Mohon tunggu...
Mutiara Vega
Mutiara Vega Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Halo! Saya Mutiara Vega Salsabila dari SMK Negeri 7 Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Optimalisasi Pengelolaan Air dalam Peran Sistem Irigasi Pada Peningkatan Produktivitas Tani dan Kualitas Hidup Warga Sekitar di Daerah Wanir Kabupaten

23 Oktober 2024   12:10 Diperbarui: 23 Oktober 2024   12:27 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ekbis.sindonews.com/

Optimalisasi Pengelolaan Air dalam Peran Sistem Irigasi Pada Peningkatan Produktivitas Tani dan Kualitas Hidup Warga Sekitar Di Daerah Wanir Kabupaten Bandung

 

Sistem irigasi adalah sistem pengairan yang mengatur pembagian atau pengaliran air ke lahan budidaya pertanian. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman sehingga dapat tumbuh secara normal.

 Irigasi dilakukan dengan mengalirkan air dari sumber air ke lahan pertanian melalui berbagai sarana, seperti pipa, saluran, alat penyiram, dan pompa.

Sistem irigasi yang baik sangat penting bagi peningkatan produktivitas pertanian dan kualitas hidup warga sekitar. Dengan memastikan ketersediaan air yang cukup untuk tanaman, irigasi membantu meningkatkan hasil panen, memungkinkan diversifikasi tanaman, serta mengurangi ketergantungan pada hujan, sehingga petani dapat menanam lebih dari sekali dalam setahun. 

Hal ini berdampak positif pada ekonomi warga melalui peningkatan pendapatan petani, stabilitas pangan, dan penyediaan lapangan kerja. Irigasi juga mendukung akses air bersih, yang berkontribusi pada kesehatan dan kebersihan warga sekitar. Selain itu, sistem irigasi yang terkelola dengan baik dapat memperkuat ketahanan ekonomi pedesaan dan mencegah urbanisasi berlebihan.

Namun, perlu diingat bahwa irigasi juga menghadapi tantangan, seperti pemeliharaan infrastruktur yang kurang optimal dan distribusi air yang tidak merata, yang berpotensi menimbulkan konflik di antara petani. 

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan pendekatan yang mengintegrasikan teknologi irigasi cerdas yang menggunakan sensor dan otomatisasi, sehingga distribusi air menjadi lebih efisien dan tepat sasaran. 

Selain itu, partisipasi aktif masyarakat, terutama kelompok tani, dalam pengelolaan irigasi juga sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan infrastruktur air dan mencegah masalah lebih lanjut. 

Dengan pengelolaan yang tepat, sistem irigasi tidak hanya meningkatkan produktivitas pertanian, tetapi juga memberikan dampak sosial-ekonomi yang positif bagi masyarakat sekitar. Peningkatan akses terhadap air dan pemanfaatan sumber daya air secara bijak akan mendorong kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial di daerah pedesaan.

Sungai Citarum yang merupakan sumber air untuk DI. Wanir, mengalami fluktuasi debit yang cukup signifikan, walaupun secara keseluruhan ketersediaan debit di musim hujan cenderung besar bahkan jauh di atas kebutuhan air yang diperlukan untuk irigasi, namun pada musim kemarau debitnya cenderung berkurang, hasil tinjauan ke lapangan didapat bahwa pemanfaatan air dari Bendung Wanir tidak hanya di gunakan untuk tanaman pertanian, ada juga pemanfaat lainnya yang menggunakan air yaitu kolam dan industri. 

Irigasi (DI) Wanir mendapatkan pasokan air utama dari Sungai Citarum, dengan cakupan area sekitar 2.062,50 hektar

 Namun, debit air dari Sungai Citarum cenderung fluktuatif. Saat musim hujan, debit air melimpah dan mencukupi, tetapi pada musim kemarau terjadi penurunan signifikan, terutama pada bulan-bulan seperti Juni, Juli, Oktober, dan November.

Pemanfaatan air di Bendung Wanir juga tidak hanya untuk pertanian, tetapi digunakan oleh sektor lain, seperti kolam ikan dan industri, yang menambah tekanan pada ketersediaan air di musim kemarau. 

Pola tanam yang diterapkan di daerah ini adalah Padi-Padi-Palawija, dengan tingkat kebutuhan air yang cukup tinggi. Neraca air menunjukkan bahwa pada periode tertentu terjadi defisit air, sehingga diperlukan langkah-langkah optimalisasi penggunaan air.

Sebagai solusi, kajian optimalisasi irigasi menggunakan metode **Analytic Hierarchy Process (AHP)** diusulkan. Metode ini mempertimbangkan berbagai faktor seperti teknis, ekonomi, dan lingkungan untuk menemukan alternatif terbaik dalam pengelolaan air irigasi. Salah satu fokus utama adalah mengatur jadwal tanam dan pola tanam agar lebih sesuai dengan ketersediaan air, terutama pada saat musim kemarau.

Untuk mengetahui keseimbangan antara ketersediaan air yang ada pada Bendung Wanir dengan kebutuhan yang dipasoknya, maka perlu di adakan pengoptimalisasi Penggunaan Air Irigasi di DI. Wanir. 

Kajian terdahulu tentang Optimalisasi oleh Gustawan (2010) dan Joubert (2011), keduanya membahas penggunaan air irigasi dari teknik optimasi untuk penggoptimalan luas tanam pada tiap masa tanam dengan menggunakan program linier. Optimalisasi penggunaan air irigasi memerlukan pengelolaan yang terarah dan terencana, untuk itu dalam kajian ini optimalisasi di buat berdasarkan sistem pembuatan keputusan AHP berdasarkan pada tiga kriteria yaitu Teknis, Ekonomi dan Lingkungan. 

Sedangkan untuk mendapatkan batasan optimalisasi, maka dalam model AHP dibuat 4 (empat) alternatif yaitu Perubahan Jadwal Tanam, Perubahan Pola Tanam, Indeks Pertanaman, dan Luasan Golongan, kemudian akan dipilih satu alternatif dengan prioritas utama yang akan menjadi batasan dalam menentukan parameter optimalisasi penggunaan air irigasi di DI. Wanir. 

Maksud dari kajian ini adalah melakukan optimalisasi pengunaan air irigasi melalui Jadwal dan Pola Tanam yang paling efektif dan efisien di Daerah Irigasi Wanir dengan Model AHP. Sedangkan tujuan pengoptimalisasi ini adalah untuk mencari alternatif penggunaan dan pemberian air irigasi yang optimal pada Daerah Irigasi Wanir Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat.

Sumber air yang dimanfaatkan untuk mengairi didaerah irigasi wanir dengan luas areal 2.062,50 Ha tersebut di atas diambil dari Sungai Citarum, adapun daerah aliran sungai (catchment area) Sungai Citarum sampai dengan lokasi Bendung Wanir yang terletak di desa Maruyung, Kecamatan Pacet adalah sebesar 79 Km2 (Sumber : Manual Operasi dan Pemeliharaan DI. Wanir di Kabupaten Bandung, DPSDA Provinsi Jawa Barat). 

Selain daerah irigasi Wanir, masih terdapat irigasi lainnya yang juga memanfaatkan Sungai Citarum sebagai sumber airnya, yang berdekatan dengan irigasi Wanir diantaranya adalah: DI. Cipatat, DI. Cirawa I, DI. Cienteng II, DI. Jamburaya dan Bendung PDAM/ Sukarame yang terletak di hulu Bendung Wanir serta DI. Cipanganten dan DI.Wangisagara yang terletak disebelah hilir Bendung Wanir. Pola tanam yang diterapkan di Daerah Irigasi Wanir pada saat ini adalah : Padi - Padi - Palawija dengan awal tanam Oktober II.

Irigasi merupakan suatu usaha mendatangankan dari sumbernya guna keperluan pertanian dan mengalirkan air secara teratur. Berkaitan dengan sistem irigasi, masalah pokok yang sering muncul adalah memanfaatkan air sebagai sumber/bahan yang penting ini dapat diefisienkan semaksimal mungkin. Salah satu cara untuk mengefisienkan penggunaaan air pada tahap operasi adalah dengan melakukan optimalisasi pada tahap rencana tata tanam.

Metode pemberian air irigasi bagi tanaman dapat dilakukan dengan 5 cara (Linsley dan Fransini, 1991) yaitu : penggenangan (flooding), menggunakan alur besar atau kecil (furrow), menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, penyiraman (sprinkler) dan menggunakan sistem tetesan (trickle). 

Cara pemberian air irigasi yang lazim di Indonesia untuk tanaman padi dengan penggenangan (flooding), dibagi dua macam yaitu pemberian air non rotasi,dengan pengaliran terus menerus (continous flow) dan pemberian air secara rotasi, dimana pemberian air sistim terputus-putus (intermitten system).

Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode untuk mengurutkan bobot elemen di setiap tingkat hirarki berkenaan dengan elemen (kriteria atau tujuan) dari tingkat hirarki selanjutnya. (Saaty, 1994 dalam Dewi,2008). 

Penyusunan hirarki dalam AHP dimaksudkan untuk menstruktur permasalahan yang kompleks menjadi elemen-elemen pokok secara hirarkis. Dalam hirarki, level 1 (puncak) disebut : tujuan / goal hirarki, karenanya level ini harus hanya terdiri atas 1 elemen. Level 2 disebut "Kriteria Utama" yang akan digunakan dalam menilai tujuan pada level 1. Level 3 disebut "subkriteria". Kecuali level 1, semua level dapat terdiri atas lebih dari satu elemen. 

Level paling akhir merupakan elemen dari suatu objek masalah yang dibahas dalam suatu studi perencanaan atau disebut "Elemen Alternatif Keputusan" yang mungkin akan diambil. Stuktur hirarki Optimalisasi penggunaan air irigasi di DI. Wanir terdiri dari Teknis (Operasi Pemeliharaan Koordianasi), Ekonomi (Produktivitas Pertanian Pendanaan Kesejahteraan Petani), dan Lingkungan (Pelestarian Sumber Air, Pengehamatan Air, Penyimpanan Air).

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan awal tahun 1970-an. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi di antara berbagai set alternatif. 

Analisis ini ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi dimana data statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun intuisi. 

AHP ini juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik (Saaty, 1991).

 Karena untuk tujuan optimalisasi penggunaan air irigasi di DI Wanir terdapat beberapa alternatif cara untuk mencapainya, dan untuk memutuskannya diperlukan beberapa kriteria maka model AHP merupakan analisis yang tepat digunakan dalam pengambilan keputusan batasan optimalisasi.

https://ftsl.itb.ac.id/Yuliya-Mahdalena-Hidayat
https://ftsl.itb.ac.id/Yuliya-Mahdalena-Hidayat

Hasil optimalisasi dapat bisa didapatkan setelah melakukan perhitungan koefisien pengaliran, pengujian, dan analisa koesioner. Untuk periode tertentu, cara pemberian air sebaiknya tidak dilakukan secara terus menerus melainkan bergiliran.

 Optimalisasi penggunaan irigasi merupakan salah satu upaya rencana pengelolaan air agar bisa dimanfaatkan secara efisien, untuk itu pelaksanaan di lapangan harus di ikuti dengan operasi dan pemeliharaan jaringan yang efektif, dan untuk mewujudkannya diperlukan suatu koordinasi dan kerja sama dari Instansi Pemerintah terkait dan masyarakat. 

Selain itu, disarankan untuk meningkatkan pengetahuan petugas OP dan Petani di lapangan dengan mengikuti pelatihan - pelatihan bagaimana cara membuat RTTG dan dapat meminimalkan waktu kekurangan air.

Sumber Bacaan:

https://ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/8/2012/07/95010013-Yuliya-Mahdalena-Hidayat.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun