Mohon tunggu...
Mutiara Wahyularasati
Mutiara Wahyularasati Mohon Tunggu... Akuntan - YARSI University

I’m an undergraduate Accounting student at YARSI University, with a strong interest in Accounting, Finance, and Tax. I've analytical abilities and aim to expand my knowledge of how companies manage their financial resources to achieve their goals. I also active in member of various student organizations. I have good negotiation skills and strong leadership, an ambitious person, and never give up on acheving a goal. I’m looking forward to improving myself and learn something new to improve my skill. I loved learning by doing and capable to work in a team well. I’m able to work well underpressure and adhere to strict deadlines.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah

2 Juni 2024   16:18 Diperbarui: 2 Juni 2024   16:18 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dua negara besar yang memiliki wilayah yang luas, Romawi dan Persia, mendominasi peradaban sebelum munculnya pemerintahan Islam. Sebagian besar wilayah Timur Tengah di mana Nabi Muhammad lahir dijajah dan menggunakan bahasa negara jajahan. Negara jajahan seperti Syam (yang sekarang terdiri dari Siria, Lebanon, Yordania, Palestina, dan Israel) dijajah oleh Romawi, dan Irak dijajah oleh Persia.  Menurut Adnan dan Labatjo (2006), akuntansi telah digunakan oleh para pedagang untuk menghitung barang dagangan mereka dari awal perdagangan hingga saat mereka pulang. Perhitungan dilakukan untuk menghitung perubahan dan keuntungan atau kerugian. Selain itu, seperti yang dinyatakan oleh Syahatah (2001), orang Yahudi, yang pada saat itu aktif dalam perdagangan, menetap dan juga menggunakan akuntansi untuk transaksi utang-piutang mereka.

Perintah Allah dalam Alquran untuk mencatat transaksi yang tidak tunai dan membayar zakat (Alquran 2:110, 177; 9:18, 71; 22:78; 58:13) mendorong perkembangan praktik akuntansi pada masa Rasulullah. Ini terlihat dalam surah Al-Baqarah ayat 282, yang sebagian berbunyi, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." Dan seorang penulis di antara kamu harus menuliskannya dengan benar. Jangan ragu untuk menuliskannya seperti yang diajarkan oleh Allah; orang yang berhutang harus mendikte apa yang harus ditulis, dan dia harus bertakwa kepada Allah Tuhannya dan tidak mengurangi sedikit pun dari utang yang dia miliki.

Dalam hal ini, perintah Allah Swt untuk mencatat transaksi non-tunai telah mendorong setiap orang untuk menggunakan dokumen atau bukti transaksi secara konsisten. Umat Islam pada saat itu tidak memeriksa atau menilai aset mereka karena perintah Allah untuk membayar zakar. Salah satu ayat dalam surah Al-Baqarah, ayat 110 yang mengatakan:

"Dan laksanakanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan" (QS. Al-Baqarah: 110). Secara operasional, pembayaran zakat diuraikan Nabi Muhammad saw. dalam berbagai macam hadis antara lain yang diriwayatkan oleh Bukhari.

"Dari Salim Ibnu Abdullah, dari ayahnya r.a., bahwa Nabi sallallahu alaihi wassalam bersabda: Tanaman yang disiram dengan air hujan atau dengan sumber air atau dengan pengisapan air dari tanah, zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang disiram dengan tenaga manusia, zakatnya seperduapuluh." Dengan demikian, agar zakat bisa dibayar dengan jumlah yang benar, seorang wajib zakar perlu melakukan pencatatan dan perhitungan terhadap hasil usahanya yang diwajibkan untuk membayar zakat. Kewajiban membayar zakat tidak saja pada hasil pertanian, peternakan, ataupun pertambangan. Dalam satu riwayat, dilaporkan oleh Abu Ubaid, bahwa Maimun bin Mihran, ulama tabiin, berkata:

Apabila tiba waktunya untuk membayar zakat, hitunglah jumlah uang kontan yang ada padamu dan barang-barang yang ada, hitung nilai barang-barang itu, begitu juga piutang yang ada pada orang yang mampu, kemudian keluarkan utangmu sendiri, lalu berikan zakat kepada mereka. Metode perhitungan zakat yang disebutkan di atas telah menjadi salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah zakat perniagaan yang diterima oleh suatu perusahaan dagang. Prinsip-prinsip perhitungan zakat perniagaan tersebut sangat mirip dengan konsep net current asset, yaitu perbedaan antara aset lancar dan liabilitas lancar, dalam akuntansi yang kita gunakan saat ini. 

Praktik pencatatan dan penilaian aset telah berkembang. Ini adalah konsekuensi logis dari ketentuan pembayaran zakat yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari aset yang dimiliki seseorang yang memenuhi nisab dan haul. Menurut kitab fikih, nisab dan haul adalah standar yang menentukan apakah seseorang harus membayar zakat. Nisab didasarkan pada batas minimal kekayaan yang dikenakan kewajiban zakat, sedangkan haul didasarkan pada jangka waktu yang dibutuhkan hingga kewajiban zakat timbul pada pembayar zakat (muzaki). Dalam bidang studi fikih zakat, jangka waktu yang diperlukan untuk zakat harta adalah satu tahun, yang sama dengan jangka waktu yang digunakan untuk pelaporan akuntansi saat ini.

Sebagai hasil dari penelitian al-Khawarizmi tentang hukum waris yang ditetapkan oleh Allah Swt. dalam Alquran, Alquran secara tidak langsung berkontribusi pada perkembangan akuntansi modern. As-Sirjani (2011, hal 345-349) mengatakan bahwa penelitian al-Khawarizmi dalam bukunya yang disebut Al-Jabar wal Muqabalah menjadi dasar untuk perkembangan ilmu baru yang dikenal sebagai aljabar atau algebra. Ilmuwan Muslim lainnya, termasuk al-Khawarizmi, juga berhasil menemukan fungsi angka nol seperti yang kita gunakan sekarang. Dua temuan ilmuwan Muslim ini telah memungkinkan akuntansi digunakan untuk berbagai transaksi yang jauh lebih kompleks daripada yang ada sebelum era Islam.

Didirikannya Baitulmal oleh Nabi Muhammad saw., yang berfungsi sebagai lembaga penyimpan zakat dan pendapatan negara lainnya, dipengaruhi oleh kewajiban zakat. Menurut Hawari (1989) dan Zaid (2001), pemerintahan Rasulullah memiliki 42 pegawai yang digaji yang berkonsentrasi pada pekerjaan dan tanggung jawab tertentu. Menurut Adnan dan Labarjo (2006), praktik akuntansi di lembaga Baitulmal pada masa Rasulullah baru berada pada tahap persiapan pribadi, memikirkan fungsi lembaga keuangan negara. Pada masa itu, kekayaan negara langsung dibagi. Oleh karena itu, laporan tentang penerimaan dan pengeluaran Baitulmal tidak terlalu diperlukan. Hal ini juga terjadi selama pemerintahan Khalifah Abu Bakar as Siddik.

Pembangunan pemerintahan Islam di zaman Khalifah Umar bin Khatab telah meningkatkan penerimaan negara. Akibatnya, kekayaan Baitulmal semakin meningkat. Sahabat menyarankan perlunya catatan tentang tanggung jawab penerimaan dan pengeluaran negara. Selanjutnya, Khalifah Umar bin Khatab membentuk lembaga khusus yang disebut Diwan (dari kata tulisan dawwana). Lembaga ini ditugaskan untuk membuat laporan keuangan Baitulmal sebagai cara agar Khalifah dapat dimintai pertanggungjawaban atas dana Baitulmal (Zaid, 2001). Selanjutnya, reliabilitas laporan keuangan pemerintahan dikembangkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz (681-720 M) berupa praktik pengeluaran bukti penerimaan uang. Kemudian, Khalifah Al Waleed bin Abdul Malik (705-715 M) mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasyin, 1973, dalam Zaid, 2001).

Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiah. Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi, antara lain akuntansi peternakan, akuntansi pertanian, akuntansi bendahara, akuntansi konstruksi, akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku (auditing) (Zaid, 2001). Pada masa itu, sistem pembukuan telah menggunakan model buku besar, yang meliputi sebagai berikut:

  • Jaridah Al-Kharaj (mirip receivable subsidiary ledger), merupakan pembukuan pemerintah terhadap piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta hewan ternak yang belum dibayar dan cicilan yang telah dibayar (Lasyin, 1973, dalam Zaid, 2001), Piutang dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran di kolom yang lain.
  • Jaridah An-Nafaqat (jurnal pengeluaran), merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat pengeluaran negara.
  • Jaridah Al-Mal (jurnal dana), merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
  • Jaridah Al-Musadareen, merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat penerimaan denda atau sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk dari pejabat yang korup. Adapun untuk pelaporan, telah dikembangkan berbagai laporan akuntansi, antara lain sebagai berikut:
  • Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan (Bin Jafar, 1981, dalam Zaid, 2001).
  • Al-Khitmah Al-Jame'ah, laporan keuangan komprehensif yang berisikan gabungan antara laporan laba rugi dan neraca (pendapatan, pengeluaran, surplus dan defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset tetap) yang dilaporkan di akhir tahun. Dalam perhitungan dan penerimaan zakat, urang zakat diklasifikasikan dalam laporan keuangan menjadi tiga kategori, yaitu collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts (Lasyin, dalam Zaid, 2001).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun