Dokumen pribadi
Keinginan untuk bisa menulis sebetulnya sudah lama sekali tetapi selalu dipendam dalam hati, muncul kembali ketika lagi rame ramenya "sagu sabu" satu guru satu buku.
Apalah daya keinginan tinggallah keinginan, kendala utamanya adalah gadget, memori yang dibawah standar, dan satu-satunya HP yang selalu jadi rebutan antara anak anak yang sekolah daring dengan emaknya yang sibuk WA an dan FB an yang padahal tau itu semua unfaedah namun hanya itu lah hiburan untuk emak-emak kayak aku supaya tetap bisa menjaga kewarasan.
Akhirnya hilang sudah keinginan untuk menulis menguap begitu saja, hingga suatu hari ketika lagi buka FB sambil baca baca postingan orang yg berseliweran di beranda terus kulihat postingan guru, sahabat, sekaligus mentorku ia memposting buku antologi pertamanya, dalam hati aku berkata "waw keren kapan ya bisa kaya gitu" ingin hati bertanya tapi rasa malu yang terlalu besar hingga pertanyaain itu ku pendam dalam hati,
Dua minggu kemudian ia memposting kembali buku antologi kedua, mantap sekali, hati semakin bergejolak ingin mengikuti jejak langkahnya. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana dan belajar ke mana.
Ku beranikan diri untuk komen di postingan mentorku dengan harapan akan segara mendapat jawaban, gayung pun bersambut ia mengarahkan untuk bergabung dengan grup kepenulisan di WAG yang di kelola Omjay lalu ia kirim link WAG tersebut sambil memotivasi untuk selalu semangat karena tidak ada yang tidak bisa kalo mau mencoba dan berusaha.
Aku coba daftar di WAG kepenulisan tersebut dan masuk gelombang 21/22 dengan jumlah peserta 250 orang, banyak juga ternyata yang tertarik dengan menulis, bahkan sebagian dari mereka sudah pernah menelorkan buku, hebatnya semangat menulis masih terus berkobar. ku acungkan dua jempol deh.
Dengan niat dalam hati bismillah pasti bisa harus bisa dan yakin bisa pantang pulang sebelum pintar, tidak akan mundur sebelum bisa menulis, kata kata itu begitu mujarab yang kemudian kujadikan slogan dan penyemangat buat diri sendiri.
Pertemuan pertama di WAG hari yang sangat dinanti, seperti sedang menunggu sang kekasih yang telah lama tidak bersua dag dig dug menanti narasumber menyampaikan materi, hati bertanya-tanya mampukah aku menyelesaikan tugas dari pemateri, seperti apa tugas yang harus kuselesaikan.
Hingga tiba sang narasumber menyampaikan materi pertama tentang mengapa menulis menjadi passion yang menjanjikan,ku simak dengan baik semua materi dari awal sampai akhir,
Setelah selesai masih juga tetap bingung bagaimana cara ngeresume yang baik, bagaimana cara menyusun kata demi kata agar menjadi kalimat yang enak untuk dibaca, ku coba mulai merangkai kata di blog dan mulai menulis sebaris dua baris merasa tidak cocok dan tidak enak untuk dibaca ku hapus lagi begitu dan begitu sampai berkali kali, sambil ku intip resume beberapa teman yang sudah mulai mengirim ke WAG, semuanya bagus kata-katanya runut enak untuk dibaca, pantang tutup leptop sebelum mampu menyelesaikan tugas resume, hingga akhirnya tepat pukul 11.00 malam resume pertamaku selesai walaupun banyak sekali kekurangan dan kesalahan.
Pertemuan ke dua ke tiga dan ke empat masih sama terkendala dengan pembendaharaan kata, masih harus meraba-raba kata, terlanjur cakrub ya sudah mandi sekalian terlanjur gabung dengan WAG kepenulisan, terlanjur membuat blog mau gak mau harus siap untuk menjadi bloger dan wraiter dengan bimbingan nara sumer hebat dibawah naungan Om Jay.
Masukan dari pak Brian yang terus ku ingat ketika pertama kali mengirim link blog ke WAG cobalah belajar meresume minimal dengan 500 kata, waw aku sampai bingung kemana nyari kata-kata sebanyak itu, setiap kali selesai beberapa paragraf kuhitung ulang sudahkah nyampai batas minimal, ternyata masih jauuuuh dan belum sanggup.
Membuat resume dengan parafrase sungguh menguras pikiran, boro-boro 500 untuk menyusun kata menjadi kalimat, sejumlah 300 kata pun kesulitan. Masukan dari pak Brian menjadi cambuk untuk lebih semangat lagi, jika hari ini mampu membuat 500 kata esok hari menjadi 1000 kata dan akhirnya akan menjadi sebuah karya nyata.
Sempat terpikir untuk mundur dengan teratur dari pelatihan menulis, kemudian kupikir kembali penulis profesional pun berawal dari tidak bisa menulis, untuk mencapai ke seribu langkah pun harus dimulai dari satu langkah, harus di paksa biar terpaksa lama-lama terbiasa, bahasanya Bu Aam "allahumma paksakeun".
Kubandingkan hasil resume pertemuan satu sampai pertemuan ke 9, dari setiap pertemuan selalu ada perubahan walaupun sedikit, tidak masalah berproses karena proses tidak pernah membohongi hasil.
Hingga akhirnya ketika kelas menulis membuka kelas kembali aku ikut gabung lagi di gelombang 24 karena keilmuanku masih sangat jauh. Digelombang 24 aku mulai berani aktif di grup dan mulai ikut ikutan menulis antologi.
Intinya hilangkan rasa minder ketika mulai terjun ke dunia menulis minder akan membuat kita terkungkung dalam keterbelakangan informasi, tumbuhkan rasa percaya diri, oftimis, jangan pernah bilang tidak berbakat dalam menulis, menulis tidak berhubungan dengan bakat, karena menulis adalah keterampilan, keterampilan perlu diasah, semakin sering pisau diasah akan semakin tajam, pun dengan menulis, semakin rajin menulis akan semakin terampil, satu lagi penulis handal akan mengasah kemampuannya dengan menulis, tebarkan kebaikan walau hanya dengan tulisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H