

  1. Kendaraan Rakyat , Alat Pertanian & Nelayan-Perikanan Rakyat dan Industri Kecil, Kendaraan Niaga, Angkutan Umum (darat-air-laut  yang bersifat perintis dan mendukung Ekonomi Kerakyatan) --- tidak dikenakan Pajak BBM
  2. Mobil, Kendaraan-Alat  Industri Tertentu (tergantung end user produk akhir), Mobil Mewah, Kapal Pengangkut, Kapal Penumpang, Kapal  Mewah (mendukung Industri pariwisata): dikenakan Pajak BBM sesuai keadilan tujuan pemakaian --- Pajak BBM dapat diperhitungkan secara adil.

Tentunya diperlukan Reformasi di Bidang Aparat Pajak diperkeras --- agar Birokrasi Pajak menjadi terpercaya, terhindar dari kesempatan tindakan suap dan korupsi. Penegakan Hukum terhadap Tindak Korupsi harus Keras dan Tegas (hukuman mati sampai kelipatan 5 tahunan --- dengan sistem remisi yang mempunyai tenggang waktu di atas 5 tahun) --- karena Tindak Korupsi adalah Kejahatan Luar Biasa, merusak sendi-sendi Budaya dan ber-Negara. Jadi di Pasaran, perbedaaan Harga hanya ditentukan oleh differensiasi mutu, proses produksi  dan marketing. Silahkan Pemerintah dan DPR segera bertindak cepat.  Selamatkan APBN dan Cita-cita Konstitusi --- Lakukanlah Politik Ekonomi Energi yang Cerdas. Sebagai Negarawan --- syaratnya Berfikir Cerdas ke depan, penuh Visioneri.  Kalau ingin berorientasi hanya kepada Kekuasaan jadilah  engkau pengurus partai politik saja. Aut Ceasar, aut nihil; atau Kaisar atau tidak semuanya (Suetonius, Caligula 37) --- ungkapan di suatu zaman yang mencitrakan bahwa kapasitas Ceasar dapat dipakai oleh keturunannya --- karena dianggap hebat *) Janganlah kekuasaan itu menjadi warisan bagi Budaya Retrogresif --- tetapi Kekuasaan adalah warisan estafet dalam Cakrawala Sejarah. Indonesia Raya ! Sudah banyak waktu dan gagasan serta wacana --- tetapi akhirnya tetap mengambang karena pertimbangan politis semata.  Bak kata pepatah dalam Gurindam : Kambing di parak panjang janggutnya --- hati enggan banyak alasannya. Selamatkan APBN, laksanakan peningkatan Kesejahteraan Sosial. Tabek tuan ! *)  Disadur dari Proverbia Latina, Pepatah-pepatah Bahasa Latin, B.J. Marwoto- H. Witdarmono, Penerbit  Buku Kompas, Jakarta -2004. **)Foto ex Internet JUJUR - ADIL - TEGAS !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun