Ditulis oleh Siti Muzzayana
Film ini bercerita tentang remaja SMP bernama Fajar yang pindah ke desa karena ayahnya pindah tugas. Berada di dalam lingkungan baru, Fajar belajar untuk beradaptasi. Tapi ternyata, di lingkungan baru tersebut ada sekelompok anak yang tidak menyukainya. Dari sinilah konflik muncul. Mereka memfitnah Fajar memecahkan piala Benjang di sekolah.
Untuk mendapatkan kembali piala yang telah pecah, Fajar harus mencari cara. Yaitu dengan memenangkan festival Gulat Benjang yang diadakan di desa. Dia mencari guru yang bisa mengajarinya untuk mengikuti duel "Gulat Benjang". Nama guru tersebut adalah Pak Yana, seorang laki-laki paruh baya yang pernah menjuarai festival Gulat Benjang.
Dari Pak Yana, Fajar dilatih untuk memperdalam makna filosofis seni  bela  diri  tradisional  Gulat  Benjang,  warisan  dari  nenek  moyang  yang perlu  dilestarikan.  Tak hanya mempelajari gerakan-gerakan khas  dari  seni  bela  diri  ini, Fajar juga mempelajari tentang  pesan-pesan  moral yang  dapat  dijadikan  pedoman dalam menjalani  kehidupan.  Khususnya dalam  membentuk  konsep  diri.Â
Nah, film yang diproduksi oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2014 ini memperkenalkan kembali budaya Gulat Benjang yang merupakan budaya lokal asli Sunda melalui media film. Sehingga nantinya masyarakat mendapatkan awareness (kesadaran) dan keingintahuan lebih mengenai budaya tersebut. Sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat akan pengembangan minat terhadap kesenian tradisional yang sebelumnya kurang mendapat perhatian khusus.
Mengenal Lebih Jauh Beladiri Tradisional Gulat Benjang
Bandung memiliki potensi budaya olahraga tradisional yang kini terus dilestarikan. Salah satunya adalah gulat tradisional bernama Benjang atau disebut juga Gulat Benjang. Olahraga tradisional ini, yang sudah ada sejak abad ke 19 atau sekitar 300 tahun yang lalu. Benjang ini tercipta akibat keterbatasan masyarakat Bandung, yang tidak diperbolehkan  melakukan aktivitas adu kekuatan fisik pada  jaman  penjajahan Belanda.Â
Adanya  kebijakan  tersebut  membuat sejumlah pemuda untuk bermain dogongan atau saling dorong tubuh, bergelut dan saling membanting satu  sama lainnya. Nama Benjang sendiri diambil dari dua singkatan kata yaitu Silibeunyi dan Genjang. Silibeunyi berarti saling tarik menarik, sedangkan Genjang mencoba menjatuhkan lawan. Dari dua kata itulah maka tercipta nama Gulat Benjang, yang berarti kegiatan tarik menarik badan untuk menjatuhkan lawan.
Kelebihan dan Kekurangan Film Gulat Benjang Pamungkas
Berlatar di desa yang terletak di desa Cilengkerang, Ujungberung, Bandung, film ini menyajikan keindahan desa yang masih asri. Ditambah lagi, musik latar menggunakan aliran musik tradisional Sunda. Sang sutradara seperti ingin mengajak penonton menikmati semua bunyi dan visual sesuai dengan khas budaya Sunda yang ada di pedesaan.
Namun, ada yang kurang dari film ini yaitu jalan cerita yang mudah ditebak. Walaupun demikian, film ini menarik untuk ditonton karena masing-masing tokoh mampu menghidupkan karakter secara maksimal. Selain itu, dialog yang menyentuh dan ekspresi wajah mereka mampu "bercerita" walau tanpa berkata-kata.