Mohon tunggu...
Mr Mutohhar
Mr Mutohhar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan juga Pengelola Desa Wisata Japan

Kesibukan sehari-hari adalah mengajar di sebuah perguruan tinggi di Kudus. namun di luar itu juga aktif dalam pengelolaan desa wisata, dan juga menyibukkan diri dengan komunitas-komunitas untuk sharing dan berbagi pengalaman dan kemanfaatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Manusia Awam yang Baik

21 Januari 2024   09:42 Diperbarui: 21 Januari 2024   10:54 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks keberagamaan, tujuan hidup manusia tak lain dan tak bukan hanyalah untuk mengabdi dan menghamba kepada sang Kholiq. Namun kemudian, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya umur manusia, level dan tingkat penghambaan manusia sering mengalami perubahan.

Setiap manusia tentunya berupaya untuk meningkatkan level penghambaannya kepada sang pencipta, namun dalam prosesnya justru bisa sebaliknya. Hal ini dikarenakan berbagai dinamika kehidupan yang dijalani manusia tersebut.

Salah satu proses tersebut adalah melalui pendidikan. Manusia tidak berhenti belajar untuk memahami tugas dan perannya sebagai hamba yang diwajibkan untuk mengenal tuhannya. Misal dengan mempelajari ilmu agama baik secara formal di sekolah berbasis agama, atau pun juga secara informal dengan mengikuti kegiatan siraman rohani atau pengajian. Bahkan saat ini sangat tidak sulit untuk mendapatkannya, karena bisa melalui gadget yang selalu dibawa kemanapun.

Lantas bagaimana kemudian kita bisa mengetahui posisi penghambaan kita? Pada kenyataannya, seringkali kita hanya melihatnya pada identitas manusia tersebut. Jika manusia tersebut diidentitaskan atau mengidentitaskan diri sebagai seorang Kyai, Guru Agama,maka manusia yang lain menganggap bahwa tingkat penghambaannya kepada sang kholiq di atas manusia lain. Asumsi tersebut tentunya bisa benar dan bisa juga kurang benar. Karena level atau tingkat penghambaan seseorang kepada sang kholiq bukanlah dari identitas manusia saja, namun bagaimana kemudian dia bisa mewujudkan penghambaannya tersebut pada dimensi fitrah manusia lainnya dalam kehidupannya sehari-hari.

Fitrah manusia lainnya tersebut adalah fitrah berfikir dan bersosial. Manusia diberikan sebuah anugerah berupa akal oleh Tuhan. Maka tugasnya kemudian adalah bagaimana manusia mampu menggunakan pikirannya untuk berbagai kemaslahatan, terutama bagi kehidupan di sekitarnya. Dalam kenyataannya, tidak jarang justru kemampuan berfikir seseorang digunakan hanya untuk kepentingan individu atau kelompok kecil dari manusia tersebut. Bahkan jika dibahasakan secara jelas, pemikiran itu hanya digunakan manakala nantinya akan menguntungkan manusia itu sendiri baik secara materiil maupun sekedar untuk eksistensi saja.

Wujud dari sebuah pemikiran manusia harusnya mampu sekaligus menunjukkan fitrah manusia sebagai mahluk sosial. Hasil dari pemikiran manusia sepatutnya bisa memberikan dampak kemaslahatan bagi umat manusia. Di era saat ini misalnya, hasil pemikiran manusia berupa inovasi dan teknologi harusnya bukan hanya sekedar kebanggaan yang bisa dipamerkan saja, atau bahkan menuntut untuk diapresiasi, namun juga dipikirkan bagaimana kebermanfaatannya dalam memberikan kontribusi terhadap sekitarnya.

Jika kita tarik benang merahnya, saat manusia itu menyadari fitrahnya sebagai seorang mahluk, maka dia akan tau bahwa apapun yang dia lakukan itu adalah bagian dari proses penghambaannya kepada sang pencipta. Maka, siapapun kita, apapun profesi kita, meminjam istilahnya Imam Ghozali, cukuplah kita sebagai manusia ini menyandang identitas sebagai "manusia awam yang baik". Awam dalam artian bahwa kemampuan berfikir dan bersosial kita belum bisa stabil, maka menjadi baik itu sebagai wujud ketaatan penghambaan kita kepada sang kholiq.

Tulisan ini adalah sebuat refleksi diri genapnya umur saya 41 pada hari ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun