Mohon tunggu...
Mutia Sari Sholikha
Mutia Sari Sholikha Mohon Tunggu... -

Meniatkan untuk kebajikan Bahagia dalam setiap kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kebingungan Sasa

8 Agustus 2017   21:20 Diperbarui: 8 Agustus 2017   21:21 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sasa, anak pintar lulusan SMA Cendekia itu masih juga tak mengerti kenapa ia tidak diterima di Universitas Negeri di kotanya. Sebagai anak yang berulang kali menempati posisi satu di kelas seharusmya persoalan ini bukan persoalan yang sulit. Temannya yang bahkan tidak pernah mendapat ranking pun sudah lulus dan diterima di salah satu universitas negeri favorit lalu kenapa ia tidak? Dan lagi, rasanya usahanya selama ini tidak pernah kurang. Les di sekolah dan les di bimbingan belajar luar yang hanya menyisakan sedikit waktu untuk tidur. Lalu apalagi? Ah, doa tapi tidak juga. Dia juga termasuk anak yang taat beragama bahkan di kelas tiga kemarin intensitasnya beribadah meningkat. Sholat dhuha hampir tiap hari dan beberapa kali sholat tahajud juga. Tak hanya itu, ia juga sering memberikan bantuan kepada temannya. Jika ada yang tidak paham dengan materi tanyakan saja pada Sasa maka pasti akan ketemu solusinya.

Sasa sedih, bingung, marah, kecewa, ia merasa diabaikan oleh Tuhan. Tapi bagaimana jika toh semuanya juga kembali ke Tuhan. Bagaimana ia bisa marah padahal ia masih harus berdoa kepada Tuhan untuk mengabulkan keinginan-keinginannya yang lainnya. Bagaimana ia  bisa kecewa jika ia masih harus merayu Tuhan untuk bisa lolos seleksi terakhir di universitas negeri yang terakhir juga untuknya. Tidak mungkin. Kecewa dan ngambek kepada Tuhan tidak bisa menjadi solusi masalahnya sekarang.

Dalam sendirinya, Sasa sering hanya duduk atau berbaring telentang bercakap dengan Tuhan. Beberapa kali ia mendapat jawaban, "Aku memberi yang Kau butuhkan bukan yang Kau inginkan" itu berarti dia harus yakin bahwa ini adalah jalan terbaik yang diberikan Tuhan maka ia pun mencoba mengikhlaskan. Ia tak henti-hentinya mensugesti dirinya dengan kalimat "ini adalah pilihan terbaik Tuhan, ini adalah pilihan terbaik Tuhan" atau kalimat yang satunya, "Tuhan lebih tahu masa depanmu dibandingkan denganmu. Mungkin saja Tuhan menyimpan kado specialNya untuk kau buka di lain waktu." Hanya itu, hanya prasangka itu yang mampu membuat Sasa bertahan di medan pertempuran. Yang membuatnya mau berusaha meskipun sudah kelelahan. Sampai akhirnya Sasa lolos juga, di dua perguruan tinggi negeri tapi bukan di jurusan yang ia inginkan.  Bukannya menyerah tapi waktu tak mengijinkannya lagi untuk berusaha, saatnya untuk memutuskan bagaimana nasib masa depannya. Ahhh, rumit sekali hidupnya padahal hanya mau masuk perguruan tinggi.

Singkat cerita Sasa akhirnya menjatuhkan pilihan di salah satu perguruan tinggi negeri. Dengan berbagai pertimbangan juga ditambah ibadah ekstra sholat istikharah untuk memantapkan pilihan. Sekarang sudah 1 tahun berjalan. Tak ada aral yang berarti selama satu tahun menimba ilmu di sini. Dosen-dosennya baik, teman-temannya juga baik bahkan dia sudah mendapat beberapa sahabat di sini, nilai-nilainya pun baik, dan dia masih saja seperti dulu, ikut organisasi tapi semuanya tetap berjalan baik. Tapi ada sesuatu yang masih mengganjal hatinya sejak dulu. Dia belum juga bisa ikhlas dengan situasinya sekarang. Jawaban dari Tuhan dan sugesti-sugesti yang dulu ia ucapkan juga sudah tak lagi mampu bertahan dan karena itulah ia berniat untuk mencari jawabannya lagi. Bercakap dengan Tuhan lagi tapi ternyata tak semudah biasanya. Ini sudah berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan terlewat tapi ia merasa belum juga ada jawaban. Sampai akhirnya ia mulai bosan dan ingin mengakhiri saja rasa penasarannya. "Sudah ikhlaskan saja," begitu katanya dalam hati.

Ia pulang ke rumah. Ingin sekali rasanya bercerita pada ibunya tapi tak mungkin karena jelas ini hanya akan menambah beban ibunya. Bagaimana mungkin anak putrinya yang sudah satu tahun  kuliah ini tidak kerasan? Ingin pindah? Tak mungkin ia bicarakan ini kepada ibunya. Bagaimana dengan adiknya? Ah, tidak mungkin juga rasanya. Selain tak bisa memberikan solusi adiknya juga pasti akan langsung bercerita ke ibu. Sasa terus saja melamun di teras depan sampai ibunya datang bersama seseorang di belakang. Sasa segera masuk begitupun ibunya setelah ia mempersilahkan orang yang di belakangnya tadi untuk duduk.

"Siapa bu?" Tanya Sasa setelah di kamar.

"Ibu kecelakaan dan itu orang yang nabrak ibu tadi."

"Terus ibu gimana sekarang? Mana yang sakit bu?" Sasa bertanya panic, kaget dengan jawaban ibunya.

Tapi ibunya tidak mempedulikannya, ia malah kembali ke ruang tamu untuk bermusyawarah dengan laki-laki yang menabraknya tadi. Sasa ikut nimbrung di sana. Menjadi pendengar sekaligus saksi untuk kesepakatan yang lahir dari musyawarah mereka. Tiga puluh menit kemudian urusan berhasil diselesaikan, laki-laki itu akan bertanggung jawab. KTP nya ditahan oleh ibu sebagai jaminan dan sesuai kesepakatan akan bertemu lagi untuk mendandani motor ibu yang rusak sebagian. Setelah orang itu pergi, ibu masuk ke kamar dengan Sasa yang mengekor di belakangnya.

"Gimana bu tadi? Ibu gimana?"

Sembari tiduran ibunya menjelaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun