Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Vintage Dress dan Draperry Batik untuk Myrthe [Mini Cerpen – 62 Saptalogi 4/7]

29 Januari 2011   06:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:05 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption id="attachment_86282" align="aligncenter" width="655" caption="Warna dan Tekstur adalah Ukuran Kecerdasan Manusia"][/caption]

(1)

Mereka menuruni tangga seperti dua kekasih yang sedang kasmaran. “ Bapak Coklat hangat dengan satu donut isi srikaya. Mirthe pilih sendiri” Tengku Houd duduk menanti, ia melemparkan pandangan ke arah jalan depan mall, mobil, motor dan manusia berjubel. Myrthe meletakkan uang kembalian di sisi meja bidang Tengku Houd.

“Kamu berapa semester dulu kuliahnya ?”

“Hanya 6 semester bapak. Saya pernah bekerja 4 bulan di administrasi radio swasta, sewaktu SMK saya training administrasi di Pabrik tekstil di Majalaya”

“Pabrik menghasilkan apa ?”

“Sarung plekat dan handuk bapak”

Kamu senang pada warna apa ?’

“Coklat dan Oranye bapak”

“Kau tahu warna Biege ?”

“Beige ?”

Mereka berada di Pusat Perbelanjaan Mewah --- Myrthe tidak kikuk memeluk siku lengan kiri Tengku, mereka senantiasaserimbit. Mereka memasuki toko gemerlapandengan kaunter baju mahal dan bermerek. Etalase dan para Pramuniaganya yang cantik-cantik membuat mental Myrthe haru biru --- ia menurut saja. Ia tidak akan meminta barang apapun ---  merasa tidak akan terjangkau dalam naluri ke-wanitaannya.

“Mir, pakaian kasual itu urusan Myrthe sendiri, pilih sendiri --- tetapi kali ini pakaian dan parfum yang bapak senangi, Myrthe harus memakainya untuk bapak, ya “ Myrthe mengadahkan wajahnya.Mereka saling berpandangan dalam lirikan mata yang takjub.

“Kamu mengerti warna pastel ?”Myrthe hanya tersenyum.

“Warna adalah lingkungan yang mempengaruhi jiwa kita --- coklat dan oranye bagus, warna semangat, tetapi suasana bathin-mu harus diarahkan pada ceria, mewah, dan optimis”Myrthe mencubit lengan Tengku Houd.

(2)

Telepon berdering.

“Bapak di mana ?Kemari jam berapa  ?Bapak kalau malam kemari bawa martabak Jalan Buah Batu ya. Jangan malam-malam kemarinya.”

“De, aku sedang meninjau beberapa butik dan distro.Sahabatku si Tetty membuka Distro di Bogor, aku diajak modal peserta.”

“Terimakasih uang telah ditransfer --- datang ya biar lihat rencana Ade.Bapak, bagusnya rangka baja ringan apa kayu alam sih.Coba pak, berapa kalau kayu Balo satu meter kubik sekarang ?”Tengku Houd senang hubungan telepon segera berakhir.

(3)

Tengku Houd dan Myrthe dari Mall berpindah ke Cihampelas. Di sana Tengku Houd membiarkan Myrthe memilih sejumlah celana berbahan Jeans, kemeja dan blous.Mereka berpindah pula ke Boutique beken di kotaBandung.

“Ingat ya, tas paillettes ini engkau kenakan pada saat bersama saya saja.Begitu pula parfum tadi.Bau parfum itu khas  untukmu --- tetapi hanya cocok untuk pribadimu.Saya selalu membelikan parfum untuk istri dan anak gadis saya. Kamu anak gadis saya sekarang”.

Myrthe menghentikan langkah. Mata mereka saling beradu.

Tengku Houd memilihkan sepatu sandal dari bahan kulit anak sapi yang lembut dengan buckle logam --- tadiMyrthe telah memilih sepatu kasual lainnya.

“Apa kesan perjalanan kita sore ini ?”

“Sangat menyenangkan --- ymerasa menjadi Puteri Cinderella, ajaib --- bapak, tidak pernah terpikirkan untuk demikian gampang belanja barang-barang mewah dan mahal”

“Kapan-kapan bapak ingin membelikan kamu Evening suitewarna beige”

“Bapak Myrthe ingin pulang ke hotel bersama bapak”

“Malam ini tidak usah ya “

“Bapak capek, Myrthe ingin memijat bapak”

“Mungkin besok malam ya --- kamu tadi janji pulang jam berapa pada orang tuamu ?

“Kamu telah menyiapkan jawaban, apabila ditanya ibumu --- dari mana uang untuk membeli ini semua ?”Mereka salingberpandangan.

“Katakan kekasihmu membelikan !”Tengku Houd merasakan bau harum parfum Myrthe menyegarkan sekujur tubuhnya.Otaknya seperti makin cerdas.Myrthe melambaikan tangan dari jendela taksi.

(4)

Setibanya di dalam mobil Mercy Coupe-nya --- Tengku Houd menyandarkan sekujur tubuhnya di jok --- ia rebahkan jok, dan berusaha memejamkan matanya.Ia membayangkan seolah-olah ia baru saja mentraktir anak gadisnya : Maria Isthryani.

Sore ini Myrthe tampil juga melilitkan sal hijau kemarin malam.

Warna itu sangat disenangi Tengku Houd --- lantas ia tadi memakai blous putih dengan bordir kecil-kecil berwarna dominan hijau juga, seperti gambaran anak-anak sedang bermain ular naga, sampai ke krah blous itu..Celana Jeans gaya pensilnya. Pas benar --- dari tadi Tengku Houd selalu ingin membayangkan celah paha gadis itu. Jeans itu pas benar sejak pinggang paha dan betis gadis itu. Tengku Houd tersenyum.

(5)

“Pa, Tetty sudah sampai di Cianjur --- lantas pulang ke rumah Dago --- jumpanya besok saja ya pa. Tetty ngantuk pa. Papa harus membantu Tetty, ya“

“Ya, tunggu papa di rumah Tetty saja”

“Papa harus support ya !”Telepon ditutup dengan suara kecupan gadis itu.

(6)

Sebelum memutar U, Tengku Houd memberi dua suara klakson singkat, seperti biasa.Begitu sampai, pintu pagar Ce Ade telah dibukakan Fitri.

“Bapak ingin mandi “Biasa di rumah ini Tengku Houd sering minta dimandikan oleh Ce Ade.Ia menjadi kanak-kanak lagi, ia bahagia sekali dilayani CeAde --- dalam adegan dimandikan, mungkin jiwanya telah terpatri kisah hidupnya sebagai anak yang dimanjakan --- anak yatim piatu korban Revolusi Sosial di Sumatera Timur, yang dibesarkan Keluarga Lubis sejak dari Pangkalan Brandan sampai ke Yogyakarta.

Terkadang pelayanan Ce Ade dirasakan Tengku Houd sebagai obat yang memelihara vitalitas kejantanannya.

Dari mandi sampai pemijatan ringan yang sangat menyegarkan Tengku Houd, lantas biasanya Ce Ade mempunyai ilmu membangkitkan nafsu seks Tengku Houd --- kejantanannya berdiri, diredamnya.

“De, biarkan saya tidur sebentar”

“Tidak makan malam dengan haremis ?Sudah Ade panaskan”

“Saya tidur sebentar De “.

(7)

Tengku Houd tertidur setelah piyama dikenakan padanya. Lampu redup . Ia tertidur dengan tertelungkup dalam dekapan Ce Ade pada tengkuknya.

Seperti bangun sahur mereka makan malam. Ini satu lagi kelebihan Ce Ade.Ia wanita yang pintar sekali memasak.Haremis dan pepesan benter adalah kuliner andalannya untuk menghibur kekasihnya Tengku Houd.

Mereka berdua memang manusia di usia senja yang sedang mencari tempat bersandar ………………….

(8)

Tengku Houd telah bersahabat hampir tiga puluh tahun dengan keluarga Ce Ade --- diselingi lima perkawinan Ce Ade, yang selalu gagal.Hubungan mereka tetap bertaut, seperti sebuah persahabatan. Bagi Ce Ade setelah enam kali bersuami --- di tingkat umurnya sekarang, yang telah mencapai usia 55 tahun. Tidak ada kemungkinan untuk memperoleh lelaki yang dapat menjamin.Pasarannya sudah suram.Ia telah menjanda tiga tahun, ia mengharapkan Tengku Houd mau mengambil keputusan, memperistri-nya.

Bagi Tengku Houd ini adalah tahun ke-empat ia menjadi duda --- tetapi kalau dulu, ada alasandisiplin untuk mengawini wanita lain --- tetapi setelah ia pensiun dini --- selalu saja ia tidak mampu memutuskan untuk ber-poligami.Ia sangat menyintai Sri Isthira.

Tetapi sekarang, ditingkat umurnya ini --- ia merasa tidak akan tentram mengawini Ce Ade karena kuatir rongrongan masalah anak-anak Ce Ade yang selalu menimbulkan kerumitan bagi keluarga, dan juga dirinya.(bersambung Saptalogi 5/7)

Background ada di : http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/01/23/rahasia-ke-3-perawan-myrthe-yang-menawan-mini-cerpen-61-saptalogi-37/    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun