"Ada tempat sampah di mana-mana tapi membuang sampah sembarangan, itulah masyarakat kita, Mbak!" (Kata bapak petugas kebersihan di depan Stasiun)Â
Pagi itu, saya bersama Arum, sahabat saya berniat menjejak ke Stasiun Tawang, Semarang untuk bertualang tipis-tipis. Arum mengajak saya menyusuri Kota Lama, yang dimulai dari Stasiun Tawang. Kebetulan, saya akan berada di kota lumpia selama 3 hari.
Ketika berlari kecil ke halaman stasiun, lebih tepatnya menuju Polder Tawang (danau buatan), kami mendapati pemandangan cukup mengganggu, yakni sampah-sampah terapung di permukan air.
Padahal, danau buatan tersebut cukup bagus sebagai tempat joging, nongkrong, Â kumpul keluarga, maupun jalan tipis seperti yang saya dan Arum lakukan.Â
Ironisnya, di sepanjang jalan memutari danau, disediakan tempat sampah dengan jumlah memadai. Bahkan, masing-masing tempat sampah diberi warna, disesuaikan dengan jenis sampah. Tapi kenyataannya, tetap saja plastik-plastik kresek dan minuman berserakan.
Sepanjang menatap sampah-sampah yang mengapung, saya hanya bisa mengelus dada. Hati kecil saya mengumpat keras pada perilaku-perilaku tak patut yang sering masyarakat lakukan.Â
"Bisa-bisanya ada tempat sampah tapi dibuang ke air begitu saja. Apakah membuang sampah sembarangan merupakan budaya masyarakat Indonesia?"
Entahlah. Terkadang, melihat masih banyak individu tak bertanggungjawab membuang bungkus-bungkus plastik jajan atau minuman secara bebas, membuat saya berpikir bahwa masyarakat kita tak bisa diedukasi. Kenapa tak mencontoh negara maju layaknya Jepang atau Korea Selatan?Â
Tahu gak sih, paada pertandingan sepakbola antara timnas Indonesia dan Jepang 15 November 2024 lalu, terdapat pemandangan menarik dari suporter Jepang.Â