Sarapan pagi seringkali dianggap sepele, padahal manfaatnya luar biasa bagi tubuh, khususnya bagi mahasiswa yang membutuhkan energi ekstra untuk belajar. Banyak yang beranggapan bahwa sarapan dapat dilewatkan tanpa efek samping, tetapi kenyataannya tidak demikian. Mengapa sarapan begitu penting? Tubuh kita membutuhkan energi, konsentrasi, dan mood yang baik sejak pagi agar bisa produktif sepanjang hari. Sarapan bukan sekadar mengisi perut, tetapi juga membantu perkembangan otak, meningkatkan fokus, dan mempertajam daya ingat. Tanpa sarapan, mahasiswa rentan kehilangan konsentrasi dan semangat belajar karena tubuh kekurangan energi.
Namun, kebiasaan melewatkan sarapan sudah menjadi tren di kalangan mahasiswa. Berdasarkan data, sekitar 39% mahasiswa sering berangkat kuliah tanpa sarapan, dengan berbagai alasan, mulai dari terburu-buru, bangun kesiangan setelah begadang mengerjakan tugas, hingga sekadar malas. Akibatnya, banyak mahasiswa yang akhirnya mengalami gangguan lambung seperti maag atau bahkan GERD.
Menurut dr. Fifi Yuniarti, Sp.PD, maag pada usia muda umumnya disebabkan pola makan yang tidak teratur, yang memicu produksi asam lambung berlebih. Mahasiswa yang sibuk berorganisasi dan tugas sering kali mengabaikan gejala-gejala awal yang dianggap ringan dan tidak mengganggu. Kemudian stres dan kebiasaan makan yang buruk berperan besar dalam memperburuk kesehatan lambung. Kebiasaan ini jika diteruskan bisa menyebabkan risiko jangka panjang yang serius, seperti hipertensi dan obesitas. Bahkan, jarang sarapan juga bisa meningkatkan risiko aterosklerosis, yaitu penumpukan plak di pembuluh darah yang dapat menyebabkan serangan jantung atau stroke.
Kebiasaan jarang sarapan tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga dapat menurunkan performa akademik mahasiswa. Ketika tubuh kekurangan energi di pagi hari, mahasiswa sulit fokus, cepat lelah, dan kurang optimal dalam memahami materi kuliah. Dalam jangka panjang, pola makan yang tidak teratur ini juga bisa memengaruhi prestasi akademik dan kesejahteraan mental, karena itu mahasiswa menjadi lebih rentan terkena stress dan lelah berkepanjangan.
Fenomena ini banyak terjadi di kalangan mahasiswa yang aktif di organisasi sambil menyeimbangkan akademik, atau mahasiswa tingkat akhir yang sedang sibuk menyelesaikan skripsi. Di satu sisi, mereka sukses dalam akademik dan organisasi, mendapat nilai bagus ataupun wisuda tepat waktu, tetapi di sisi lain, mereka melalaikan tanggung jawab terhadap kesehatan tubuhnya. Lantas, untuk apa berhasil dalam akademik dan organisasi jika akhirnya tidak mampu merawat kesehatan tubuh sendiri?
Kesehatan adalah investasi jangka panjang. Menjaga kesehatan fisik dan mental melalui pola makan yang teratur, terutama sarapan, adalah langkah kecil yang bisa berdampak besar. Pentingnya kesadaran mahasiswa untuk memahami bahwa sarapan bukan sekadar rutinitas pagi, tetapi fondasi pola hidup sehat yang akan mendukung kesehatan tubuh dan kualitas akademik dan bahkan mendukung kesehatan tubuh hingga tua nanti.
Mahasiswa bisa memperbaikinya mulai dari hal sederhana: tidur lebih awal agar bisa bangun pagi dan menyempatkan sarapan, atau jika terburu-buru, bisa dengan menyiapkan alternatif sarapan yang praktis seperti oatmeal, roti, atau smoothies. Mahasiswa juga dapat memanajemen waktu dan menyeimbangkan antara akademik dan kesehatan dengan self management.
Sarapan adalah langkah kecil penting yang sering diabaikan oleh mahasiswa. Kebiasaan ini perlu diubah agar mahasiswa dapat menjalankan aktivitas dengan optimal dan sebagai investasi kesehatan jangka panjang. Ingatlah, prestasi akademik dan keaktifan berorganisasi akan lebih berarti jika didukung oleh tubuh yang sehat. Mari kita bangun kesadaran akan pentingnya sarapan dan pola hidup sehat untuk mencapai masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H