Baru-baru ini Mantan Manager Pembangkit Sektor Belawan Ermawan Arif Budiman yang merupakan salah satu terdakwa dalam kasus ini didakwa merugikan negara Rp 23,6 miliar dalam perkara pengadaan Flame Tube untuk Gas Turbine (GT) 1.2 Sektor Belawan tahun 2007. Dalam sidang pembacaan tuntutan, Ermawan dituntut 9 tahun penjara.
Terkait dakwaan dan tuntutan jaksa tersebut, kuasa hukum PT PLN Todung Mulya Lubis menegaskan, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Ermawan mengada-ada, kabur (obscuur libel), dan salah alamat (error in persona). Terdakwa telah menjalankan mekanisme pekerjaan sesuai aturan yang berlaku, sehingga dakwaan jaksa tidak berdasar. Dalam dakwaan disebutkan, pengadaan Flame Tube DG10530 atas usulan terdakwa, tetapi dalam fakta persidangan tidak terbukti karena pembahasan pengadaan LTE GT 1.2 yang di dalamnya termasuk pengadaan I telah dilakukan pada Desember 2004.Pekerjaan pengadaan Flame Tube DG10530 di GT 1.2 Belawan telah dimulai sejak awal Desember 2004. Pada 9 Desember 2004, PLN Kitlur Sumut dan Siemens AG PG Jerman serta PT Siemens Indonesia rapat di PLN Sektor Belawan membahas kebutuhan LTE GT1.2. Saat itu, Ermawan belum bertugas di Medan, dan baru menerima SK Manager Sektor Belawan Juni 2005 dan serah terima jabatan pada Agustus 2005. Dengan demikian, bukan Ermawan yang mengajukan usulan pengadaan Flame Tube tersebut.
Atas banyaknya tuntutan kejaksaan yang dinilai tidak memiliki dasar dan bukti yang kuat tersebutlah menjadikan persidangan kasus ini semakin rumit dan tidak berkesudahan. Disinyalir kejaksaan sengaja memaksakan kasus tersebut agar menjadi kasus pidana korupsi.
Dikutip dari pernyataan Pengamat ekonomi Toni Prasetyantono, PLN justru berupaya transparan dan mendapatkan harga termurah dan dengan cara menyelenggarakan pemilihan langsung. Ia menyampaikan agar masyarakat dan pemerintahan mendukung upaya transparansi dan akuntabilitas yang tengah digalakkan oleh PLN. Jangan sampai upaya kriminalisasi justru akan berdampak kurang bagus bagi PLN. Kasus-kasus kriminalisasi korporasi oleh oknum penegak hukum yang belakangan marak bisa menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Upaya kriminalisasi akan berakibat adanya ketidakpastian hukum, sehingga menimbulkan pula ketidakpastian investasi. Walhasil, ekonomi makro pun bisa terganggu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H