Sebagai negara hukum yang demokratis, UUD 1945 merupakan konstitusi negara. Untuk memahami banyaknya kelemahan yang melekat pada susunan kata UUD 1945, maka sejak tahun 1999 MPR RI telah melakukan perubahan terhadap UUD 1945 melalui amandemen. Sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali. Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti menilai pembahasan perubahan terbatas UUD 1945 yang dilakukan PDIP Sebagai langkah mundur. "Saya kira penelitian PDIP tidak mendalam, tidak melihat sejarah, tidak melihat perbandingan dengan negara lain dan efektifitas sistem presidensial," kata Bivitri kepada Tempo, Minggu, 11 Agustus 2019. Bivitri menilai, penetapan MPR sebagai lembaga tertinggi negara akan merusak sistem presidensial yang dicanangkan pasca amandemen 1945. Setelah konstitusi diamandemen empat kali antara tahun 1999 dan 2002, hal ini mengubah struktur konstitusi. Akibatnya, tidak ada lagi lembaga tertinggi seperti MPR, dan Indonesia kini telah memperkenalkan sistem presidensial yang lebih efisien.
Pembentukan konstitusi di Indonesia diawali pada masa penjajahan Jepang, lalu dilanjutkan dengan pembentukan badan yang disebut Badan Penyelidik Usaha- Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Zumbi Choosakai yang. BPUPKI diresmikan pada tanggal 29 April 1945, UUD 1945 disahkan sebagai Konstitusi pertama NKRI disaat sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). UUD 1945 sebagai konstitusi pertama di Indonesia dirangkum secara singkat terdiri atas 37 pasal yang diharapkan mampu memuat hukum dasar dan pedomandalam pembentukan peraturan.
Konstitusi dapat berubah sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk merubah konstitusi sesuai dengan kemajuan jaman. Perubahan Amandemen sangat lah di perlukan demi kehidupan bangsa Indonesia dimasa yang akan datang. Terdapat masalah pemakzulan atau pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang timbul dari Pasal 7A dan 78 timbul karena lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan akhir berdasarkan Pendapat DPR tentang dugaan penyelewengan rapat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H