Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mini Cerpen (20) Jatuh Cinta di Muzium Malaysia

1 Maret 2010   09:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:40 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ke mana pun Zaenal pergi --- pertama-tama mencari informasi, di manaMuseumkota.Dari Subang Jaya ia langsung mencari Muzium Shah Alam.Bagus sekali museum itu – bersih, banyak petunjuk tertulis mau pun itu-tu, pemuda dan gadis-gadis cantik yang menjadi pemandu.

Tak kenal capek Zaenal, kepalang mengenal Malaysia , Kebudayaan-nya, alamnya, manusianya, dan Visi Masa Depan-nya.Masa muzeum bercerita masa depan ?Museum ‘kan pajangan tulang belulang , arca dan prasasti kuno.

Aneh itu muzeum Malaysia.Sudah organisasinya rapi --- kita datang seperti mendatangi museum ( bukan gedung kosong, dengan petugas yang sepertinya “numpang kerja”).

Tiba di ruang yang menggambarkan alam desa di Malaysia ---Di depan Diorama.

Ya, Allah itu dia burung butbut(burung kenangan masa kecil Zaenal),

“Dik, itu burung apa namaMalaysia-nya ?”

“ O, Ncik itu burung Butbut – orang Malaysia menyebut burung tu Butbut, namaasingnye 'Common Caucal' ”

“Masih ada hidup di Malaysia ?”Di Indonesia telah lama sekali Zaenal tidak melihatnya.

“Kalau Ncik ade rejeki, tak usah jauh-jauh ke kampong --- di KL pun di semak-semak tu ade kalenya terlihat”kata pemandu itu.

“Tu, burung kuning tu, burung duduk di dese sempadan bandar-lah, namanye burung kunyit besar,” Pemandu itu menunjuk seekor burung disela-sela daun.

“Oo, Orang Indonesia menyebutnya Burung Kepodang. “ kata Zaenal

Kalau soal berasyik-asyik di Museum, Zaenal lupa waktu --- semua ruangan dimasuki, apa lagi melihat kisah peninggalan sejarah, alam dan manusia Melayu – mengingatkan-nya pada kampung halaman ibunya.

Tuk Andak, paman ibunya dimakamkan di Pulau Penang sebagai pelarian, pemberontak terhadap Raja Melayu yang bekerja sama dengan para kolonialis.Pantas dia asyik ada benang merah keluarganya di sana.

Alasan lain ia berlama-lama di museum itu. Itu tadi pemandunya ramah dan pintar – seperti sudah lama kenal.

Sampai di ruang seperti di basemen, menuruni tangga dan suasana temaram .di sekelilingruangan yang menggambarkan berbagai tingkat kebudayaan penguburan mayat di Malaysia.Diorama yang menggambarkan bagaimana mayat diperlakukan di liang lahat.

Pengunjung jarang berkunjung ke ruang itu tampaknya.

Seorang Gadis Pemandu dengan hidmat meninggalkan meja tempat kursinya berada.Ia tersenyum dan memberikan salamnya --- suasana yang tadi seram, masih tetap seram --- walau pun kini berdua. Berdua saja.

Di meja tunggunya ia meninggalkan buku tebalnya --- rupanya menunggu sambil membaca.Mengapa ia tidak meninggalkan posnya ?

Meja kursinya dibawah sorot lampu yang memungkin ia membaca ………..tetapi ………..tetapi di depannya tepat Diorama …….jenazah di dalam liang lahat dengan lengkap kain kafan-nya.Agak menyerong ada pula mayat yang ditutup semacam selimut dengan patung peraganya menoleh keluar jendela kaca, agar pengunjung dapat mengamati cara penguburan budaya itu.

Seram banget, kalau sendiri.

Basa basi Zaenal beriringan tanya ini itu.Rupanya gadis itu dari Malaysia Timur.Tepatnya dari Sabah --- ia kuliahdi salah satu Universiti Swasta di Subang Jaya, mengambil jurusan Business.Ia cantik sekali dengan pakaian kebaya Melayu-nya, berwarna kuning muda dengan banyak bordir di sepanjang tepi baju, dan di lengan baju yang melebar.Di dadanya ada bross huruf ZA.

“Maaf dik apa die monogram ZA di bross awak tu ?”Tanya Zaenal memberanikan diri – naluri berpetualangnya telah merayap.

Pemandu itu tersipu-sipu, tersenyum tidak menjawab.

Siti Zubaidah nama gadis itu, ia mengantarkan sampai satu tingkat di atas --- memang Muzium Shah Alam, konturnya di permukaan tanah juga berundak-undak.Tampak-nya kedua anak muda itu saling bertukar kartu nama.Dan Zaenal menuliskan sesuatu di kartu namanya itu --- nomor telepon Malaysia.

“Jadi Ncik ni duduk dekat Shah Alam ini la ?Tak jauh-jauh amat la ke Subang Jaye “katanya.

“Ya, di Kancung Darat --- di apartemen yang banyak orang Indonesianya itu “

Anak manusia itu meneruskan acara-acara pacarannya ke Muzium Nasional Kuala Lumpur, yang tamannya dihiasi tanaman yang dirancang indah. Yang mengesankanduduk di bawah pohon bunga kantil putih dan kantil merah, di dekat Anjungan yang berisi bermacam jenis sampan kuno orang Dayak Sarawak.

Mereka berpisah di stasiun Kuala Lumpur.Yang gadis pulang ke Subang Jaya , si pemuda pamit akan ke Johore Baru malam itu.

Kabarnya percintaan mereka masih berkembang sampai hari ini.Pemuda itu Insinyur perminyakan Indonesia yang bekerja di Petronas, ia konon sedang mengurus sebagai Permanent Resident di Malaysia.

Kok bisa ya ?

Bukan di Malaysia saja sarjana Indonesia banyak bekerja saat ini, di Teluk Parsi pun, mereka banyak, di Rig-rig dan Pabrik Pengolahan minyak di sana.

Bahkan bukan di perminyakan saja mereka bekerja, juga di Industri Pesawat Terbang pun banyak mereka.

Mengapa tidak kerja di Bandung saja , ha ?Taauuk !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun