Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak gelombang kedua pada Rabu, 15 Februari 2017 lalu. Pilkada diikuti oleh 101 daerah tingkat provinsi, kabupaten dan kota.
Berbeda dengan pilkada tahun sebelumnya, dalam pilkada 2017 KPU telah mengizinkan pemilih disabilitas menggunakan hak suaranya dari rumah. Hal tersebut mendapat sambutan positif dari kalangan disabilitas karena mereka akan dapat dengan mudah menggunakan hak pilihnya saat hari pemilihan.
Mengingat dalam pelaksanaan pemilihan sebelumnya, lembaga pembela hak kaum difabel mengungkap fakta mengejutkan bahwa tidak kurang dari 11 juta penyandang disabilitas absen dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum di Indonesia. Karena hal tersebut, KPU nampaknya mulai berbenah diri dengan melakukan langkah afirmatif mendatangi rumah – rumah para difabel, untuk memastikan suara difabel tidak terabaikan dalam pesta demokrasi pilkada 2017.
Namun, ada satu hal yang tidak kalah penting yang perlu juga dibenahi, yakni pendidikan politik bagi kaum difabel. Karena hingga saat ini, pemilih disabilitas dianggap belum mendapat pendidikan politik yang cukup.
Pendidikan politik dianggap penting dimiliki agar pemilih disabilitas tidak mudah disetir calon kepala daerah tertentu. Walaupun KPU bersama General Election for Disability Access (AGENDA)atau Jaringan Pemilih Pendidikan untuk Rakyat (JPPR) telah berupaya untuk melakukan pendidikan politik dalam sosialisasi pemilihan bagi kaum difabel, hal itu tentu saja tidak cukup.
Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam pendidikan politik bagi kaum difabel, khususnya keluarga para difabel. Hal ini dimaksudkan agar orang terdekat juga mempunyai peran besar untuk tidak membatasi bagi warga negara penyandang difabel yang memenuhi syarat sebagai pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dalam kondisi apapun.
Salah satunya adalah mengikuti acara atau yang dilakukan oleh AGENDA. Manfaatnya agar keluarga serta masyarakat yang peduli terhadap hak pilih disabilitas mengetahui informasi dan pengetahuan tentang pemilu akses bagi penyandang disabilitas. Agar UU No. 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Konvensi Mengenai Hak – hak Penyandang Disabilitas dalam pemilu. UU ini juga menyebutkan negara memiliki kewajiban untuk mewujudkan hak penyandang disabilitas dan menjamin kesamaan hak dan kebebasan yang mendasar yang salah satunya hak untuk mendapatkan perlindungan dan pelayanan dalam pemilu.
Tak hanya itu, peran masyarakat juga perlu untuk mengubur stigma dan diskriminasi para penyandang disabilitas. Mengingat adanya fakta dari penelitian AGENDA bahwa turn out voters with disabilitiesmasihsangat rendah karena faktor stigma dan diskriminasi (nilai – nilai sosial budaya) yang ada di dalam masyarakat.
Selain itu, calon kepala daerah juga perlu untuk memihak kelompok penyandang disabilitas dalam hal partisipasi dan hak pemilih, yang tak menganggap pemilih disabilitas hanya sebagai objek dalam pemilihan. Namun juga memasukan ide dan gagasan untuk meningkata
Untuk tema HDI tahun ini adalah membangun masyarakat inklusif, adil dan berkesinambungan bagi penyandang disabilitas untuk Indonesia yang lebih baik. Tema tersebut mengandung makna himbauan atau ajakan kepada kita semua untuk menjamin bahwa melalui undang – undang disabilitas dapat mewujudkan masyarakat inklusif dalam segala aspek, salah satunya aspek dalam meningkatkan hak pilih penyandang disabilitas dalam pesta demokrasi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H