Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hello Indonesia-ku (04) Hikmah Kata-kata Mutiara

28 Januari 2010   01:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:13 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

( Benjamin Disraeli, Speech February 11, 1851 )

Bouven Digoel ( 7 Maret 1935 - 24 Nopember 1935 )

" TANAH MERAH, 7 Maret 1835 - Sekarang aku mulai mengerti mengapa inspektur polisi yang mengantar kami ke kapal di Ambon, begitu positif mengatakan bahwa kami  ini "orang  hukuman administratif". Hal itu  menurut hematku, berlawanan dengan yang kupelajari tentang hukum; kukira itu suatu salah pengertian, salah konstruksi. Tapi sekarang aku mengerti kesalahan juridis inspektur itu. Memang  sesungguhnya laporan-laporan Van Blankenstein masih berlaku seluruhnya, meskipun sekarang ini tidak ada lagi "Gudang Areng", dan meskipun Tanah Merah sekarang pada lahirnya sudah kelihatan seperti desa biasa yang tidak banyak bedanya dengan desa yang baik di Jawa atau Sumatra.

Malahan yang disebut "bestuurs-terrein", wilayah pemerintahan setempat, sudah  mirip tempat pemukiman orang Belanda atau Eropesewijk di kota-kota di Jawa. "

( Sutan Sjahrir, Renungan dan Perjuangan,  Penerjemah H.B. Jassin, Penerbit Djambatan + Dian Rakyat, 1990 )

"  Sjahrir muncul di sini sebagai seorang budayawan agung, yang tidak hanya menaruh perhatian terhadap politik sebagai persiapan, pembentukan dan pelaksanaan kekuasaan, tetapi juga sama banyaknya, jika tidak lebih, terhadap  nilai-nilai politik dan budaya yang mendasari serta mengasuh suatu sistem politik. Nilai-nilai ini sudah menampakkan dirinya sendiri dalam cara Sjahrir memandang situasi kehidupannya, reaksinya terhadap penahanannya, dan terhadap kehidupan dalam masyarakat orang-orang buangan. "

( Soedjatmoko, Jakarta 1989,  Catatan  Akhir pada buku Renungan dan Perjuangan )

" Men willingly believe what they wish. (Fere Libenter homines id quaod volunt credunt. ) "

( Julius Ceasar, De Bello Gallico iii, 18 )

Dari Perang Kemerdekaan - sampai kita menyaksikan, pada Sikap seorang Pejuang pada sosok Tan Malaka - sampai pula kita ke tengah rimba Boven Digoel, tempat para pejuang menjalani hukumannya - karena sikap politiknya menghadapi Penjajah Belanda. Renungkanlah pada tanggal 28 Januari  ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun