Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hello Indonesia-ku (08) Hikmah Kata-kata Mutiara

10 Februari 2010   16:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:59 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Alangkah tegangnya Bangsa-ku, baik yang termasuk DPTmau-pun yang Non DPT, baik yang memilih mau-pun Yang Golput --- saat ini rakyat sudah bersatu : Ingin melihat Kebenaran dan Keadilan.Katanya berideologi Pancasila dan berkonstitusi UUD 1945 (amendemen) .Buktikanlah sekarang !

Kesetiaan kepada Partai harus ditinggalkan apabila : Rakyat telah menyerukan laksanakan Pancasila dan Konstitusi !

Rakyat harus bersatu dalam barisan : Indonesia Jaya!Jangan ikuti Pemimpin yang teledor yang akan menyebabkan Indonesia tetap menderita sampai tahun 2295.Tigaratuslimapuluh tahun merdeka tetapi tidak bisa mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan !

“Tobat Eyang !”

 

Sebagai ilustrasi dikutipkan Bhagawadgita (Nyanyian Tuhan atau Senandung Dewata) Percakapan ke-satu :

 

v1. Kata Prabu Dristarastra : Hai Sanjaya, selanjutnya bagaimana keadaan para putraku dan anak-anak Pandu yang akan berperangtanding setelah mereka berada di Tegal Kuru, suatu tempat yang suci ?

v2. Jawab Sanjaya : Ketika Prabu Duryudana mengetahui bahwa prajurit anak-anak Pandu yang begitu besar jumlahnya sudah bersiapsiaga menggelar perang, ia segera menemui Durna, gurunya, seraya berkata,

v3. Lihatlah guru, anak buah Pandutanaya yang begitu banyak sudah bersiapsiaga dipimpin Drupada, murid guru yang ahli dalam taktik perang

v4. Lihat pula di sana para panglima besar beserta prajurit pemanah seperti Duryudana, dan Wirata,dengan kereta perangnya yang berkekuatan sama dengan Bima atau Arjuna.


(dari buku Bhagawadgita, Soimun Hp, Soeloso, dan Soejanto Hp, Editor Sri Mintosih, Depdikbud, 1992-1993. Saduran dan penyesuaian beberapaejaan dari penulis)

 

Saat ini pun di Pentas Parlemen dan Media Pers telah digelar dengan gamblang, pertempuran seru antara Widyabala Konstitusi melawan Balangkaramurka Korupsi.Dalam adegan pertama “Panitia Khusus Hak Angket Bank Century”.Adegan selanjutnya kita tunggu.

 

Dikutip lagi dari Percakapan ke-dua Bhagawadgita,


Kata Kresna :

“Hai anak Prita, tegarlah , sikapmu itu tidak pantas, hilangkanlah kepiluan hatimu, hai Pangrurah Satru (Perusak peng-obrak-abrik Musuh = sebutan untuk Arjuna) bangkitlah untuk berperang “


(Disadur dari buku idem dittto)

 

Jadi, hai para anggota parlemen yang muda dan cerdas, terutama, dari fraksi yang tujuh ---- tegarlah, perangi Balangkaramurka Korupsi.

Seluruh Rakyat membutuhkan anda. Jadilah pemimpin masa depan Indonesia !

 

A little rebellion now and then is a good thing .”

(Thomas Jefferson, Letter January 30, 1787)

 

After the event, even a fool is wise. “

( Homer, Illiad Bk, xvii )

 

Hal terburuk yang dapat terjadi pada seorang manusia adalah mempunyai kepala yang panas dan hati yang dingin. “

(J.P. Vaswani, A Little Book of Wisdom, BIP, 2004)

 

 

Gagasan memiliki sayap --- Biarkan terbang”

(dari buku Ron Rubin dan Stuart Avery Gold, Dragon Spirit , BIP,2004 )

 

Ini sebuah Hai-ku dari-ku :

Pemimpin busuk, penjilat--- bersandiwara, berkaok-kaok

Jangankan Rakyat --- clurut dan gagak-gaok pun muak menatapnya ! “

 


Dikutipkan tulisan Mudji Sutrisno, dua paragraf terakhir :

 

Begitulah, fenomena Soedjatmoko sebagai wakil dari budaya progresif pada tahun 1991 ini sekaligus mendapatkan pasangan budaya ekspresifnya, yaitu dalam fenomena Rendra. Pasangan fenomenal ini berpijak pada perjuangan yang sama, yaitu demi tegaknya harkat tiap individu manusia Indonesia, manakala berhadapan dengan gelombang sejarah rekayasa ekonomis, politis, dan budaya, yang kerap mengoyakannya menjadi sekadar produk pabrik, skrup mesin birokrasi atau pelacur obyek penikmatan dominasi kuasa yang sewenang-wenang.

Dengan fenomena Koko dan Rendra terasa, tantangan kritis terhadap arah peradaban kita makin tajam, makin menggugat, dan menukik ke soal to be or not to be, yaitu pertaruhan martabat manusia Indonesia.

(Mudji Sutrisno, Kompas, Selasa 5 Februari 1991, Buku Rendra Ia tidak Pernah Pergi, Kompas Penerbit Buku, 2009 )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun