‘Nilai Akademik’, menjadi salah satu hal terpenting dalam pendidikan salah satunya di Negeri Ini, ‘Nilai Akademik’ sendiri dijadikan salah satu indikator kelulusan bagi para Pelajar maupun Mahasiswa. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam hal ini Nilai menjadi patokan kelulusan dalam menempuh pendidikan, baik kelulusan naik kelas maupun untuk kelulusan untuk melanjutkan pendidikan di tingkat selanjutnya. Namun banggakah kita dengan ‘Nilai Akademik’ yang kita capai?
Berbangga itu sah-sah saja. Dan tidak ada yang salah mengenai ‘Nilai Akademik’, namun satu pertanyaan yang menarik, “apasih yang benar-benar kita cari daribangku pendidikan itu? Apa cuman ingin sekedar lulus dengan nilai terbaik?”, tentu saja tidak.
Kita sadar bahwa di dalam pendidikan pada umumnya terlalu menekankan kepada ‘Nilai Akademik’ dan parahnya di Indonesia pencapaian nilai akademik itu hanya berdasar pada test yang cenderung melupakan arti sebenarnya dari materi yang diajarkan. Kita dibutakan dengan metode pembelajaran yang sifatnya abstrak, dan cenderung lebih ke hafalan. Kita diberi materi yang diujikan, menghafal berlembar-lembar text, rumus dan sebagainya, namun apakah kita tahu esensi sebenarnya dari materi tersebut? Belum tentu.
Metode seperti itu hanya akan meningkatkan tingkat stress pelajar kita dan belum tentu akan menjadikan kita menjadi seorang problem solver, tentu saja. Seorang problem solver pasti akan tahu betul konsep dari materi yang dipelajarinya, dan mengunakan langkah-langkah yang lebih dinamis dalam memecahkan permasalahan. Beberapa orang yang tergabung dalam kelompok penulisan ilmiah bisa dikatakan sebagai problem solver, tentu saja, karena mereka melihat materi pembelajaran di sekolahnya sebagai bahan untuk menjabarkan sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, mereka mencari implementasi!
Lebih sibuk dengan belajar juga menjadikan seseorang melupakan kegiatan yang sebenarnya lebih penting lagi, yaitu kegiatan non-akademis. Sekiranya ada diantara kita yang hanya sibuk belajar, dan akhirnya tidak memiliki bakat lain, misal bakat olahraga, seni, permainan. Yang lebih parah lagi kita akan menjadi anti-sosial, anti-sosial bukan berarti berpenampilan jadul, culun dan sebagainya, tapi anti-sosial disini adalah kita menjadi seorang yang individualis atau lebih senang sendirian dan malas untuk berinteraksi. Pola hidup seperti ini perlu dihindari, bagaimanapun kita adalah mahluk sosial dan sepandai pandainya kita, kita akan tetap membutuhkan orang lain!
Lanjut lagi, tentang individualis, kebanyakan penilaian yang diterapkan di sekolah-sekolah adalah penilaian per-individu, bukan per-kelompok, jadi pencapaian pribadi menjadi hal utama dan inilah yang membuat kita menjadi seorang yang individualis. Coba kita lihat para realitanya, apabila ada sebuah perusahan akan maju dan sukses, pasti didalamnya ada kerjasama yang baik dari semua orang yang terlibat didalamnya. Sebuah produksi Game, bisa menghasilnya Game yang laku dan digemari banyak orang, bukan karena hasil “Seseorang” tapi itu hasil dari banyak orang yang saling bekerjasama. Jadi hal yang bisa kita ambil lagi dari proses pendidikan ini adalah kebersamaan, dan kerjasama (pastinya untuk hal yang baik).
Sebagai tambahan, mungkin kita bertanya-tanya, “apa-apa aja sih sebenarnya yang menjadi kriteria kesuksesan seseorang”. Dibawah saya cantumkan hasil survey dari National Association of Colleges and Employers (NACE). Pada survey tersebut didapat 20 Kepribadian Unggul (Winning Characteristic), yang diurutkan sebagai berikut:
1.Kemampuan Komunikasi
2.Kejujuran/Integritas
3.Kemampuan Bekerja Sama
4.Kemampuan Interpersonal
5.Beretika
6.Motivasi/Inisiatif
7.Kemampuan Beradaptasi
8.Daya Analitik
9.Kemampuan Komputer
10.Kemampuan Berorganisasi
11.Berorientasi pada Detail
12.Kepemimpinan
13.Kepercayaan Diri
14.Ramah
15.Sopan
16.Bijaksana
17.Indeks Prestasi (>=3.0)
18.Kreatif
19.Humoris
20.Kemampuan Berwirausaha
Terlihat bahwa sifat-sifat yang berhubungan dengan Moral dan Kekompakan berada pada tingkatan teratas.
Mungkin itu hal-hal baik kita cari dan terapkan selama melalui proses pendidikan ini. Kesimpulannya adalah, jangan hanya mengejar nilai, karena tidak banyak yang kita dapatkan jika hanya memikirkan itu. Tapi pikirkanlah hal apa yang bisa kita dapatkan untuk menguatkan mental sukses kita nantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H