Mohon tunggu...
Mutiara Rosna
Mutiara Rosna Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hanya Melepaskan Bukan Mengikhlaskan

9 Oktober 2024   07:00 Diperbarui: 9 Oktober 2024   07:02 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mengagumimu sejak lama, melalui obrolan ibu-ibu di sekelilingku. Mengagumi tanpa tahu sosok yang dikagumi merupakan fatamorgana dalam sebuah kisahku. Hanya dapat melihatnya ketika bertemu di jalan, dan di setiap kegiatan gampong. Iya, kami bertempat tinggal di gampong yang sama, tetapi berada di komplek yang berbeda. Semakin aku mencari tahu tentangnya, semakin aku merasa tidak pantas untuk mendekatinya. Tuhan memberiku kesempatan untuk mengenalnya dalam beberapa bulan terakhir ini, tetapi semakin aku mengenalnya semakin aku merasakan sakit yang terus menggerogoti jiwa ini. 

Perkataannya seakan menyukaiku, tetapi sikapnya memberiku isyarat untuk pergi dari kehidupannya. Aku bingung dengan kisah ini, ku kira dia rumah sakit yang mengobatiku dari beribu luka. Ternyata dia rumah sakit jiwa bagiku, perkataannya terus mengekangku dan membuatku semakin merasakan gangguan mental. Dia bagaikan bulan yang berada di langit dan di kelilingi bintang, tampak indah namun mustahil untuk ku gapai. Iya, dia lah kak Arya, sosok lelaki yang lebih dari kata perfect bagiku. Posisinya sangat spesial dihatiku. Aku tidak tahu, apa tujuan Tuhan menitipkan cinta yang begitu dalam untuknya. Jika dia tidak ditakdirkan untukku, lantas mengapa cinta ini dititipkan padaku?

Hai! Perkenalkan aku ara, sosok gadis yang kehilangan cinta pertamanya sejak balita, sosok gadis yang memeluk lukanya tanpa bercerita. Aku tidak memiliki rumah untuk pulang, aku hanya menjadi rumah untuk mereka yang ingin pulang. Awalnya aku pikir kak Arya adalah rumah bagiku, yang memberikan ketenangan dan kenyamanan disaat aku membutuhkan itu, memberikan aku arti kehidupan, dan mendengarkan segala kisah hidupku. Ternyata, aku salah, dia bukan rumah yang mengizinkan aku untuk menetap, tetapi dia hanya mempersilahkan aku untuk singgah sejenak karena rasa penasarannya. Sudah tiga kali aku menyatakan perasaanku kepadanya, tetapi dia mengabaikanku. Hingga pada satu momen aku memberanikan untuk mengirim pesan kepada kak Arya.

[Kak, perasaan kakak ke ara gimana ? ] ketikku untuknya

[Mungkin perasaan itu masih ada, tapi ada beberapa kondisi yang sedang kakak pertimbangkan] balasnya untukku

Kak Arya pernah menyukaiku, ketika aku sudah memiliki boyfriend. Tetapi, aku ada alasan yang kuat, kenapa tidak mendekati kak Arya pada saat itu. Kak Arya terkenal sosok lelaki kalem di gampongku, selama SMA dia mondok di salah satu pesantren yang berada di luar kota. Aku yang tidak memiliki latar belakang pendidikan khusus Agama, merasa tidak pantas untuk sosok kak Arya. Wajar dong, aku memilih untuk memalingkan cintaku saat itu dari kemustahilan. Aku bisa memalingkan cintaku darinya, tetapi aku tidak bisa menghindari pertemuan yang tidak disengaja dengannya. Setiap aku melihatnya, perasaanku semakin bertambah. Aku bisa membohongi keadaan, tetapi aku tidak bisa membohongi hatiku.

[Baik kak, tapi jangan kecewain ara ya kak. Kalau ara ada di hati kakak, perjuangkan ya kak] kukirimkan balasan untuk kak Arya

[Tapi, ara jangan terlalu berharap sama kakak ya, jadikan kakak teman curhat saja, jangan lebih] notif pesan darinya yang menghidupkan gawaiku.

Seketika aku terpaku dalam keheningan. Aku tidak tahu bagaimana meresponnya, aku bingung. Memang kami baru beberapa bulan dekat, tidak seharusnya aku menanyakan hal itu. Tetapi, wajar sajakan, aku penasaran dengan perasaannya.

Beberapa hari kedepan, aku melakukan aktivitasku seperti biasanya, yang awalnya kami saling berkabar, kini hening dengan kabar masing-masing. Kak Arya dengan kesibukannya, aku dengan kesibukanku, tanpa ada komunikasi sedikitpun. Hingga suatu hari, aku dikejutkan dengan notif di gawaiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun