Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mini Cerpen (29) Myani Spontan Ingin Mati

7 Mei 2010   07:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:21 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modus operandi penggelapan pajak seperti yang terbongkar di Surabaya itu --- sebenarnya praktek lazim di kantor pajak di seluruh Indonesia. Myani sebagai pegawai swasta mengerti sekali caranya. Karena teman-teman sesama swasta pengurus setoran pajak --- diajari atau tidak diajari pun --- secara otomatis memasuki jaringan dan praktek itu. Sama-sama untung --- tidak peduli Negara rugi, Perusahaan rugi atau Rakyat rugi.


Keluar dari mobil mungil mewahnya --- badan Myani sudah panas dingin, seperti ada radang di tenggorokan. Waktu kasus Gayus mencuat ia tidak begitu peduli --- ia tidak ada urusan dengan kantor pajak di Jakarta atau Pengadilan Banding perhitungan pajak. Yang menjadi perhatiannya, ia kini turut berkomplot dengan Tono dan kawan-kawan untuk mengerjai setoran pajak perusahaan di Cimahi dan di Majalaya, ladang barunya --- bahkan mereka akan melebarkan operasinya dengan teman-teman yang di Cirebon.


Ia membuat minuman segar yang agak sejuk --- sambil sekali-kali menempelkan gelas itu ke pipinya.


Teh Miin menegurnya, " nih, jangan minum itu --- ini cairan panas dalam di minum." Myani mengganti minumannya --- tenggorokannya terasa kering. Ia raih tas tangannya --- untuk melihat kembali bagiannya yang disampaikan Meince, lima belas juta rupiah, lumayan pikirnya.

Selama Maret sampai akhir April ia telah menyetor tabungan Rp. 375 juta rupiah ke empat rekeningnya. Kredit rumah telah dilunasi, kini ia merencanakan mengambil KPR untuk apartemen di Jakarta.


"Yan, pajak di Surabaya geger tahu ?"

"Apa bagaimana ?

"Kantor pajak Surabaya --- masalah setoran pajak terbongkar, kita harus hati-hati bisa merembet ke-mana-mana lho !"

"Bagaimana ceritanya ?"

"Nonton berita, lekas --- mungkin diulang-ulang"

Memang modus operandi penggelapan, rundingan pajak, tawar-menawar, memberi angka pajak menakutkan --- bisa direkayasa, telah lama terdengar. Jadi kalau di Surabaya terbongkar --- dimana pun harus dibongkar dan, Dinas pajak harus segera menangkal dan mencegah lebih lanjut --- yang terlanjur jangan coba menghilangkan bukti-bukti. Ringkus semuanya, bisa ? Pilihan hanya dua, lari (kemana ?) atau mati (itu saja).


Memang terbaca di running text, maupun berita itu diulang lagi pada beberapa stasiun TV. Myani menarik nafas dalam dan menghembuskannya kuat-kuat. Ia jadi kuatir sekali, baru saja Suartono juga mengabarkan agar hati-hati --- merapatkan barisan untuk membuat alibi dan arahan kesaksian, jika ada mata rantai terendus.


Memang modus operandi pencurian pajak bukan rahasia lagi --- akan mudah terlacak, dan sebetulnya selama ini pun melebar --- aksi pemeras di antara mafia pajak, mafia hukum, dan aparat-aparat lapar lainnya. Semua sudah berkelindan. Rahasia umumlah --- Misanagement, pengawasan wow.


"Kalau aparat lain puas , aman dong kita --- kadang-kadang mereka jadi loba dan tamak, kalau ada kasus begini, mereka berobah menjadi pemeras --- seperti alap-alap atau burung kondor, pemakan bangkai ! "

"Tadi aparat menelpon katanya Pak Bayi mau mantu --- ayo kita patungan ‘

"Mereka minta berapa ?"

"Akhir Maret sebetulnya, mereka telah dikirimi limaratus --- komandan barunya datang kita kirim lagi limapuluh"

"Tadi siapa yang menilpon ?"

"Pak Bayi --- Yani yang rapat sama aparat, coba kamu approach deh"

"Wah, aku bakalan jadi sapi perahan, nih"

Myani pucat juga, wajahnya pucat pasi di pantulan cermin. Ia coba menentramkan diri --- akan mandi air hangat. Berendam di bath tub. Mandi busa.

"Oh, keparat --- burung alap-alap mulai memeras, karena tren berita Surabaya. Bisa benar juga "Uang Setan dimakan Hantu" . Myani mencoba mengungkap kelakar yang selalu mereka mainkan di antara mereka. Uang setan dimakan hantu --- artinya dapat uang panas pasti diincar aparat yang tidak bersangkut paut langsung --- tetapi mempunyai wewenang untuk mengorek-mengorek, seperti menyidik begitu.


Di dalam kehangatan air dan busa sabun --- mengelus dan mengusap celah dan lipatan tubuhnya, tidak merasa nyaman, yang terbayang wajah pahit Artalita. Ampun bisa masuk penjara aku, tidak ada keturunan Raden Panji Klantung masuk penjara, belum ada. Aduh.

Bertubi-tubi teriakan iblis menggedor tengkorak kepala Myani. Penjara, penjara, penjara, penjara. Ampun


Badannya menggigil, tubuhnya lemas dan suhunya tidak karo-karoan, nafasnya hilang timbul. Ampun penjara --- peras memeras akan sampai tulang belulang nih. Ampun ! Myani menjerit memanggil-manggil Teh Miin, minta dimandikan dengan  semprotan air hangat dan dianduki. Tetapi iblis terus saja menggedor-gedor otaknya. Penjara. Penjara --- tidak bisa mandi, tidak bisa beol. Aduh.


Nafas Myani sesak, "Teh panggil taxi , atau minta saja dokter Pardjo datang --- bilang Bu Myani tidak enak badan "

Apakah aku akan kena serangan jantung ? Atau kena stroke --- jangan, jangan nanti aku cacat --- sudah miskin diperas, cacat pula. Tobat !


Teh Miin ke apotek --- miskin, cacat, alangkah ngerinya hidup ini. Baru saja kemakmuran dinikmati sebagai seorang ahli mengelola pajak --- mengapa aku harus terancam para pemeras itu ? Aduh. Jantungnya berdebar keras --- nadinya bergetar cepat. Walau menurut dokter Pardjo, tidak ada apa-apa --- hanya gejala infeksi pernafasan. Dokter itu rupanya tidak mengetahui ada gejala lain dialami Myani.

Kedatangan para pemeras dan segera jatuh miskin dan masuk penjara pula. Tobat ! Jiwanya terancam.


Memang semua manusia akan mati, pikir Myani. Tetapi jangan mati di penjaralah --- sengsara sekali hidup ini. Terjadi monolog yang seru di otaknya --- kejar mengejar, debat berdebat --- terdengar halusinasi . Bunyi bel, bunyi pintu besi --- bunyi pintu besi penjara. Tobat !


Matanya mendelik seperti burung hantu yang di tivi --- aroma bau pesing di penjara, air mandi yang gatal, bau manusia sengsara menggaruk-garuk kulitnya. Gatal di leher, gatal di dagu, gatal di belakang telinga, gatal di puser, gatal di belakang lutut , gatal di lipatan paha --- aduh gatal. "Aku bisa kena keputihan di penjara. Aduh !" Myani menjerit dalam halusinasi. "aku bisa kena penyakit kotor di penjara. Ampun !" Teh Miin menunjukkan obat dari apotik "Yang ini saja teh, antibiotik saja'


Myani kembali mendengarkan bunyi pintu sel penjara --- ia dibisiki sipir penjara. Halusinasi kembali menyerang Myani . Ia melihat lorong gelap seorang mencoleknya dari sebalik jeruji besi. " Inex !" Ia tersadar , dan berjalan ke laci toaletnya --- ada kotak bonbons --- ia menelan tiga butir . Ia takut polisi datang akan menggledah rumahnya --- pil-pil itu di buang ke kloset. Shoooordludukgludukdluduk byar. " aduh antibiotik tercampur inex ---Ampun" Myani berhalusinasi ia segera akan mati. Jantungnya berpacu deras (dokter tadi menyatakan tekanan bagus 120/80) . Debar jantung menderu. Halusinasi kembali. Bunyi sel dibuka orang.


"Yellow submarine --- Yellow submarine " itu suara The Beatles --- tetapi belakangan ini Myani lebih senang musik instrumental yang memainkan lagu Yellow Submarine itu. Selintas Myani ingat cara Vietkong membunuh tawanan G.I, tentara Amerika --- dibunuh dengan cara Yellow Submarine. Bunuh, bunuh, bunuh, --- bunuh koruptor, bunuh koruptor. Halusinasi merajalela di otak Myani. Nafasnya terengah-engah , sepertinya otaknya kekurangan oksigen. Hah,hah. Hah, hah, hah, haaah Yellow Submarine --- minta kresek plastik, minta plastik. Myani menjerit-jerit. Tetapi gaung itu hanya dia sendiri mendengarkannya secara halusinasi


Sendinya lemas, ia berusaha mengintip melalui vitrase --- ia singkapkan gordiyn, di bukit tetangga real estatenya , berbaris kelap kelip obor penduduk memenuhi samar-samar rumah gedung di bibir bukit. Obor, obor, obor, bakar, bakar, bakar --- lampu disela-sela pohon dan rumah di bukit bukit di sana dalam gambaran halusianasi Myani, penduduk bersorak-sorak bakar, bakar --- ia menggigil ketakutan. Vietcong membantai tawanan tentara Amerika --- G.I. itu tidak berdaya, Vietcong bersorak-sorak --- barisan rakyat pembawa obor , bakar, bakar, bakar ! Myani merasa terancam, Vietcong akan membakar rumahnya, penduduk yang lapar akan membakar rumahnya --- matilah ia terpanggang.


Terdengar teriakan. Pajak, pajak, pajak, bea, bea, cukai,cukai, cukai, PBB, PBB, --- ada pula omelan Retribusi, retribusi, cukai, cukai, PBB, bea, bea, pajak, pajak. Kata-kata Indonesia itu sangat menakutkan-nya.

Myani berkeringat dingin --- jantungnya pontang -panting memompa dan mengernyut --- nadinya berhamburan tidak menentu, sendi dan otot nya lemah --- pikirannya timbul tenggelam. Ditumpahkannya satu kotak putih dengan warna coklat bilur-bilur hitam --- sepasang sepatu terpelanting ke lantai. Louboutin.

Sepatu mewah Louboutin.


Myani tidak mengindahkan lagi sepatu baru dibelinya itu --- cantik sekali, kini tergeletak di lantai. Kresek plastik diremas --- ia kembali dengan nanar melihat ke arah pintu. Bunuh koruptor, bunuh koruptor . Suara bertalu-talu. Otaknya kekurangan oksigen --- halusinasi makin menggila. Pasukan obor telah menggedor-gedor pintu. Ampun. Sekujur tubuhnya lemas. Ototnya kekurangan oksigen. Nafasnya sesak.


Gedoran yang memekak-kan telinga --- Dor, dor, dor, dor, dor, dor. Bunuh koruptor, bunuh koruptor --- suara makin ramai. Ia melihat bias terang dari lantai bawah, memantul dari celah gordyn. Tangkap koruptor, tangkap, bakar !

Sisa oksigen di kepala ke arah otak mengurang --- ia sungkupkan the Yellow submarine ke kepalanya, ia sembunyikan kepalanya, ia selimuti sekujur tubuh dengan selimut --- ia sembunyikan dirinya dalam selimut. Biar mati, asal jangan aku dibakar mereka !


Sebentar sekali --- awang , uwung, awang-awung, awang, uwung, awung, wung, wang, wung --- oksigen pas habis --- otak Myani mati !

Beberapa detik kemudian semua sistem kontrol dari otak padam --- beberapa otot otomatis coba bergerak-gerak, tetapi otot jantung telah padam. Mati.


Gedoran teh Miin terdengar seperti pasukan rakyat menggedor-gedor --- panggilannya tak terdengar lagi seperti mengancam --- sudah awang-wung arwah si Myani . Pak RT dan tetangga akhirnya berhasil membongkar pintu. Janda kaya itu telah mati, tubuhnya masih hangat, semula mereka tidak mengerti mengapa ada kresek di kepala Myani. Mereka belum paham itu cara menghukum mati Vietcong terhadap G.I. Amerika. Dilakukan Myani dalam halusinasinya --- ia sungkupkan kresek plastik itu, ia simpulkan di bawah dagunya. Ia games seperti tentara Amerika sewaktu Perang Vietnam berkecamuk dulu.


Lagu Yellow Submarine dan film Killing Field memang sangat mengesankan bagi almarhumah semasa hidupnya.. Cara mati spontan ala yellow submarine, dipilihnya. Mau apa lagi ?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun