Terlahir sebagai seorang perempuan, tentu menjadi Anugerah tersendiri yang bisa saya rasakan. Kendati demikian, menjadi perempuan juga lekat dengan stigma dan tantang-tangan yang masih bergaung di masyarakat. Meski, kita tahu di era sekarang ini menjadi perempuan seharusnya lebih mempunyai ruang untuk mengekspresikan diri dan menyetarakan hak-hak mereka, khususnya dalam meraih pendidikan, mengejar mimpi, karir, atau bahkan menjadi seorang pemimpin.
Tetapi, stigma yang masih tertambat terkadang membuat batasan-batasan semu bagi perempuan itu sendiri. Salah satunya, di mana perempuan identik dengan kata 'cantik.' Perempuan itu ya cantik. Tidak sampai disitu saja, batasan seorang perempuan itu cantik tergambar dengan adanya standar-yang dibuat oleh masyarakat bahwa perempuan cantik itu yang A, B, C, dan banyak ragamnya. Paradoksnya, ini memang benar bahwa cantik itu ternyata mempunyai definisinya masing-masing.
Pada peringatan Hari Kartini kali yang jatuh setiap tanggal 21 April, saya memwawancarai beberapa narasumber; perempuan dan laki-laki mengenai definisi cantiknya perempuan menurut pandangan mereka...
"Menurutku definisi cantik sebagai perempuan, adalah ketika dia tahu apa yang menjadi kelebihannya, percaya diri melakukan hal yang dia bisa, dan bisa menempatkan diri di manapun dia berada (termasuk sikap dan penampilannya ya)." Kata Ibu Aprilia salah satu Guru SMP swasta di Semarang.
"Menjadi perempuan cantik gak lepas dari paras wanita itu sendiri. Secara sekilas hampir tidak mungkin seorang laki-laki tidak melihat perempuan dari fisiknya. Gerbang pertama menuju definisi cantik selalu berawal dari penampilan itu sendiri. Namun, standar kecantikan wanita tentunya tetap berbeda-beda, 'relatif.' Tetapi, lebih dari itu pada dasarnya kecantikan perempuan sejatinya bukan hanya dari paras mereka. Ada kecantikan alami seorang perempuan yang tidak semata-mata hanya tentang wajah, warna kulit, dan fisik. Sebab, cantik yang abadi selalu datang dari cerminan perilaku dan hati." Ujar Gerva guru Bahasa Inggris SD, yang saat ini mengajar di Kalimantan.
"Perempuan cantik itu memiliki hati yang baik, tercermin dari tingkah laku yang sopan, tidak pernah berkata buruk untuk menyakiti orang lain." Kata Ibu Yohana, seorang ibu rumah tangga, berasal dari Gombong.
"Cantik itu muka doang nggak cukup. Perlu adanya inner beauty yang intinya muka good looking juga perlu, tapi harus didukung dengan kelakuan baik juga." Kata Yoga Guru Bahasa Indonesia, yang saat ini mengajar di salah satu SMP swasta di Bandung.
Walaupun saat ini, orang mulai terbuka dan perlahan mengikis standar kecantikan. Namun tetap saja, standar akan kecantikan yang dibuat masyarakat masih membuat beberapa perempuan terkungkung. Hal ini sempat dirasakan salah satu narasumber saya, sekaligus teman dekat. Di mana dirinya merasa bahwa standar kecantikan yang tercipta adalah menggambarkan sosok dirinya.
"Definisi cantik sebagai seorang perempuan, kurus dan putih. Karena, selama ini yang ku rasakan terhadap orang-orang yang betemu denganku, mereka selalu berkomentar kamu gendutan ya, jangan gendut-gendut dong. Itu lo gak cocok sama bajumu." Ungkap Lia.
Kalimat-kalimat yang berseliweran semacam itu, khususnya bagi perempuan. Tidak jarang bisa membuat seorang perempuan merasa minder akan dirinya sendiri. Maka, perlu adanya pengenalan diri sendiri sebagai seorang perempuan, sehingga nantinya bisa menerima diri sendiri seutuhnya termasuk seluruh value dalam dirinya.
Untuk mampu mengenal value dalam diri seorang perempuan, harus dimulai dari perempuan itu sendiri. Yap, stigma, standar kecantikan, dan gender inequality tidak lantas membatasi diri perempuan itu sendiri. Hal ini tercermin dalam perjuangan R.A Kartini lahir di Jepara 21 April 1879, memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan-khususnya kesetaraan dalam meraih pendidikan.Â