Sejarah Pembentukan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia dan Perubahannya Menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional. Dengan Ide pembentukan lembaga arbitrase Islam di Indonesia diawali dengan pertemuan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia dengan beberapa orang praktisi hukum, cendikiawan muslim, para pakar, ilmuwan berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta, ulama dan kiyai.
Pada tanggal 22 april 1992 yang bertujuan untuk saling tukar pendapat seputar konsepsi arbitrase Islam dan perlu tidaknya suatu badan arbitrase islam hadir pada dewasa itu. Target pertemuan ini mengumpulkan sejumlah pendapat, pandangan dan saran-saran atas ide pembentukan lembaga arbitrase Islam.
Pertemuan ini di lanjutkan pada tanggal 2 Mei 1992 peserta rapat tidak banyak berbeda dengan peserta rapat sebelumnya, kecuali ditambah hadirnya 3 orang utusan dan bank muamalat Indonesia. Rapat bersepakat membentuk suatu tim yang mempelajari dan mempersiapkan bahan-bahan bagian kemungkinan didirikannya badan arbtrase islam.
Sebagian realisasinya di bentuk kelompok kerja membentuknya badan arbitrase hukum islam (BAHI) berdasarkan surat keputusan dewan pimpinan majelis ulama Indonesia nomor kep-392/MUI V/1992 tanggal 04 Mei 1992. Kelompok kerja ini terdiri atas narasumber dan tim teknis.
Sebagai sumber adalah prof. K.H. Ali yafie; prof. K.H. Ibrahim Husen, LML; H.Andi Lolo Tonang, S.H.; dan H. Hartono Mardjono, S.H., serta Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H. Sedangkan anggota tim teknis terdiri atas Abdul Rahman Saleh, S.H., Sebagai koordinator, dengan anggota-anggotanya terdiri atas Dr. Herman rajagukguk, S.H.. LL.M., Hidayat  Achyar, S.H.; Dr. Satria Effendi ; M. Zein; Dr. Abdulgani Abdullah, S.H.; Yudo Paripurno, S.H.; Drs. H. Syaidu Syahar, S.H.; H. A. Z. Umar Purba, S.H.; dan Drs K. H. Ma'ruf Amin.
Sebagai sekretaris adalah H. M. Isa Anshary. M. A., dan Drs. Ahmad Dimyati. Adapun tugas tim teknis menyelesaikan rancangan-rancangan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, struktur organisasi, personalia kepengurusan prosedur beperkara, biaya berperkara, kriteria arbiter, dan inventaris calon arbiter.
Kelompok kerja ini selanjutnya bekerja keras dengan mengadakan rapat-rapat tidak kurang dari 10 kali sampai dan waktu melaporkan  hasil kerjaannya kepada dewan pimpinan MUI pada tanggal 29 Desember 1992. Sementara kelompok kerja masih bekerja, 4 pimpinan MUI tidak melewatkan kesempatan untuk melicinkan jalan bagi membentuknya badan arbitrase Islam tersebut.Â
Hal ini tampak ketiga berlangsung Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia Se-Indonesia tanggal 24 -- 27 November, rencana pembentukan badan arbitrase Islam tersebut dijadikan salah satu agenda. Rapat kerja nasional tersebut memutuskan sehubungan dengan rencana pendirian lembaga Arbitrase Muamalat, Rapat Kerja Nasional menyarankan agar MUI segera merealisasikan pembentukannya.
Dengan demikian bagi MUI pusat yang mengilhami dan mendorong berdirinya arbitrase Islam telah berhasil mendapat dukungan jajaran MUI secara nasional. Untuk menilai sejauh mana hasil-hasil kelompok kerja yang disampaikan pada tanggal 29 desember 1992 tersebut, dewan pimpinan MUI mengundang kalangan lebih luas, yang kali ini melibatkan hakim agung mahkamah agung, yaitu H.M. Yahya Harap, S.H., dan H.Bismar Siregar, S.H.
Pada dasarnya rapat memutuskan bahwa hasil-hasil kelompok kerja telah mencapai target dan bahwa badan arbitrase ini secepatnya dapat diresmikan. Namun mengingat adanya beberapa kelemahan dalam setruktur organisasi dan celah-celah pada rancangan prosedur beracara, maka di putuskan untuk diadakan penyempurnaan-penyempurnaan dengan melibatkan 2 orang hakim agung tersebut sebagai narasumber pada tahap ini, nama untuk menyebutkan badan yang akan di bentuk mendapat persetujuan final.
Sebagai tindak lanjut rapat tersabut dibetuklah panitia persiapan dan peresmian badan Arbitrase Muammalah Indonesia dengan keputusan dewan kepemimpinan MUI No. 08/MUI/I/1993 tanggal 4 Januari 1993 dengan tugas mempersiapkan segala sesuatunya agar badan Arbitrase Muamalah Indonesia dapat segera di resmikan setelah diadakan penyempurnaan-penyempurnaan seperlunya.Â