Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mati di Jepang dan Mati di Libya; dalam Jejak Kesadaran [Filsafat – 09 Trilogi 2/3]

27 Maret 2011   03:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:24 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1301194974450326491

Mati adalah Dead-line --- tetapi ada pula yang berpendapat justru kematian adalah cara manusia kembali ke Kesadaran Supra --- Kesadaran Alam Raya, dari mana ia berasal.Jiwa Manusia yang memulai perjalanan kebahagiaan tanpa budaya.

Bahkan Publius Ovidius Naso, mengatakan : “Sebelum seseorang mati dan dimakamkan, tak seorang pun boleh menyatakan ia telah menemukan kebahagiaan “

Ovid adalah seorang penyair yang sangat ahli dalam percintaan --- banyak karyanya di bidang ini. Syairnya yang pertama adalah Amores ( Cinta-cinta), sejak itu karyanya yang menyangkut percintaan, merayu dan seni bercinta membuat ia terkenal.

Tetapi ternyata karyanya tidaklah semata seputar Cinta, pada saat berumur 52 tahun ia menulis Metamorphoses (Metamorfosa; peralihan bentuk-sifat). Karya itu meliputi 15 jilid. Dalam karyanya itu ia menggambarkan bahwa kehidupan penuh ketidak pastian, kegoncangan yang terus menerus dalam alam.

Ovid menemukan bahwa manusia penuh siasat angkara murka, ambisi ekspansionistis --- sebagaimana gambaran kekaisaran Romawi.

Ovid lahir pada 20 Maret 43 tahun sebelum Masehi, dan meninggal pada tahun 17 atau 18 setelah Masehi. Ovid mati dalam kesepian dan kekecewaan ---dalam pembuangan ke Romania, oleh Kaisar Agustus pada tahun 8 M.

Bagi manusia yang mati menemukan dead-linenya.Berarti berakhir di alam fana.Bagi manusia yang masih hidup, berarti kehilangan. Kehilangan manusia yang memiliki jasad motorik --- saatnya mati.

Dalam Kesadaran manusia yang hidup --- mati berarti terputusnya hubungan koneksi jasad.Manusia hidup ingin terus menghubungi jasad-jasad yang pergi dalam hubungan metafisis.Doa, memorial, epitaph, dan monumental karya manusiawi. Hubungan dengan kematian.

Sejarah dan Ilmu Pengaetahuan adalah filosofi bagi manusia hidup sebelum mati.

Berjuta-juta manusia mati demi Budaya kekuasaan politik --- sebelum mati mereka didera berbagai Derita dan Sengsara --- filosofi duka memberikan ajaran bagi manusia untuk menyongsong kehidupan sebelum mati.

Budaya yang diperlukan dalam kehidupan manusia.

Manusia mati dalam kerangka Budaya --- suatu kurun momentumbisa mati dalam Episode pembunuhan; seperti Krisis Perang Saudara di Libya dan,Serangan militer Sekutu Baratterhadap Rakyat Libya pada saat ini.Sekutu pun mempertaruhkan kamatian untuk kehidupan.

Itulah tragedi Kebudayaan.

Secara alamiah penduduk Jepang pun bisa mati --- meninggalkan dunia dalam Episode Bencana Alam.Susul menyusul bencana mengonggok-kan hasil budaya yang paling super.Di mana para jenazah bisa tertimbun, hanyut , hancur dan kembali ke alamnya.

Kesadaran manusia mengerti hasil budaya manusia tiada berarti apa-apa bagi kuasanya energi alamiah.

Terkubur ataukah tidak --- tidak penting bagi alam; jasad itu kembali, telah kembali.

Saat itulah ia mulai menemukan Bahagia --- tidak diributkan oleh Jaringan Budaya Manusia.Yang pelik.

Manusia di Bumi saat ini --- terperanjat dalam rasa kuatir.Kesadarannya menemukan bahwa, Budaya Nuklir yang dihasilkannya adalah bahaya riil.Realitas yang bisa diperhitungkan dengan nyata.

Selamilah dengan Kemampuan Kesadaran manusiawi, bahwa Tenaga apa pun , sekecil atau sebesar apa pun --- Tunduk kepada-Nya.

Budaya manusia tunduk kepada-Nya.

Manusia tidak kuatir pada masa yang telah berlalu --- Cuma pada keadaan “kekinian” ia memerlukan Kesadaran untuk bersiap menyongsong hari di depannya.Banyak hasil budayanya --- yang memanipulasi organ motorik di jasadnya.

Ia mencoba menebak “besok hari” dengan palmistry, grafologi atau pun frenologi --- gaya yang supra natural tergolong di sini

Kalau ia menyadari ke arah Kesadaran dengan proyeksi ke dalam --- ia akan menemukan akar masalah “yang dipikirkan”, gejala yang menjadi jaring-jaring tanda-tanya besar dalam kehidupan.

Hidup

Mati

Di antara itu budayanya, ingin menjawab dengan tarot, cartomancy, dadu, domino, tablet nasib, numerology, atau metode I Ching --- dalam hitung-hitungan antara eksakta dan tebak-tebakan.Ini juga mempunyai keterkaitan dengan kemampuan supra natural.Lho ?

Terkadang tidak jelas terkaitan Sabab-Akibat.Hanya perkiraan ada hubungan casualistis.Empiris-kah ?

Manusia berjudi dengan nasibnya, dengan aktivitas investasi dan asuransi.Dalam Budaya Manusia --- hidup dan kehidupan.

Manusia ingin menebak nasib baiknya --- terkadang ia terpuruk dengan kenyataan pahit nasib sial.

Kemalangan

Duka nestapa.

Satu lagi masalah sebelum kematian, yakni Kemiskinan.

Ia mencoba meramal kehidupan dengan gejala alam --- di langit maupun di bumi.

Ia tersandar memandang langit.

Secara transcendental, ia menemukan Ada Kekuasaan Yang Maha --- Di Sana.

Futurulogi dan Kemampuan Strategi Ilmu Pengetahuan --- ingin diterapkan manusiauntuk mencari jawab, sebagaimana cara yang diajarkan FilosufRudyard Kipling.Apa yang pasti di depan ?Dibuat perkiraan-perkiraan mencapai sasaran hidup --- semacam kemakmuran dan kesejahteraan.

Hanya Kesadaran tentang Kematian --- jawabnya.Tidak ada Bagaimana cara menghindari dalam hidup yang abadi.Mati.

Kesadaran Manusia seperti garis lurus --- yang disusupi gejalaBudaya yang mengacaukan, dari kiri kanan --- seperti gambaran duri ikan.

Ujungnya itulah, bahwa mati di Jepang yang disebabkan Bencana alami; atau mati di Libya karena mesin perang hasil budaya manusia --- pada hakekatnya sama saja.Tragedi Kemanusiaan.

Begitu pula kalau ada susulan Tragedi Bencana Nuklir di bumi ini. Radiasi nuklir menuju Kematian.

Manusia simpati kepada hal-hal kematian yang menimpa.Karenamenyadari, bagi mereka tiada mengerti jalan kembali ke Kesadaran manusiawi di bumi.Yang menemukan kematian, kembali pada Kodrat Kesadaran Supra.Di sana.

Apakah mereka harus kembali secara re-inkarnasi ?

Untuk apa Kesadaran itu ke Alam Fana --- yang kembaliitu hanya anasir alami kebendaan saja.

Hanya itu.

(bersambung Trilogi 3/3)

[caption id="attachment_97059" align="alignleft" width="300" caption="Beruntung sekali Kesadaran Manusia, diberi bekal --- Mampu dengan kata-katanya untuk Bertanya-tanya."][/caption]

*)Foto eks Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun