Mohon tunggu...
Rizki Mutiara Rani
Rizki Mutiara Rani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduated Law Student of Sriwijaya University

Bringing fresh perspectives on the challenges and changes of our time

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Potensi Hak Cipta sebagai Aset Berharga dalam Perjanjian Fidusia

29 November 2024   22:35 Diperbarui: 29 November 2024   22:35 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rizki Mutiara Rani
(Mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya)

Hak cipta sebagai bagian dari kekayaan intelektual, kini semakin diakui sebagai aset bernilai tinggi, terutama dalam konteks ekonomi kreatif yang terus berkembang. Karya seni, musik, film, program komputer, hingga desain grafis, kini bukan hanya dianggap sebagai hasil kreativitas semata, tetapi juga sebagai aset yang dapat diperdagangkan dan dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Munculnya inovasi dalam berbagai sektor, seperti platform streaming musik, e-book, dan aplikasi perangkat lunak, semakin mempertegas potensi besar hak cipta dalam menciptakan nilai ekonomi yang signifikan.


Namun, meskipun potensi ini telah diakui, pemanfaatan hak cipta sebagai jaminan dalam perjanjian fidusia masih relatif baru dan kurang dimanfaatkan di Indonesia. Dalam konteks hukum Indonesia, perjanjian fidusia memungkinkan benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, dijadikan objek jaminan utang. Adanya peluang ini membuka jalan bagi pemanfaatan hak cipta sebagai jaminan fidusia, namun pertanyaan besar muncul, yakni bagaimana hak cipta dapat dimanfaatkan dalam sistem perjanjian fidusia yang ada? Apakah regulasi yang ada cukup untuk mendukung pengintegrasian hak cipta dalam pembiayaan?

Seiring dengan pertumbuhan industri kreatif yang pesat, hak cipta semakin menjadi bagian dari kekayaan yang dapat dikelola secara komersial. Dengan nilai yang dapat melebihi aset berwujud tradisional, seperti tanah dan kendaraan, hak cipta menawarkan peluang baru bagi pelaku industri kreatif dalam mendapatkan pembiayaan. Oleh karena itu, penting untuk menggali lebih dalam mengenai potensi hak cipta sebagai jaminan fidusia, serta tantangan dan peluang yang ada dalam mengintegrasikannya.

Hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang memberikan hak eksklusif kepada pencipta untuk mengatur dan menggunakan karyanya. Undang-Undang ini juga memungkinkan pengalihan hak cipta, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia membuka kesempatan bagi benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, untuk dijadikan objek jaminan utang. Dalam hal ini, hak cipta yang merupakan benda tidak berwujud, dapat dijadikan objek jaminan fidusia, sepanjang tercatat dengan jelas di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

Pemanfaatan hak cipta dalam perjanjian fidusia memiliki potensi untuk mempercepat perputaran modal bagi pelaku industri kreatif, sekaligus memberikan rasa aman bagi pihak pemberi kredit. Pencatatan hak cipta sebagai objek fidusia di DJKI menjadi salah satu langkah penting untuk memberikan kejelasan status hukum, serta memberikan kepastian bagi pihak-pihak terkait.

Hak cipta sangat potensial untuk dijadikan jaminan fidusia karena beberapa faktor. Karya-karya tertentu, seperti musik, film, dan perangkat lunak, memiliki potensi untuk menghasilkan royalti secara terus-menerus, sehingga dapat memberikan pendapatan yang stabil selama bertahun-tahun. Selain itu, hak cipta tidak memerlukan ruang fisik untuk penyimpanan, menjadikannya lebih praktis dan fleksibel dibandingkan dengan aset berwujud seperti properti atau kendaraan. Dengan mengintegrasikan hak cipta dalam pembiayaan, pelaku industri kreatif yang seringkali kesulitan mengakses dana dapat memperoleh sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan karya atau bisnis mereka.


Salah satu contoh nyata pemanfaatan hak cipta sebagai jaminan fidusia di luar negeri adalah perusahaan teknologi besar seperti Microsoft yang menggunakan perangkat lunak sebagai bagian dari asetnya yang dijadikan jaminan dalam mendapatkan pendanaan. Di Indonesia, meski belum banyak contoh kasus serupa, potensi besar dapat dilihat pada industri musik. Misalnya, seorang musisi dapat menggunakan hak cipta lagu-lagunya sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman modal dalam memperluas usahanya.


Meskipun memiliki potensi besar, pemanfaatan hak cipta dalam perjanjian fidusia menghadapi beberapa tantangan, antara lain penilaian nilai ekonomi hak cipta yang sulit karena nilainya bergantung pada popularitas pasar dan potensi royalti yang dihasilkan, yang memerlukan keterampilan khusus dan alat penilaian yang tepat. Selain itu, banyak pelaku industri kreatif dan lembaga pembiayaan yang belum sepenuhnya memahami potensi hak cipta sebagai jaminan, sehingga menghambat penggunaannya dalam transaksi pembiayaan, seperti yang terjadi pada musisi atau pembuat aplikasi yang mungkin tidak tahu bahwa karya mereka bisa dijadikan jaminan. Untuk menghindari masalah hukum di masa depan, dibutuhkan sistem pencatatan dan pengawasan yang transparan dan kuat, termasuk memastikan bahwa hak cipta yang dijadikan jaminan tidak sedang dalam sengketa atau telah dialihkan tanpa pemberitahuan yang jelas.

Menurut data dari DJKI, pada tahun 2023 jumlah pendaftaran hak cipta di Indonesia meningkat pesat hingga 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, hanya sekitar 10% dari karya yang terdaftar yang dimanfaatkan sebagai jaminan fidusia, menunjukkan bahwa potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan.


Pemerintah dan lembaga keuangan memiliki peran penting dalam mengoptimalkan pemanfaatan hak cipta sebagai aset fidusia di Indonesia dengan mengambil beberapa langkah strategis. Pertama, mereka perlu memberikan edukasi kepada pelaku industri kreatif dan lembaga pembiayaan mengenai potensi hak cipta sebagai jaminan fidusia melalui program pelatihan dan seminar untuk memperkenalkan mekanisme ini secara lebih luas. Selain itu, sistem pencatatan hak cipta yang lebih baik dan transparan akan meningkatkan kepercayaan antara pemberi kredit dan debitur, dengan infrastruktur yang mendukung pencatatan yang mudah dan dapat diakses secara online. Terakhir, membangun kolaborasi antara pemerintah, industri kreatif, dan lembaga keuangan akan menciptakan ekosistem yang mendukung pemanfaatan hak cipta sebagai jaminan, termasuk pengembangan regulasi yang lebih mendetail dan sistem pencatatan yang lebih efisien.


Hak cipta memiliki potensi yang luar biasa untuk dijadikan sebagai aset berharga dalam perjanjian fidusia. Dengan nilai ekonominya yang tinggi dan fleksibilitasnya, hak cipta dapat membantu pelaku industri kreatif memperoleh pembiayaan yang dibutuhkan untuk mengembangkan karya mereka. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, tantangan seperti penilaian nilai ekonomi dan kepastian hukum harus segera diatasi. Pemerintah dan lembaga keuangan perlu bekerja sama untuk memperkuat regulasi dan infrastruktur yang mendukung pemanfaatan hak cipta dalam pembiayaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun