Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia; apakah Sial memerlukan Ruwatan ? [Wayang Kontemporer -13]

2 Oktober 2010   10:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:47 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 

[caption id="attachment_276481" align="aligncenter" width="300" caption="Terorisme, Korupsi, Anarchisme, satu lagi yang harus diperangi --- Bencana Kelaparan."][/caption]

 

 

Pak De Sugiyo adalah murid terakhir Dhalang Tukidjan --- tetapi tidak jelas alasan-nya sejak 2004 ia tidak mau lagi mendalang, bahkan sejak akhir 2009 ia nyepi ke desa Kamandhungan di Gunung Pati --- ia turun ke kota Ungaran, kalau perbekalan-nya hampir habis saja.

 

Di sana ia tinggal seorang diri --- setiap hari ia hanya membaca buku-buku filsafat dan Serat Pedhalangan Ringgit Purwa,  yang ada 37 jilid  itu. Setiap hari ia hanya mengkonsumsi sayur-sayuran yang ditanamnya sendiri --- ia hanya memasak  bubur nasi yang dicemplungi sayur-sayuran --- cara masak itu ia tiru dari sahabatnya Orang Flores, Kayetanus Solapung --- sewaktu mereka sama-sama menjadi perantau di Jakarta.

 

Sekali-kali saja ia memasak mei instant --- maklumlah ia hanya pensiunan Departemen Keuangan tingkat  rendahan di Semarang --- maka ia heran mengapa Orang-orang pangkat di Kementerian Keuangan di Jakarta dan di Ditjen --- duitnya beratus milyar.  Bagaimana cara mengkorupsinya. Pak De heran kalau sekali-kali ia mendengar radio, atau nonton tivi atau ada Koran dibelinya.  Dia tidak mengerti mengapa para koruptor itu tidak disebut pengkhianat yang harus dihukum mati saja ( lawan patriot pembayar pajak = pengkhianat, seperti dulu jaman revolusi)

 

“Assalamualikum ya, Akhiiiiiiiii”  terdengar suara tamunya, sedang menapaki tangga dari jalan desa

“Alaikummussalam warkhmattullahi wa barakatuh” Pak De Sugiyo menjulurkan kepalanya ke luar jendela.  Ada dua tamunya, mereka saling berangkulan, yang satu malah langsung ke dapur meletakkan oleh-olehnya.

 

“De, desa kami di Mrican Popo akan mengadakan pertunjukan Wayang semalam suntuk pada Selasa Kliwon bulan depan ……….. rakyat pada bingung, desa kami tidak mengerti apa-apa  --- mengapa warga terus mati konyol, De.  Indonesia ini sialan, apakah desa kami yang sialan ?  Coba sejak akhir tahun 2009 --- 3 TKW desa kami mati mengenaskan, 7 dipulangkan karena sakit jiwa, ada TKI  di Sarawak karena sebagai pendatang haram, kena dihukum cambuk --- patah tulung iga, sak iki sengkle.  Kemarin ada lagi berita 3 TKI dan 1 TKW kami tertuduh sebagai pembunuh majikan ---- malah ini baru kabar, apakah si Paino anak Kang Sujarwo turut ditimpa beton ambruk di Taiwan “………………. Pak De diam tafakkur saja.

 

“Malah kemarin penganten baru pulang sowan mertua di Palmerah --- modar kejepit di wagon kereta api --- apa memang desa kami perlu pertunjukan wayang.  Nah, saya datang pada sampeyan, pilihkanlah carita yang sesuai pakem untuk Ruwatan. Ini dawuhnya pak Lurah Kuncung “.  Pak De Sugiyo tetap merenung saja --- termangu-mangu.  Tiba-tiba ia angkat bicara.

 

“Le, le --- bukan desamu saja yang sial --- jangan-jangan Indonesia-nya yang sialan.  Coba orang Korupsi hukuman-nya hanya beberapa tahun saja , potong remisi ini-itu --- konon berkelakuan baik, langsung bebas.  Ada malah mendapat grasi .  Sebaliknya kalau orang melaporkan ada tindak mafia hukum, mafia pajak, mafia ini-itu yang merugikan Negara dan Bangsa --- baru tuntutan saja bisa lima tahun sampai 12 tahun. ‘kan aneh ?  Itu namanya sialan………..”. Panjang lebar ulasan Pak De sekitar berita-berita korupsi dan mafia yang merugikan Bangsa dan Negara Indonesia, tidak mendapat ganjaran yang setimpal.  Rupanya walaupun ia terpencil ada kalanya ia mengikuti berita --- dari radio rotinya atau pun HP Doraemon-nya.

 

Nyerocos saja si Mono, satpam desa yang menyertai Kang Juki, “ Mbah, rakyat banyak yang sakit hati dan dendam mbah !”

“Itulah yang menyebabkan sial --- sial dangkal !   Apabila kawula sudah mengutuk maka laknat pun akan datang beruntun --- aneh-aneh dan tidak di sangka-sangka “.

“Kalau kereta api bisa tabrakan menyeruduk itu --- itu bukan keanehan tetapi ‘kebodohan’ --- yang ditimbulkan oleh demoralisasi dalam manajemen perkereta apian --- setiap orang sekarang di otaknya itu bagaimana caranya menelep uang seperti pejabat-pejabat --- sehingga sistem dan budaya dalam perusahaan tidak produktif --- tetapi mismanagement dan koruptif “ lagak sekali kang Juki memperjelas topik itu – ia telah mendapat sejumlah sintesa yang diutarakan berbagai pihak.  Pak De Sugiyo hanya mendengarkan saja.

 

“Mbah bagaimana kalau lakon ‘Murwokolo’ . Endingnya ‘kan cantik itu mbah”  pak De Diam saja, kemudian meng-angguk-angguk.

“Murwokolo, menceritakan Batara kala meminta jatah makanan berupa manusia sebanyak 36 macam,  atas kesalahan-kesalahan manusia yang ada sejumlah 136 jenis “

“De, itu hitungannya 136 jenis kesalahan manusia harus ditebus dengan 36 macam manusia ?  --- (dengan kalkulator HP) sama dengan 4896 jiwa.  Sekarang sudah berapa ?  Jenis dan macam-nya berapa ?“  Wah – Kang Juki belagak lagu kontemporer dia.

 

“Ingat wasiat almarhum Dhalang Tukidjan --- ikut enggak dulu mendengarkan ?  Kedua tamunya menggelengkan kepala *)

“Mengerikan --- Tarakan berapa kemarin itu, lantas Buol, Manokwari, Medan, Jakarta,  Longsor di mana-mana berapa, banjir bandang berapa, gunung meletus, galian pasir, kecelakaan lalu lintas --- wah fantastis-lah jumlahnya…………”  Tampaknya Pak De Sugiyo sangat terpengaruh dengan tamsil dan iktibar dan tafsir segala gejala alam --- karena gurunya, dan dari sintesa bacaannya pun demikian. Panjang lebar pula ia menguraikan perubahan cuaca dan pengaruhnya terhadap panen dan pertanian.

 

“Kenaikan produksi beras hanya 1 persen --- tetapi kenaikan jumlah penduduk lebih 2 persen --- hitung sendiri akibatnya.  Bagaimana kalau hasil barang ekspor Indonesia juga merosot --- apa enggak krisis nantinya.  Devisa dan ekonomi Indonesia bisa krisis.  Memang Pak De walau pun pegawai rendahan Depkeu --- tetapi jebolan fakultas ekonomi yang enggak tammat.

 

“Jadi piye baiknya De ?’’

“Sebaiknya ruwatan dalam arti Doa kita buat Desa, Pulau Jawa dan semua kepulauan Nusantara  --- buang sial, berdoa buat Kemakmuran dan agar Allah mengurangi beban Rakyat Indonesia --- ingat ‘kan korban gempa dan tsunami Aceh adalah lebih duaratusribu orang“

 

Lakon apa itu De ?”

 

“Mainkan lakon Srimulih --- agar kita semua berdoa, jangan ada bencana kelaparan yang mengerikan --- bisa lebih 5000 orang akan musnah, dan satu dan dua generasi Indonesia menjadi orang bodoh dan dungu --- sekarang saja karena 9 kesalahan Orde Baru yang harus di-Reformasi, sudah membikin satu generasi mengalami pemiskinan oleh Korupsi --- lantas berbaur pula generasi tunas yang akan menjadi Orang Miskin --- itu semuanya secara filosofis disebabkan Budaya Korupsi. “  Pak De diam merenung (terbayang wejangan Ki Dhalang Tukidjan), kedua tamunya pun bergidik --- karena membayangkan orang miskin yang mati antri sembako atau sedekah dan amplop --- bahkan satu tewas sewaktu akan halal bi halal dengan presiden.

 

“De, dari 136 lambang kesalahan itu Negara Kesatuan Republik Indonesia telah berbuat berapa ?”

“Maaf --- Nei, Nei, No, No, --- NKRI tidak berbuat salah, Rakyat tidak berbuat salah, Ideologi dan Falsafah Negara tidak salah, Konstitusi tidak bersalah, Wilayah Nusantara tidak berbuat salah --- malah itu tadi salah satu kesalahannya adalah,  Kemakmuran Rakyat yang dicuri beramai-ramai --- koruptor dibuat terhormat, Rakyat malah dihinakan dengan Raskin, pembagian duit dengan budaya enjot-enjotan,  pengangguran, stress, depresi --- yang memperbuat salah adalah Para Pemimpin, para Birokrat, para Aparat --- mereka tidak sadar-sadar, dan Pemerintah pun tidak bertindak cekatan membuat ‘kejutan’ --- menembak mati para koruptor….”   Hening sejenak.

 

“Kalau yang salah dalam kasus manajemen kereta api harus dihukum setimpal ………konon --- harusnya buatlah kejutan Orang Ditjen Pajak yang mempunyai harta 800 milyar lebih, dan terbukti bersalah ………..hukum tembak mati !  Seperti sudah 2000-an lebih Koruptor ditembak di Cina “

 

“Mari kita berdoa agar keadilan dan hukum ditegakkan di Negeri ini --- manusia yang dituntut  sebagai korban, oleh dan  untuk Batara Kala --- kita hidangkan dengan tembakan senapan !  Setuju ?”   Tanya Pak De Sugiyo kepada para tamunya, dan dilanjutkannya.

 

“Doa kita kita simbolisasikan dengan lakon Srimulih --- Batari Srimulih , menitiskan semangatnya  kepada Dewi Sri puteri Prabu Mahapunggung di Purwacarita ---  Dewi Sri dibawa ke Wirata sebagai Dewi Kemakmuran, dan anugrah Dewata untuk menjadikan Negara ‘  Punjang-punjung Pasir Wukir Gemah Ripah Loh Jinawi  --- Tata Tentrem Kerta Raharja……………………..

 

“Janganlah ada Bencana Kelaparan, KKM Kemungkinan Kurang Makan, Salah Gizi, Gizi buruk  --- jangan buat pula kesalahan baru dengan ‘menipu memakai istilah-istilah yang menyesatkan Rakyat’  --- kalau para Koruptor makan kenyang,  sandang berlebihan, rumah dan investasi bersifat dana abadi --- Rakyat malah lebih berhak sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 Amendemen. Rakyat berhak akan kemakmuran dan pelayan publik --- Res Publika !”  Pak De Sugiyo menuliskan semacam surat singkat buat Lurah Mrican Popo.

 

Mereka berpisah berpelukan seperti Teletubbies --- setelah Pak De Sugiyo mengimami Sholat Ashar.

 

*)    

 

http://hiburan.kompasiana.com/group/gosip/2010/02/11/wayang-kontemporer-05-sabda-batara-kala-kepada-dhalang-tukidjan/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun