Uang panai atau panaik adalah salah satu hal yang wajib dalam tradisi pernikahan adat Bugis-Makassar. Uang panai merupakan uang yang diberikan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita sebagai penghormatan dan digunakan untuk biaya pernikahan wanita.
Banyak orang yang mengira bahwa uang panai dengan mahar adalah hal yang sama. Namun rupanya berbeda, mahar adalah uang atau barang yang diberikan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita yang nantinya menjadi hak milik wanita.
Sedangkan uang panai merupakan uang yang diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada mempelai wanita dan digunakan untuk keperluan pernikahan. Dan fakta yang terungkap oleh Guru Saya sewaktu SMK, bahwa uang panai harus habis sebelum acara pernikahan berlangsung karena memang uang tersebut digunakan untuk keperluan pernikahan dari wanita yang memperolehnya.
Bahkan, di suku bugis-makassar uang panai lebih penting daripada mahar. uang panai adalah sesuatu yang wajib. Begitulah kedudukan uang panai bagi suku Bugis-Makassar.
Uang panai bukan sekedar uang untuk memenuhi keperluan pernikahan mempelai wanita, namun memiliki makna mendalam. Yaitu makna sebagai perjuangan dan pengorbanan dari mempelai pria kepada mempelai wanita yang dicintainya. Karena uang panai bukan hal yang kecil, butuh keseriusan dan kerja keras dari pihak pria jika ingin menikahi wanita bersuku Bugis-Makassar.
Besaran uang panai sendiri ditentukan berdasarkan keturunan, pendidikan, pekerjaan, paras, dan status sosial. Semakin tinggi derajatnya, akan semakin besar uang panai yang harus dibayarkan seorang pria. Namun, tentu saja uang panai ini berdasarkan kesepakatan dari dua belah keluarga.
Jika dari pihak pria tidak sanggup dengan besaran yang ditentukan pihak wanita maka rencana pernikahan akan dibatalkan atau ditunda sampai pihak pria mampu. Tapi, bukan berarti tidak bisa dibicarakan sama sekali, tentu saja masih ada pihak keluarga yang tidak mematok uang panai yang terlalu tinggi atau istilahnya masih bisa bernegosiasi.
Banyak masyarakat yang berpikir bahwa tradisi ini seperti orang tua yang "menjual" anaknya atau "dibeli" oleh pria. Namun, tradisi ini untuk menghargai para wanita yang telah dirawat oleh orang tuanya apalagi yang pendidikannya tinggi, dan juga agar pria berjuang dan bekerja keras untuk mendapatkan pujaan hati lalu untuk meyakinkan orang tua dari pihak wanita bahwa pria akan bertanggungjawab kedepannya.
Uang panai ini telah menjadi kekayaan budaya masyarakat Bugis-Makassar dan masih dilakukan sampai saat ini. Sisi negatif dan positifnya tergantung dari setiap orang yang menafsirkannya. Bagaimana menurut kalian?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI