Mohon tunggu...
Muhammad Muzaky
Muhammad Muzaky Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiwa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

sejarah, politik, sosial, budaya hal yang menarik bagi saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena SJW di Era Digital: Aktivisme atau Sekadar Gimmick?

8 Oktober 2024   21:14 Diperbarui: 8 Oktober 2024   21:19 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir istilah SJW semakin sering terdengar, terutama di platform media sosial, sebenarnya apa itu SJW?. Menurut Wikipedia Social Justice Warrior (SJW) adalah sebuah istilah peyoratif bagi seseorang yang mengusung pandangan progresivisme, termasuk feminisme, hak sipil, multikulturalisme, dan politik identitas.

Pada awalnya istilah SJW ini digunakan untuk menggambarkan individu yang terlibat dalam kampanye keadilan sosial dan hak asasi manusia. Namun, seiring dengan populernya fenomena ini, muncul pula berbagai pandangan kritis terhadap SJW. Ada yang memandangnya sebagai bentuk aktivisme modern yang penting, tetapi tak sedikit pula yang menganggapnya hanya sekadar gimmick atau tindakan formalitas saja tanpa dampak nyata.

Perkembangan teknologi yang pesat seperti saat ini memberikan kemudahan dan kesempatan yang luas bagi individu maupun kelompok dalam meyuarakan pandangan dan ketidakadilan. Platform media social menjadi alat utama bagi SJW untuk menyebarkan kesadaran mengenai isu-isu sosial seperti rasisme, kesetaraan gender, dan hak-hak LGBTQ+. Gerakan di media sosial memiliki kelebihan dalam hal penyebaran informasi yang cepat dan luas, namun juga membawa konsekuensi berupa 'slacktivism' --- merupakan istilah yang merujuk pada aktivisme yang hanya terjadi di dunia maya, tanpa aksi nyata di lapangan .

Aktivisme SJW dapat dengan singkat dan cepat mengangkat isu-isu yang sebelumnya terpinggirkan bisa mendapatkan perhatian publik secara luas hanya melalui satu tweet atau postingan viral. Contoh nyata adalah kampanye #BlackLivesMatter yang bermula dari unggahan di media sosial, kemudian berkembang menjadi gerakan global yang memobilisasi masyarakat untuk protes di jalanan. Ini membuktikan bahwa SJW memiliki potensi besar untuk mendorong perubahan sosial .

Banyak sekali muncul kritik bahwa banyak dari aktivis online hanya terlibat secara permukaan. Mereka sering kali lebih fokus pada pencitraan diri sebagai 'pahlawan keadilan sosial' daripada melakukan perubahan konkret. Fenomena ini dikenal sebagai performative activism, di mana individu memposting tentang isu sosial untuk mendapatkan validasi, namun tidak benar-benar melakukan aksi yang berdampak. Misalnya, mendukung gerakan sosial hanya untuk menaikan engangement social media, tanpa kontribusi yang berarti .

Selain itu, peran SJW di era digital juga sering kali memicu polarisasi. Dalam berbagai kasus, SJW yang berfokus pada keadilan sosial dapat dianggap memaksakan pandangan mereka, bahkan menyerang individu atau kelompok yang tidak sejalan dengan mereka. Hal ini menciptakan ruang perdebatan yang tidak sehat, di mana fokusnya lebih kepada menyerang pandangan yang berbeda daripada membangun diskusi yang konstruktif.

Terlepas dari kritik tersebut, tidak bisa dipungkiri bahwa SJW, terutama di media sosial, telah menggerakkan banyak orang untuk lebih peduli terhadap isu-isu sosial. Banyak di antara mereka yang awalnya hanya mengetahui isu tertentu melalui media sosial, lalu akhirnya terjun lebih dalam untuk berpartisipasi secara aktif, baik melalui kampanye online maupun aksi nyata. Ini menunjukkan bahwa SJW, meskipun memiliki sisi negatif, tetap bisa menjadi katalisator perubahan .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun