Halo “politikers..” haha.. Tahun 2014 di Indonesia merupakan tahun politik. Bukan hanya di Indonesia lho.. pada tahun 2014 juga menjadi pesta politik bagi ”negara Volvo” tersebut. Nah terus kenapa??? So wat gitu lhoo?? Begini ceritanya...
Pada tahun 2014, sebanyak 349 anggota parlemen akan berkontestasi dalam pemilihan legislatif di Swedia. Terkait hal ini, Hanna Gardes, penasihat politik menteri urusan Uni Eropa dan Demokrasi Kerajaan Swedia mengatakan “pemerintah Swedia akan mengalokasikan 60 jutakrona (sekitar 103 Miliar) untuk berbagai aktivitas guna mendorong lebih banyak pemilih”. Dana tersebut untuk kegiatan pemilu di sekolah-sekolah, proyek inisiatif masyarakat terkait partisipasi pemilih, pendanaan bagi partai politik di parlemen, lembaga keagamaan, dan peningkatan aksesibilitas pemilih berkebutuhan khusus.
Nah, ada hal yang unik di sini. Pemilihan umum pada tingkat sekolah dasar menjadi suatu inisiatif baru terkait partisipasi politik. Padahal siswa tersebut belum memiliki hak pilih, dan suara mereka pun tidak menjadi suara sah pemilihan, hanya menjadi catatan saja. Namun mereka diajak untuk “belajar” memilih, menanamkan pendidikan politik sejak dini.“kami melakukan ini untuk mendorong anak-anak agar ketika setelah berusia 18 tahun mereka lebih tertarik menggunakan hak pilihnya” ujar Hanna.
Berdasarkan data International Institute for Democracy and Electoral Assistance, rata-rata partisipasi pemilih pada pemilihan legislatif Swedia tahun 1948-2010 di atas 80 persen, persentasi tertinggi pada tahun 1976, yakni 91,76 persen. Persentasi terendah pada tahun 1958, 77,42 persen. Sedangkan pada tahun 2010 sendiri pemilihmencapai 84,6 persen dari 7,1 juta pemilih terdaftar. Menurut Hanna, capaian tersebut membanggakan karena pemilih di Swedia tidak dipaksa untuk memilih, tidak ada sanksi bagi warga yang tidak menggunakan hak pilihnya (Indonesia juga gitu deh perasaan...)
(Sumber data: Harian Kompas, Kamis, 7 November 2013)
Note for Indonesian Politician
Mungkin inisiatif mengenai partisipasi politik ini perlu diperhatikan di Indonesia, mengingat pendidikan politik masyarakat kita masih dikatakan “terbelakang”. Partai politik pun hanya memberikan sumbangsih pendidikan politik pada kader partainya (minimal pendidikan politik pasar modal.. :D), ke masyarakat awam?? Sepertinya tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H