[caption id="attachment_129512" align="aligncenter" width="400" caption="Think Man Think by Baggelboy"][/caption] Ini dari kisah masa lalu, waktu saya masih anak kuliah gondrong selengean, hehe. Kalau tidak salah, itu waktu semester II. Waktu itu sekira pukul 2 siang, saya jalan pulang bareng dengan teman dari Jurusan Sastra Arab (saya lupa namanya, tapi ingat wajahnya dan rambutnya yang gondrong kriwil juga; maklum, sesama preman ababil..hehhahah!) Perjalanan dari fakultas ke gerbang kampus kami, sedikit mirip dengan turun gunung. Ya, kampusnya rada-rada di bukit gitu.. sekira 15-20 menitan waktu tempuhnya. Dan kami pun jalan sambil ngobrol (karena gak mungkin sambil makan bakso,kan..). Teman yang saya lupa namanya itu..dikenal sebagai pemuda yang kritis dan punya wawasan yang luas, utamanya soal filsafat. Berbanding terbalik dengan saya yang cuma modal gondrong, tapi lugu, imut, dan ngangenin berpola pikir sederhana karena saya memang dari keluarga sederhana. Obrolan mengalir lalu mengarah pada urusan filsafat dan Tuhan. (Hmm.. berat.. maklum baru dapet mata kuliah Filsafat Dasar di kampus..mahasiswa awal tahun ‘kan biasanya menghayati banget status Maha-siswanya.. heheh.) Lanjut. Lalu dia bilang gini. “Hey Dam, filsafat itu pemikiran tingkat tinggi lho... kalau gak kesampaian bisa sinting, Luh..” “Oh ya?! Emang gimana tuh?” “Iya, soalnya omongan-omongan filsafat itu sebenarnya butuh pemahaman mendalam dan mendetail. Kadang beda ama pikiran orang kebanyakan. Bahkan, bisa melunturkan keyakinan agama lho.” “Haa???” #mangap “Kukasih satu contoh deh.” “Okok.” “Gini. Kamu yakin Tuhan itu Maha Pencipta?” “Jelas yakin, dong!” jawabku dengan Ki mantep. “Trus, yakin juga Tuhan itu Mahaperkasa?” “Ya ealah kaka…” gitu kira-kira kalau saya pakai bahasa anak muda zaman sekarang. “Oke, kalau gitu.. sekarang jawab pertanyaanku yang ini :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H