Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Serial Kesadaran Nasional (01)

5 Desember 2009   23:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:03 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Adagium Hang Tuah dan Hang Jebat kepada Anak Cucu Orang Melayu


Dalam Hikayat Hang Tuah, suatu legenda yang   juga tercantum dalam kronik Sejarah Melayu, banyak terdapat ajaran demokrasi  kontemporer. Hikayatnya sendiri terlahir dalam lingkungan masa  Kerajaan Melayu, khususnya Kerajaan Malaka.  Hikayat ini telah didaftarkan oleh Malaysia ke UNESCO ‘s Memory of the World, Programme International Register di tahun 2001. Namun Hikayat Laksamana Hang Tuah adalah juga bagian dari hasanah perbendaharaan masyarakat suku Melayu khususnya di Indonesia. Tidaklah heran Indonesia juga mempunyai kapal perang bernama KRI Hang Tuah; dan banyak kota mengabadikan nama Laksamana Hang Tuah sebagai nama jalan atau untuk hal-hal yang yang fenomenal lainnya.


Laksamana Hang Tuah dengan empat saudara perkasanya : Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu; banyak meninggalkan warisan jiwa kepahlawanan, pengabdian kepada tanah air dan kebijakan mengurus negara. Yang kalau dikaji, dapat digunakan dalam mengurus negara kita di masa kini.


Katakanlah secara birokratis Laksamana Hang Tuah memang mengabdikan dirinya kepada Maharaja Sultan Malaka di abad ke XV---tetapi dalam hikayat itu terdapat pula pertentangan kepentingan-nya dengan Sang Raja. Bahkan bisa saja sang Sultan melakukan hukuman pembinasaan tehadap Laksamana Hang Tuah. Namanya juga Laksamana, tentulah ia orang yang berpengaruh pula---tidak mudah menangkap dan membunuhnya.


Perlakuan Sultan Kerajaan Malaka  terhadap Laksamana Hang Tuah yang sewenang-wenang, tentu mengundang kemarahan sahabat-sahabatnya. Hang Jebat tampil melawan Sultan dan kerajaan. Sultan menyadari bahwa perlawanan Hang Jebat hanya bisa diatasi oleh Laksamana Hang Tuah.  Hang Tuah pun diampuni dan diadu-domba dengan “penentang” raja “Hang Jebat”. Maka terucaplah fatwa demokratis Hang Jebat yang terkenal : RAJA ADIL RAJA DISEMBAH, RAJA LALIM RAJA DISANGGAH !


Banyak orang Melayu modern, menganggap Hang Jebat adalah seorang pahlawan demokrasi Melayu. Pesan Hang Jebat dipatrikan oleh semua pilar demokrasi untuk melaksanakan amanat demokrasi dengan teguh dan benar. Jangan ada tindakan pelanggaran wewenang, korupsi dan tindakan lalim (baca zalim). Pesan Hang Jebat memperkuat semboyan Laksamana Hang Tuah : TIADA MELAYU HILANG DI DUNIA. Mungkin kedua pesan kesatria dan patriotis itu sesuai untuk menumbuhkan dan mengembangkan demokrasi di Negara-negara Rumpun Melayu di Nusantara (ingat ide brilian Tan Malaka dan Sutan Takdir Ali Sjahbana mengenai wawasan wilayah kawasan ini).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun