Mohon tunggu...
Mutia raudotul
Mutia raudotul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nonton fim

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menguak Problematika Konstitusi yang Sedang Ramai di Media Sosial

8 Oktober 2024   22:00 Diperbarui: 8 Oktober 2024   22:28 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menguak problematika konstitusi yang sedang ramai di media sosial

Konstitusi adalah kesepakatan antara semua rakyat suatu negara, yang berkaitan erat dengan bentuk pembangunan negara yang diinginkan. Konstitusi bertindak sebagai sumber hukum yang tertinggi karena merupakan perwujudan dari kontrak sosial semua manusia yang berdaulat dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sejarah konstitusi pertama NKRI, perkembangan dan perubahan konstitusi, serta problematika perubahan konstitusi di Indonesia.

Saat ini setiap negara biasanya memilikinya konstitusi, salah satu fungsinya adalah mencegah akumulasi Kekuasaan dalam diri seseorang atau masyarakat. Akumulasi bisa mengarah pada kekuasaan absolut yang menyebabkan kecenderungan untuk bertindak secara acak pemilik kekuasaan. Suatu konstitusi pada hakekatnya adalah suatu peraturan yang berisi standar dasar yang berkaitan dengan kehidupan. Konstitusi dapat berubah tergantung pada dinamika kehidupan komunitas.

Perubahan tersebut mencakup hal-hal terkait dengan aturan dan batasan mengenai struktur kekuasaan, memastikan perlindungan hak asasi manusia, kekuasaan keadilan dan tanggung jawab kekuasaan kepada rakyat, dan lain-lain Konstitusi yang berlaku di Indonesia sampai sekarang yaitu UUD 1945 mengalami empat kali amandemen. Perubahan ini berdampak pada susunan dan tata kerja lembaga negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perubahan yang terjadi sebanyak empat kali tersebut tidak memberi dampak banyak terhadap keberlangsungan masyarakat. Konstitusi bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pemerintahan demokratis namun, pada kenyataanya konstitusi tidak dapat menjamin secara keseluruhannya. Hal itu dapat dibuktikan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan "kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Bagi fakir miskin dan anak terlantar seperti yang dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan rehabilitasi sosial jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu". Nyatanya, banyak masyarakat yang masih banyak yang hidup tidak layak, tidak dapat jaminan sosial, fasilitas dan layanan Kesehatan yang layak. Permasalan tersebut akan terus terjadi apabila penguasa terus semena- mena, tidak patuh terhadap konstitusi dan hanya mementingkan kekuasaannya agar tidak diganggu oleh warga negara.

Dengan beranekaragamnya masyarakat Indonesia tentu ini menjadi salah satu faktor lain konstitusi merupakan produk hukum yang memiliki status sebagai hukum tertinggi. Konstitusi dibuat sebagai pembatas penguasa dalam menjalankan kekuasaan sehingga tidak melampaui batas. Bukan sebagai alat pemutus pembatas sehingga menjadi kekusaan tidak terbatas.

Menurut catatan sejarah, sejak pertama kali Indonesia menyatakan diri sebagai berbangsa dan bernegara, kemudian dilanjutkan dengan menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Republik Indonesia, dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan sudah mulai tidak melaksanakan pasal-pasal yang terkandung di dalamnya, tetapi yang digunakan adalah pasal peralihan. Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 berbunyi: Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk, menurut Undang-Undang Dasar segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Memiliki kekuasaan yang sangat besar.

Dapat diuraikan bahwa pembentukan konstitusi di Indonesia diawali pada masa penjajahan Jepang, yang dilanjutkan dengan pembentukan BPUPKI dan diresmikan pada tanggal 29 April 1945. Konstitusi merupakan puncak tertinggi yang melandasi pembentukan aturan hukum lainnya yang ada di Indonesia, sebagaimana pendapat K. C. Wheare tentang konstitusi yaitu "Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur/memerintah dalam pemerintahan suatu negara", maka dapat diartikan bila konstitusi itu dibuat ia harus dapat berfungsi untuk membatasi kekuasaan negara, serta menjamin dan melindungi hak-hak warga negara.

Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945

Sebelum amandemen, UUD 1945 memberikan kekuasaan politik yang besar kepada presiden dalam menjalankan fungsi dan tugas negara. Kekuasaan itu tampaknya telah diberikan tanpa pembatasan konstitusional dalam pelaksanaannya. Karena itu, izin ini diperluas ke berbagai wilayah dan tidak lagi dikelola di sepanjang jalan. Pemerintahan presiden Soekarno dan Soeharto banyak menunjukkan bagaimana UUD 1945 menciptakan peluang besar untuk penyalahgunaan kekuasaan pengaruh MPR terbuka. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Penegasan bahwa sistem pemerintahan Indonesia mengikuti sistem presidensial murni dilakukan melalui revisi, reformulasi, dan restrukturisasi tata cara atau mekanisme pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden melalui amandemen UUD 1945.

Pernyataan di atas sejalan dengan posisi pemerintah bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang lebih bersih, dalam hal sistem pemerintahan pasca amandemen UUD 1945. Ciri lain dari sistem presidensial Indonesia adalah masa jabatan presiden dan wakil presiden yaitu lima tahun. Masalah pemakzulan atau pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden yang timbul dari Pasal 7A dan 7B timbul karena lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan akhir berdasarkan Pendapat DPR tentang dugaan penyelewengan rapat. Presiden dan/atau Wakil Presiden. Atau wakil presiden. Jika mencermati ketentuan Pasal 3, Pasal 3, Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 24C Pasal 2 UUD 1945, MPR adalah lembaga yang secara konstitusional berwenang memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Namun, agar MPR dapat menjalankan kekuasaannya, terlebih dahulu harus ada putusan pengadilan Dari MK (Mahkamah Agung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun