Mohon tunggu...
Mutiara Budhi Nuursyabaani
Mutiara Budhi Nuursyabaani Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika, content creator, Penulis

Saya adalah Seorang yang gigih dan berjiwa bebas. Saya sangat senang melakukan aktivitas yang beragam agar dapat berguna bagi orang-orang disekitar saya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maraknya Kasus Kekerasan Anak oleh Orangtua atau Pengasuhnya

1 April 2024   08:48 Diperbarui: 1 April 2024   09:17 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu publik digemparkan dengan kasus kekeran anak yang dilakukan oleh pengasuhnya sendiri. Kemungkinan besar, dugaan sebab terjadinya hal tersebut dikarenakan adanya amarah dan kekesalan yang hadir didalam diri pengaruh terhadap perlakuan yang diberikan oleh orangtua si anak kepadanya. Kejadian ini merupakan suatu kasus kekerasan anak yang baru saja terjadi, beberapa waktu lalu melalui berita sosial media yang beredar, diberitakan kasus serupa yang terjadi pada anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) dimana pelakunya adalah beberapa orang dewasa yang salah satu diantaranya merupakan saudara atau bagian dari keluarga korban. Jika dilihat dari penyebabnya, kasus kekrasan pada anak terjadi karena adanya Borderline Personality Disorder (BPD) pada orang dewasa yang mendorong tindakan-tindakan menyakiti orang lain untuk melampiasakan emosi dan kekesalannya.

Borderline Personality Disorder (BPD) adalah gangguan mental yang dimiliki oleh suatu individu yang ditandai degan ketidak mampuan diri dalam mengontrol lonjakan emosi yang diakibatkan dengan hadirnya masalah atau ketidak sesuaian harapan dengan kenyataan yang mendorong diri melakukan hal-hal yang tidak diinginkan contohnya menyakiti orang lain, merusak benda dan lingkungan yang ada disekitar, atau bahkan menyakiti diri sendiri. Penyebab adanya gangguan ini memang belum ditemukan secara pasti dan spesifik. 

Namun berdasarkan dengan hasil pengamatan tingkah laku yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang menemukan bahwa kondisi mental seseorang yang stabil atau tidak stabil disebabkan karena adanya kebiasaan jangka panjang atau gambaran peristiwa yang dianggap menarik bagi individu untuk mengubah pola dan kebiasaan hidupnya. 

Berdasarkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh ilmuan dunia, dimana salah satunya dipaparkan oleh (Irawati,2019) menjelaskan bahwa kekerasan rumah tangga yang terjadi pada anak-anak dimana orangtua melakukan tindakan anarkis menyakiti fisik maupun mental akan menjadi gambaran contoh kehidupan dimasa depan anak, dimana anak akan melakukan hal yang serupa pada keturunannya.

Melihat banyaknya kasus yang beredar baik melalui media online maupun cetak, ini menjadi suatu hal yang sangat menakutkan dan mencekam bagi dunia anak-anak.  Diketahui bahwa masa pertumbuhan anak merupakan masa pembentukan jati diri yang akan berdampak kepada kebiasaan dan pola hidup dimasa dewasa. Akibat adanya pola asuh yang tidak sesuai atau kasus kekerasan pada anak dengan asumsi sebaagai teguran atau hukuman justru akan membentuk pribadi anak yang berdampak buruk pada kehidupan dimasa depan. 

Sudah sewajarnya kita sebagai para orangtua mneyadari pentingnya kontrol emosi dan pengendalian diri yang baik. Pengontrolan emosi dan oengendalian diri yang baik akan menjada diri untuk selalu berfikiran positif dan tenang dalam menghadapi setiap permasalahan yang terjadi. Sebagai para orangtua kita tentu saja perlu menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak agar bisa menjadi contoh kehidupan yang damai diamasa depan. Dengan demikian kasus kekerasan pada anak dapat diantisipasi dengan baik. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menanamkan kondisi mental dan emosi yang sehat bagi setiap yang membantu dalam pembentukan perilaku positif dilingkungan seperti berikut ini:

  • Melakukan pemilihan situasi yang baik bagi kondisi mental, Misalkan jika dalam keadaan marah maka kita perlu memilih kondisi ruang yang tenang untuk dapat meredam amarah yang sedang menggebu.
  • Melakukan aktifitas positif yang mampu membentuk cara pandang dan pemikiran yang positif. Kita semua mengetahui bahwa kondisi mental dan emosi yang sehat dipengaruhi dengan cara berfikir yang sehat pula. Oleh karena itu, sering-seringlah mengikuti kegiatan positif seperti mengikuti aktivitas keagamaan, semiar motivasi yang membangun, kegiatan sosial yang menciptakan kesadaran diri dan toleransi serta hal postif lainnya.
  • Pada usia dini, tanamkan kontrol emosi yang baik pada anak. Misalkan saat anak meminta sesuatu dengan paksa atau melakukan kesalahan, jangan langsung  menegur dengan kata-kata keraasa atau marah terhadap anak. Orangtua bisa memberikan pemahaman kepada anak melalui interaksi komunikasi sebab dan akibat atau pemberian gambaran konsekuensi permasalahan yang mudah dipahami oleh anak.
  • Menerapkan Pembelajaran Sosial Emosional di sekolah untuk membangun kepribadian mental, emosi, dan interaksi sosial pada anak yang baik.
  • Sebagai orang tua perlu memahami bahwa situasi dan kondisi sulit tidak disebabkan karena anak-anak, karena sebab utama kesalahan anak adalah adanya pola asus yang salah atau tidak sesuai dan perlu diperbaiki.
  • Pemahaman diri bahwa menyelesaikan masalah dengan kekerasan itu tidak benar dan hanya akan menimbulkan kerugian dan masalah baru dimasa depan.

Sekian penjelasan terkait dengan kasus kekerasan pada anak, semoga informasi ini bermanfaat bagi kita selaku orangtua :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun