Berbeda. Tidak seperti biasanya. Aku tidak menuruti perkatannya.
***
Bagaskara tengah terik, dan aku sudah selesai berkemas. Ada dua koper besar yang akan ikut terbang bersamaku ke Boston. Aku mendapatkan beasiswa untuk studiku. Namun, ada pergumulan yang tetap saja mendera akan keberangkatanku.
Pintu kamarku terketuk. Aku mempersilahkan masuk. Ia duduk di tempat tidurku, menaruh sebongkah kotak. Dan hanya mengatakan, "pakai ini jika kau merasa kedinginan." Lalu, keluar dengan raut wajah-yang aku sendiri tidak sanggup menebaknya.
***
Ini sudah tahun ke empat. Merupakan semester akhir dari masa perkuliahanku. Biasanya di akhir semester, kami mengadakan pameran untuk ujian akhir. Pameran ini juga menentukan nilai kelulusan. Persiapanku sudah 95%, semoga. Semoga. Amin. Pameran projek akhir nanti, mengusung tema mengenai 'yearning.' Di mana Desember sering digunakan para pelajar untuk kembali ke rumah mereka masing-masing.
Aku tengah menyelesaikan lukisanku di halaman gedung universitas. Hawanya sangat syahdu. Aku di temani kekasihku, Ergha. Dia sedang asik tenggelam membaca sastra Belanda.
"Huufffttt..." aku menarik napas panjang-lega. Setelah berhasil menggoreskan warna yang paling crusial dalam lukisan ini.
"Have you done it, babe?"
Aku tersenyum-mengangguk. Dia memandangi lukisanku. Terlihat alisnya menaut. Bingung.
"A lot of red. Like blood?" ekspresinya masih kebingungan. "What does it mean?" aku hanya tertawa.