Ini Amanat Konstitusi, dinyatakan pada Bab XIV Pasal 33 Ayat (1) sampai dengan (5). Terminologi Demokrasi Ekonomi digunakan pada ayat (4). “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas Demokrasi Ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Di dalam teks kenegaraan, maupun banyak para ekonom dan politisi, juga menggunakan terminologi Ekonomi Kerakyatan untuk menyatakan maksud konstitusi tersebut. Perdebatan atau mencari bentuk sistem perekonomian tersebut sudah berkembang sejak Undang-Undang Dasar 1945 sebelum di-amendemen --- sejak era Orde Baru, sampai kini (setelah era Reformasi 1998 melalui empat tahap proses amendemen di MPR) kita mengikuti perkembangan perwujudan konstitusi itu --- rakyat tidak sempat untuk menghayati proses perekonomian itu --- dengan cara apa Politik Perekonomian berlangsung --- Rakyat hanya membutuhkan dan akan langsungkan merasakan, apa hasilnya --- outcome dari pada berlangsungnya Kebijakan dan Landasan Hukum yang berlaku.
Kaum politisi yang berada di Ekskutif, Legislatif, dan Yudikatif-lah yang saling “check & balance” terhadap perundang-undangan dan kebijakan yang berlangsung --- tentunya, serta semua stake holder, para pelaku ekonomi yang terlibat dalam proses sistem perekonomian itu bekerja.
Sistem itu harus bekerja atas dasar :
- sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
- prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
- untuk menghidupi bangsa dan negara sebagai mana Amanat Konstitusi. Inilah tujuan “Mengapa Negara” harus menyelenggarakan Sistem Perekonomian Nasional NKRI.
Ekonomi pada hakekatnya untuk menghidupi Bangsa dan Negara --- Sumber Daya Bangsa ini tidak bisa menghidupi tanpa adanya Sistem Perekonomian yang tersusun bersumber pada Konstitusi. Sumber Daya tidak dapat menghidupi Bangsa dan Negara kalau Sistem Perekonomian tidak produktif menghasilkan Pemuasan Kebutuhan dan Sumber Daya Berkelanjutan.
Ini tiga baris kalimat yang ditanamkan oleh Lagu Kebangsaan Indonesia Raya :
“Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku
Bangsaku, rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”
Jaringan, network, mapping --- ideologi dan falsafah Nasional --- untuk mewujudkan dan menerapkan Kebijakan Political Economy --- sebenarnya telah tersedia. Apa lagi ?
Memang. Bangsa ini tidak bisa hidup sendiri di Dunia ini --- ia dipengaruhi faktor eksternal, kekuatan asing yang juga mempunyai motif ekonomi yang rational maupun bersifat “Colonialized” dan “imperialized” --- mereka ingin menghisap Sumber Daya Indonesia untuk menghidupi Bangsa dan Negara mereka. Mempertahankan tingkat kepuasan kemakmuran yang telah mereka capai, dan ber-kehendak untuk “melanggengkan” sistem yang menguntungkan perekonomian antar negara itu. Mengapa ?
Setelah Republik Indonesia merdeka , kita sebut saja ada tiga era Kebijakan Perekonomian Nasional --- yakni masa setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, “ ………Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya……….”. Ya itu, kalimat yang bersifat pelaksanaan kekuasaan Negara Merdeka. Indonesia menegakkan kedaulatan ekonominya ………tetapi masa itu, setelah Proklamasi Kemerdekaan --- Otoritas Jepang, Sekutu dan Belanda, kaum Kapitalis yang mempunyai investasi di Hindia Belandia ------ tidak tinggal diam mereka memerangi Republik Indonesia untuk kembali meng-colonialize dan meng-imperialize Indonesia. Berkecamukan perjuangan mempertahankan kemerdekaan serta perekonomian untuk menghidupi bangsa dan negara --- perjuangan diplomasi dan segala upaya untuk eksistensi bangsa ini.
Era kedua setelah Dekrit 5 Juli 1959, yang memberlakukan kembali Undang-undang Dasar 1945, Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin --- sistem perekonomian dilandaskannya pada Komando --- dengan alur Sosialisme Indonesia, konon.
Era itu menghasilkan perekonomian yang gagal total --- dikoreksi oleh Orde Baru. Perekonomian Indonesia dilaksanakan dengan beberapa kali Rencana Pembangunan Lima Tahun, dilengkapi dengan visi ke arah Rencana Jangka Panjang 25 tahun --- hasil pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang diselenggarakan dengan susah payah, akhirnya amblas --- perekonomian Indonesia tidak menemukan jalan dalam menghadapi krisis moneter Asia --- yang dimulai di Thailand (1997). Rambatan krisis moneter itu menggiring Pemerintah Orde Baru dalam perangkap utang IMF. Krisis meluas ke segala ranah, krisis politik mengakhiri Pemerintahan era Ode Baru.
Era ketiga, setelah Gerakan Reformasi berhasil meng-amendemen UUD 1945 --- yang meletakkan sejumlah koreksi terutama di bidang Politik, Ekonomi, Sosial , Budaya – Pertahanan dan Keamanan. Reformasi tidak sedikitpun merubah NKRI secara Ideologi yang tertanam di Preambule Undang-Undang Dasar 1945 + Amendemen.
Proses Reformasi masih berlanjut sebagai konsekwensi amendemen konstitusi, koreksi terhadap ketahanan ekonomi dan sosial --- ini yang mungkin juga harus dikaitkan dengan proses sistem perekonomian kita --- pengaruh Budaya, strategi kebudayaan Indonesia juga harus dipersiapkan. Karena Demokrasi Ekonomi Indonesia itu dilandaskan pada Falsafah Pancasila. Pada Nilai dan Norma yang historis --- dari negeri jajahan dengan sistem feodalisme, kolonialisme dan imperialisme --- menuju ke Demokrasi Ekonomi yang sarat nilai.
Memang selain Demokrasi Ekonomi, terminologi konstitusi, atau Ekonomi Kerakyatan --- juga ada ekonom yang menggunakan , Ekonomi Pancasila --- antara lain Profesor Mubyarto. Memang di era Orde Baru itu, pemerintahan Pak Harto menggunakan istilah Demokrasi Pancasila untuk mengindikasikan demokratisasi di Indonesia.
Di era reformasi ini --- pelaksanaan sistem perekonomian kita. Sebagai konsekwensi hubungan dengan IMF dan Bank Dunia, serta sejumlah Forum Ekonomi yang dikendalikan Negara Barat yang menerapkan perekonomian neo-liberalisme --- tak pelak berkembang arus yang saling bertentangan --- kalau di era Orde Baru, perekonomian yang konon dikendalikan oleh Mafia Berkeley, kini di-indikasikan adanya arus Neo Liberalisme yang menyusup pada kebijakan perekonomian.
Tulisan ini berupa serial, selain pemikiran penulis, juga akan mengutip beberapa pemikiran tentang Demokrasi Ekonomi dari penulis Indonesia dan Asing --- Maka sebaiknya kita kutip pengalaman sejarah bangsa Indonesia dalam pembangunan ekonominya, dari buku Prof. Mubyarto, Ekonomi Pancasila, Gagasan dan Kemungkinan. Buku itu merupakan himpunan dari beberapa kuliah dan ceramah beliau di masa Orde Baru.
Untuk melengkapi gambaran kita kutipkan, “…….mengaitkannya dengan perkembangan politik bangsa, kita usulkan periodisasi ‘ekonomi politik’ Indonesia ke dalam siklus 7 tahunan sebagai berikut :
v 1945 – 1952 : Ekonomi Perang dan Gerilya; Pembumihangusan prasarana ekonomi, ekonomi dualistik; (dari penulis; Ekonomi Nasional dan Ekonomi Kolonial)
v 1952 – 1959 : Pembangunan Ekonomi Nasional , Kelahiran Perusahaan –perusahaan Negara hasil Ambil-alih;
(dari penulis; Pembangunan Nasional Semesta Berencana)
v 1959 – 1966 : Ekonomi Terpimpin, Perekonomian memburuk karena politik menjadi ‘panglima’;
v 1966 – 1973 : Perubahan drastis dalam kebijaksanaan ekonomi, Ekonomi menjadi ‘panglima’. Ekonomi Terpimpin menjadi Demokrasi Ekonomi;
v 1973 – 1980 : Ekonomi Bonanza Minyak, Pertumbuhan dan Pemerataan;
v 1980 -1987 : Ekonomi Pasca-Bonanza Minyak, Ekonomi Keprihatinan
v (1987 – 1994 : pen. tidak ada indikasi dalam buku itu, akan kita susulan data & kesimpulan dari sumber lain)
v 1994 – 1998 : pen. 1997 krisis moneter Asia yang dimulai di Thailand, hal mana bagi Indonesia menimbulkan krisis multi-dimensional --- berakhirnya Pemerintahan Orde Baru Mei 1998). Di akhir 1996 Letnan Jenderal (Purnawirawan) R. Soeprapto ( selaku Ketua Umum IP-KI), bekerja sama dengan Lemhannas, menyelenggarakan Seminar Demokrasi Ekonomi --- yang hasilnya berbentuk Rancangan Penetapan MPR, yang akan diserahkan kepada Sidang Umum MPR tahun 1998. Antara tahun 1997 hingga menjelang Sidang Umum --- gagasan RANTAP tersebut diperjuangkan ke Partai-partai, Ormas dan Lembaga-lembaga yang bisa mempengaruhi kesuksesan gagasan tersebut.
Periodisasi Profesor Mubyarto itu,untuk sekedarkan memberikan gambaran perjalanan penerapan Demokrasi Ekonomi (menurut UUD 1945) dalam kurun waktu sebelum era reformasi.
Seperti kita sadari kurun waktu sejak era reformasi --- krisis moneter telah sangat menyita perhatian pemerintahan untuk mengatasi kemelut BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) --- utang talangan, asset management dari Settlement bank-bank yang terlibat --- sampai sekarang pun Negara dan Rakyat Indonesia harus melunasi cicilan utang dan bunga dari tindak kebijakan yang sangat mahal itu. Sehingga tidak terpikir bagaimana lebih jauh membangun kembali sistem perekonomian berdasarkan Demokrasi Ekonomi.
Dengan perundang-undangan yang ada, baik yang menyangkut APBN, masalah utang luar negeri dan pengelolaan utang, pembangunan, kebijakan fiskal & moneter, kerja sama ekonomi dan perdagangan luar negeri, perindustrian, ketenaga-kerjaan, dan kebijakan praxis yang pro rakyat --- akan dikaji dari resultantenya yang dinikmati Rakyat. Berupa kesempatan kerja dan usaha, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan dan lain-lain yang dijanjikan konstitusi. Di samping fokus pada Sandang, Pangan, dan Papan.
Memang Demokrasi Ekonomi berdasarkan konstitusi sarat akan Nilai --- sehingga kita berkesempatan untuk mengkajinya dari Sisi Budaya dan Filsafat --- apakah kita telah berbuat menuju pengembangan Sistem Perekonomian yang dimaksudkan konstitusi. Semoga 100 tahun kemerdekaan Indonesia, putera Ibu Pertiwi telah menjadikan Negara dengan konsep perekonomian-nasional-nya, yang memang bisa ditrapkan untuk kemakmuran --- masyarakat yang adil dan makmur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H