Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Resensi (01) Konfrontasi Peradaban – Bab 1 Buku Akbar S. Ahmed - 2

16 Mei 2010   09:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:10 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah memang ada konfrontasi antara Peradaban Islam dengan Peradaban Barat (terutama Amerika Utara dan Eropa Barat) ? Itu menjadi pertanyaan kita, setelah membaca Bab 1 buku Akbar S. Ahmed Rekonstruksi Sejarah Islam Di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban. Terutama sejak terbitnya buku Profesor Samuel P. Huntington The Clash of Civilization, di mana dikemukakannya bahwa setelah blok Komunis ambruk --- kemungkinan clash tinggal Peradaban Barat menghadapi lebih dahulu Peradaban Islam atau Peradaban Konfusius --- apa memang perlu ?

Bahkan ada pengamat Geopolitik telah menyimpulkan, bahwa konon sedang berlangsung clash tersebut antara Peradaban Islam dengan Peradaban Barat. Kembali pertanyaan kita apa perlu-nya ? Mungkin menegakkan hegemoni belaka, seperti perang-perang jaman beheula.

Perang Salib, dari buku Carole Hillenbrand, Perang Salib - Sudut Pandang Islam, penterjemah Heryadi, Penerbit PT Serambi Ilmu Semesta, cetakan kedua Mei 2006. Carole Hillenbrand adalah seorang Guru Besar Studi Islam dan Bahasa Arab di University of Edinburg.

Dalam prolog buku tersebut Hillenbrand menyatakan, " Perang Salib , demikian menurut sudut pandang Barat, merupakan serangkaian operasi militer --- paling sedikit terdiri atas delapan babak --- yang didorong oleh keinginan kaum Kristen Eropa untuk menjadikan tempat-tempat suci umat Kristen dan, terutama, Yerusalem masuk ke dalam wilayah perlindungan mereka. Bagi pihak Barat, Perang Salib dimulai tahun 1095, ketika Paus Urbanus II menyerukan maklumat perang sucinya yang terkenal, sampai abad kelima belas dan bahkan abad selanjutnya, meskipun banyak yang berpendapat bahwa penaklukan Acre pada 1291 merupakan akhir usaha keras Tentara Salib melawan negara-negara Islam di sepanjang kawasan Mediterania timur. "

Baik bagi pihak Muslim maupun pihak Barat ---- fakta sejarah ini menjadi bidang studi yang berkepanjangan. Baik semata-mata untuk studi kesejarahan, maupun bidang-bidang keilmuan yang lainnya. Tetapi pada kali ini penulis (MWA) menjadikan kronik sejarah itu sebagai penghubung pada perkembangan kontemporer --- terutama menyangkut buku Akbar

S. Ahmed, yang memaparkan sikap pluralisme yang telah diakui oleh masyarakat di Barat.

Ahmed dalam bukunya mengemukakan Ide-ide utama dari keduanya, diungkapkan melalui proses globalisasi dan radikalisasi yang berputar-putar dan berkisar di sekeliling dunia seperti sebuah badai atmosferik. "Para analis banyak melihat konfrontasi tersebut dalam term kiamat (apoclyptic) dan menyebutnya perang salib baru" (dalam tanda petikan, kalimat asli dari Ahmed).

Situasi konfrontatif, sebagai mana disebutkan --- mungkin hanya berada pada tatanan politis ---- katakanlah, ucapan Presiden George W. Bush, sewaktu menghadapi kepanikan insiden penabrakan Menara Kembar WTC oleh dua pesawat, ia terlanjur berucap : " Kita lanjutkan Perang Salib". Perlukah ?

Apakah perang di Irak, di Afghanistan, dan Pertikaian Arab-Israel, atau kemelut Timur Tengah yang berkepanjangan ini bagian dari --- strategi perang salib yang diucapkan Bush ? Apakah ada manfaatnya bagi Perdamaian Dunia ? Apakah ada manfaatnya bagi misi Islam "Rahmat bagi Seluruh Alam" ?

Pemimpin Islam belum terdengar menyatakan persoalan perang ini --- ada faksi yang melakukan perlawanan, mereka berperang di negerinya dan menyerang di sasaran Barat dalam konotasi ideologi mereka, per geopolitis --- tidak ada sikap seluruh Umat Islam secara fatwa terhadap perang global semacam itu.

Islam tetap bersikap "Rahmat bagi seluruh Alam".

Lebih satu miliar umat Islam di lebih 50 negara Muslim saat ini --- bahkan ada lebih sepuluh juta jiwa berada di negara-negara Barat sebagai penduduk negeri itu. (disadur dari paragraf Ahmed). Selanjutnya dikatakannya, "Konfrontasi adalah sesuatu yang tidak perlu dan tidak diinginkan; selain itu, ada banyak persamaan pada kedua peradaban tersebut dalam pemikiran maupun dalam realitas kemasyarakatan. Inilah yang makin perlu dieksploirasi. Kita butuh kemampuan untuk memandang orang lain dan berkata : ‘Kami paham bahwa kalian berbeda, tapi kami juga paham terhadap perbedaan kalian'."

Islam mengenal keseimbangan antara kebutuhan hidup "dunia" dengan kewajiban "din" (agama) --- selanjutnya memakai kalimat Ahmed " seorang Muslim yang baik harus berpartisipasi dalam keduanya." Hal ini menurutnya sangat dekat dengan pemikiran dan realitas kemasyarakatan di kedua peradaban itu. Ini berarti suatu sikap yang matching dengan Pluralitas antar agama. Apa lagi ?
Dilanjutkan dalam tulisan Ahmed, "Meskipun ada suatu hasrat yang sungguh-sungguh dari Barat untuk memahami, orang-orang di sana mempunyai suatu masalah dalam memahaminya, barangkali karena pengalaman-pengalaman saling bermusuhan dalam seribu tahun terakhir."

Akbar S. Ahmed menganjurkan, kesalah pahaman pihak Barat dalam banyak kasus , atau --- katakanlah dalam hal "peranan wanita dalam Islam".

Barat banyak mengalami kekeliruan --- mereka memakai sikap orang Eropa pada masa-masa Abad Pertengahan --- mereka keliru, dengan melihat fakta sejarah bagaimana Eropa memperlakukan wanita di masa itu. Dengan kata-kata Ahmed, " Hal ini sangat krusial tidak hanya untuk membangun jembatan penghubung dengan orang asing lainnya, tapi juga untuk mengusir prasangka buruk di dalam diri mereka sendiri ."

Memang Ahmed yang hidup di tengah-tengah masyarakat Barat --- dapat memberikan koreksi dengan studinya dalam rangka menyusun bukunya ini --- ia cek ulang akar pemikiran Barat yang keliru itu, ia rekonstruksi fakta-fakta sejarah. (Kita akan mengetengahkan cara Ahmed menjelaskan segala kekeliruan di dalam masyarakat Barat terhadap Islam --- pada seri berikut-berikutnya).

Ditulisnya, "Umat Muslim mengeluh telah dijajah oleh Barat dua kali secara politik dalam abad sebelumnya dan kemudian secara budaya dalam abad ini. Tapi Eropa juga mempunyai kenangnya sendiri tentang penaklukkan Islam dalam abad-abad pertama setelah Islam muncul. Spanyol dan Sisilia berada di bawah dominasi Muslim selama berabad-abad, dan pasukan-pasukan Muslim dihentikan menaklukkan Perancis oleh Charles Martel pada abad ke-18. Vienna hampir ditaklukkan dua kali, usaha yang kedua dilakukan pada abad ke-17. Maka inilah saatnya berhenti ...............dan mulai melihat realitas-realitas baru dan masa depan."

Baik sekali cara Ahmed memetakan geopolitis yang dihubungkan dengan geografis dan demografis saat ini, "Hanya beberapa dekade yang lalu masih mungkin membagi Islam dan Barat ke dalam wilayah-wilayah geografis yang terpisah, bahkan mereka rupanya ditakdirkan hidup dalam benua yang berbeda. Tidak lama kemudian ini menjadi tidak tepat lagi. Pada 1980-an kita telah sadar tentang bagaimana saling berhubungannya dan saling terjalinnya dunia modern yang sebenarnya. ...................................bagaimanapun juga video, televisi, faksimile, internet dan komunikasi satelit memastikan bahwa setiap orang di planet ini mempunyai akses terhadap ide-ide dan program-program secara umum ; ini menjadikan satu peradaban selalu terhubung dengan peradaban lainnya."

Perang Teluk 1991 membuka mata umat Muslim betapa Amerika menegakkan hegemoninya untuk menjamin persediaan minyak yang terus menerus agar gaya hidup materi dunia Barat yang tinggi dapat dipertahankan,........................." Perang itu di sisi lain membangkitkan perlawanan umat Islam, bahkan bagi mereka-mereka yang masih sangat tradisional sekali pun --- mereka menyadari adanya kekuatan yang terselubung yang menguasai mereka tapi mereka tidak dapat secara penuh memahami atau mengendalikan -nya."

Dalam bab ini Akbar S. Ahmed banyak memberikan gambaran, bahwa kesalah pahaman antara Peradaban Islam dan Peradaban Barat , bukan saja adanya fakta sejarah yang sudah berakhir --- sudah tidak menjadi modus atau pun momentum lagi. Tetapi ada juga perkembangan sejarah kontemporer --- penguasaan sumber-sumber daya, visi pertentangan geopolitis antara Kebangkitan kembali Rusia, bangunnya Cina menjadi super power baru --- di bidang ekonomi dan militer. Kekuatan itu diletakkan Huntington secara teoritis, juga penentang Peradaban Barat. Percaturan Geopolitik-lah yang ingin dipaksakan dengan mengumbar isu-isu usang pertentangan dan kesalah-pahaman.
Apakah berguna ? Dalam bab-bab berikut, kita akan mempelajari buku tersebut.

Akbar S. Ahmed adalah seorang antropolog, penulis dan komentator tentang Islam. Pengajar di Selwyn College, Cambridge, dan pernah menjadi Profesor Tamu di Institute of Advanced Study, Princeton dan Universitas Harvard. Ia juga mengerjakan Serial tentang Islam pada BBC.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun