Ki Hadjar Dewantara melihat pendidikan adalah sebagai tuntunan, menuntun laku hidup dan tumbuh kembangnya anak-anak, menuntun segala kodrat alam yang mereka miliki untuk memaksimalkan potensi anak-anak agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia mapun sebagai makhluk sosial. Visi, misi dan tujuan pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah bahwa pendidikan sebagai alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat, dan kemajuan umat manusia secara universal, sehingga mereka dapat berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang memiliki peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain.
Melalui pemikiran itulah Ki Hadjar Dewantara ingin menyampaikan pesan bahwa pendidikan haruslah berpusat pada peserta didik. Seorang guru yang berlaku sebagai pendidik memiliki kepekaan untuk mengetahui dan merasakan potensi apa yang dimiliki oleh setiap peserta didik, kodrat alam apa yang dimiliki oleh peserta didik, dan membantu serta menuntun peserta didik untuk mengoptimalkan kemampuan mereka.
Berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Indonesia tentunya memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar peserta didik. Pemikiran ini dapat dikontekstualkan sesuai dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah yang relevan dan menjadi penguatan karakter peserta didik menjadi individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks sosial budaya di daerah. Pendidikan yang bertujuan untuk menuntun dalam arti memfasilitasi peserta didik untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki tingkah laku untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
Misalnya saja di daerah Jepara ada tradisi Perang Obor, merupakan kegiatan yang digelar warga Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, sebagai tolak bala. Tradisi ini rutin digelar setiap Senin Pahing malam, Selasa Pon di Bulan Zulhijah atau Besar, bersamaan dengan acara sedekah bumi. Perang obor dipercaya dari legenda Ki Gemblong yang dipercaya oleh Kyai Babadan untuk merawat dan menggembalakan ternaknya. Namun karena saat itu Ki Gemblong terlena dengan ikan dan udang yang ada di sungai, akibatnya ternak tersebut terlupakan sehingga hewan-hewan menjadi sakit dan bahkan mati. Kyai Babadan yang tidak terima dengan kelalaian Ki Gemblong saat menggembala ternaknya, lantas memukul Ki Gemblong dengan obor dari pelepah kelapa. Tak terima, Ki Gemblong juga menggunakan obor serupa untuk membela diri atas perlakuan Kyai Babadan. Dari legenda tersebut peserta didik dapat belajar bahwa ketika diberikan tanggung jawab harus dilakukan dengan baik dan jangan terlena hingga melupakan tugas dan tanggung jawab
Pengajaran yang berbasis kearifan lokal sesuai dengan lingkungan asal atau daerah peserta didik akan menumbuhkan nilai-nilai cinta tanah air secara langsung. Hal itu akan menumbuhkan rasa untuk terus melestarikan nilai-nilai sosial budaya sebagai salah satu untuk mencapai tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yaitu menjadikan pribadi peserta didik menjadi manusia yang mencapai kesuksesan di diri pribadinya maupun di anggota masyarakat.
Sebagai seorang calon guru, saya akan terus merefleksikan dan mencoba merealisasikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Mungkin hal yang saya lakukan tidak akan mempunyai dampak bagi pendidikan, namun saya akan berusaha akan memberikan dampak perubahan yang lebih baik untuk anak didik saya. Peserta didik itu sangat terlihat jelas ketika belum memahami suatu materi, namun karena faktor mungkin takut dengan gurunya atau malu untuk bertanya dan dikira belum paham sendiri oleh teman-teman sekelasnya, akhirnya memendam kesulitan itu sendiri dan lebih memilih diam yang akhirnya membuat mereka pasif dan tidak berminat mengikuti pelajaran. Saya ingin mencoba mengatasi kesulitas peserta didik yang seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H